HKI Nomor C22201700406 Hukum Jaminan 1 Januari 2014


https://pdki-indonesia.dgip.go.id/index.php/hakcipta/UnB0OW9vdGZKM0VlY29KcGdKZVFaZz09?q=C22201700406&type=1


Buku Hukum Jaminan
( HKI Nomor  C22201700406 )

I.   Hukum Jaminan (umum)

A.   Istilah & Pengertian Hukum Jaminan
Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari : Security of Law. Zekerheidsstelling/ zekerheidsrechten.
Menurut seminar Hukum Jaminan Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman 9-11 Oktober 1978 , intinya “ketentuan hukum yg mengatur hubungan hukum antara pemberi jaminan (debitur) dan penerima jaminan (kreditor) sgb akibat pembebanan suatu utang tertentu (kredit) dgn suatu jaminan (benda/orang tertentu).
Menurut J.Satrio : “Peraturan hukum yg mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditor terhadap debitur”. à secara singkat: Hukum tentang jaminan piutang seseorang.
Menurut Salim HS : “Keseluruhan kaidah-kaidah hukum yg mengatur hubungan antara  pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dgn pembebanan jaminan utk mendapatkan fasilitas kredit”.
Unsur Hk. Jaminan: serangkaian ketentuan hukum, hubungan hukum, debitur, kreditur, jaminan (tanggungan) bagi pelunasan utang tertentu.
B.   Sumber Hukum Jaminan

1.      KUH Perdata (kodifikasi hukum perdata material yg berlaku sejak 1848 berdasar asas konkordansi).
Dalam Buku II tentang Hukum Kebendaan
Dimulai dari Bab I, dan Kesembilan Belas s/d Dua Puluh Satu (1131 s/d 1232)
·      Bab XIX tentang piutang-piutang diistimewakan/didahulukan (1131 s/d 1149)
·      Bab XX tentang gadai (1150 s/d 1160, Pasal 1161 dihapus)
·      Bab XXI tentang Hipotek (1162 s/d 1232)

Berdasar UU No. 4 / 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-Benda yg Berkaitan dgn Tanah, maka pembebanan hipotek tdk lagi menggunakan lembaga dan/ kententuan hipotek dlm Ps. 1162 s/d 1232 KUH Pdt, tetapi yang diluar tanah beserta benda-bendar yg terkait dgn tanah, tetap menggunakan Pasal tsb.
Dalam Buku III tentang Perikatan
a.         Bab XVII tentang Penanggungan Utang
-          Ps. 1820 – 1830 à Sifat penanggungan
-          Ps. 1831 – 1838 à Akibat-akibat penanggungan antara debitur & penanggung utang
-          Ps. 1839 – 1844 à Akibat-akibat penanggungan antara debitur & penanggung utang dan antara para penanggung utang sendiri
-          Ps. 1845 – 1850 à Hapusnya penanggungan utang.
b.         Dalam Buku III ini juga diatur mengenai jaminan hak perorangan lainnya :
-          Ps. 1278 – 1295 Perikatan tanggung-menanggung (Tanggung renteng)
-          Ps. 1316 Tentang Garansi
-           
2.      KUH Dagang (terjemahan dari Wetboek van Koophandel), termuat dalam Staatsblad 1847 Nomor 23.
Pasal yang terkait dgn hukum jaminan : 314, 315, 315a, 315b, 315c, 315d, 315e, 316, 316a, 316b, 316c, 316d, 316e, 317, 317b, 318, 318a, 318b, 319, 362, 365.
a.       Pasal yang berlaku penuh (karena tdk mengenai bumi, air, kekayaan alam)
è     505, 509-518, 612-613, 826-827, 830-1130, 1131-1149, 1150-1160, Pasal-pasal tentang hipotek, krn meski mengenai tanah memang dikecualikan dari pencabutan oleh UU PA, dikurangi pasal yg tdk pernah berlaku berdasar pasal 31 Peraturan Peralihan Perundang-undangan Staatsblad 1848 Nomor 10.
b.      Pasal-pasal yang tidak berlaku lagi
(Pasal-pasal tentang benda tdk bergerak yg melulu berhubungan hak-hak tanah)
c.       Pasal-pasal yg masih berlaku tetapi tidak penuh , dlm arti tidak berlaku sepanjang mengenai bumi, air, dan kekayaan alam yg tterkandung dan masih tetap berlaku sepanjang mengenai benda-benda lain, yaitu:
-          Benda pada umumnya
-          Pasal-pasal tentang cara membedakan benda Ps. 505-530
-          Pasal-pasal tentang benda sepanjang tdk mengenai tanah Ps. 529-568
-          Pasal-pasal tentang hak milik sepanjang tdk tentang tanah Ps. 570-624
-          Pasal hak memungut hasil 756-817, hak pakai 818-829 à tdk tentang tanah
4.      Undang-undang No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yg Berkaitan dgn Tanah
a.       Ketentuan-ketentuan menegnai credietverband seluruhnya tidak berlaku lagi;
b.      Ketentuan-ketentuan mengenai hipotik sepanjang yg menyangkut pembebanan hipotek hak atas tanah beserta dgn benda-benda yg berkaitan dgn tanah tidak berlaku lagi, sedang mengenai hipotik yg menyangkut pembebanan hipotek atas benda-benda lain yg bkn hak atas tanah beserta benda yg berkaitan dgn tanah, masih tetap berlaku sampai dgn diperbaharui (Buku II KUH Pdt).
c.       Undang-undang No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

Selain UU tersebut diatas, ada beberapa perundang-undangan yg tdk mengatur secara khusus mengenai lembaga hak jaminan, namun ketentuan dlm pasal-pasalnya berkaitan dgn lembaga hak jaminan, yaitu diantaranya :
a.       UU No. 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun
b.      UU No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman
c.       UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, diubah dgn UU No. 10/1998
d.      UU No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.

C.   Tempat dan Sistem Pengaturan Hukum Jaminan




D.   Hukum Kebendaan Dalam Perspektif Hukum Perdata (KUH Pdt)
Hukum kebendaan berkat erat dgn hukum keperdataan, karena hukum benda salah satu bidang dari hukum Perdata (Frieda Husni, 2002).
Pembidangan hukum perdata (materiil) menurut ilmu pengetahuan hukum meliputi 4 bidang, yaitu:
1.      Hukum Perorangan (personenrecht)
è     Hk. Perorangan adalah ketentuan hukum yg mengatur mengenai pribadi alamiah (manusia) sbg subyek hukum dlm hukum atau mengatur hal-hal yg berkaitan dgn kecakapan seseorang dlm hukum, hak (kewajiban) subyektif sesorang serta hal-hal yg mempunyai pengaruh terhadap kedudukan sesorang sbg suyek hukum.
2.      Hukum Kekeluargaan (familierecht)
è     Hk. Kekeluargaan adalah ketentuan hkm yg mengatur mengenai hubungan antar pribadi alamiah yg berlainan jenis dlm ikatan kekeluargaan (perkawinan, perceraian, hub. Antar suami & istri, orang tua & anak, perwalian, periparan)
3.      Hukum Harta Kekayaan (vermogensrecht)
è     Hk. Harta kekayaan adalah ketentuan hukum yg mengatur mengenai hub. Hkm seseorang dgn harta kekayaan yg dikuasainya, yg melahirkan hak atas kekayaan yg bersifat absolut (diatur dlm hukum kebendaan, termasuk hukum jaminan) dan melahirkan hak atas kekayaan yg bersifat relatif (diatur dlm hukum perikatan).
4.      Hukum Kewarisan (erfrecht)
è     Hk. Kewarisan adalah ketentuan hukum yg mengatur mengani peralihan (pemindahan) hak kepemilikan harta kekayaan sesorang setelah ybs meninggal dunia (pewaris), menentukan siapa-siapa yg berhak menjadi ahli waris dan berapa besar bagiannya.
Sementara itu KUH Pdt membagi bidang hukum dalam 4 bidang (buku):
1.    Buku I tentang Orang
2.    Buku II tentang Kebendaan
3.    Buku III tentang Perikatan
4.    Buku IV tentang Pembuktian dan Daluwarsa






II.     Kebendaan Pada Umumnya

A.   Kebendaan Pada Umumnya

1.      Pengertian benda (zaak) dinyatakan dalam Pasal 499 KUH Pdt, sbb: Menurut paham undang-undang yg dinamakan dgn kebendaan ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak, yg dpt dikuasai oleh hak milik
Obyek hukum : penguasaan manusia dan mempunyai nilai ekonomis, maka dapat dijadikan sbg onye (perbuatan) hukum (MD. Badrulzaman, 1983:35). Bahkan keadaan mempunyai nilai ekonomis dpt dijadikan sbg jaminan suatu perikatan/utang tertentu dari seorang debitur thd krediturnya. à benda berwujud : barang, dan tidak berwujud (tdk dpt ditangkap pancaindra): hak/taguha tertentu seperti hak tagih, surat-surat berharga.
Dalam KUH Pdt lebih banyak mengatur mengenai benda berwujud.
Menurut Sri Soedewi Masjchoen: surat berharga = benda tidak berwujud.
Berdasar Pasal 499, 500, 501, 502 kebendaan diartiakan secara sempit dan luas:
-       Berwujud (Ps. 500), yang timbul dari: hasil alam (502 ayat (1)) dan hasil pekerjaan manusia yg diperoleh karena penanaman diatas nya (502 ayat 2)) seperti : tanaman, HKI, dll
-       Tidak Berwujud, timbul dari hubungan hukum/hasil perdata : piutang-piutang/penagihan yg blm dapat ditagih (501) , penagihan-penagihan lainnya (502 ayat (2)), seperti: uang sewa, uang peti, uang bunga, dll.
-        

Nieuw Burgerlijkwetboek (New BW) à roende dan onroerende
Amerika Serikat à movable dan immovable
Taiwan & Jepang à movables dan immovables

Ketentuan Pasal 509, 510, 511 KUH Pdt mengkategorikan kebendaan bergerak (bersifat dapat berpindah/ dipindahkan tempat tanpa mengubah wujud, fungsi dan hakikatnya kebendaan bergerak krn undang-undang),  benda tidak bergerak sebalikya. Benda bergerak dibagi 2 jenis:
-          Benda bergerak krn sifatnya bergerak à kapal, penggilingan (dikecualikan kapal sama/lebih 20m³ dianggap benda tidak bergerak/tetap).
-          Benda bergerak krn ketentuan UU yg mengharuskan, yaitu berupa hak-hak benda bergerak ( hak pakai atas benda bergerak, hak atas bunga yg diperjanjikan, hak penagihan/piutang atas benda bergerak, saham-saham, surat berharga lainnya).
Kebendaan tidak bergerak (tetap) Pasal 506, 507, 508 KUH Pdt dan 314 KUH Dagang, dikategorikan 3 golongan:
-          Kebenda karena sifatnya tidak bergerak (tidak dpt dipindahkan/ dipindah tempat): à tanah dan yg melekat padanya, (penggilingan kecuali yg ditentukan Pasal 510), pohon dan buah-buahnya.

-          Kebenda krn peruntukannya, krn menyatu sbg bagian dari kebendaan yg tdk bergerak à kebendaan dlm pabrik yg tertancap/terpaku, yaitu: barang-barang hasil pabrik, pengemblengan besi, dan sejenisnya, kecuali tempat api, tong, perkakas

-          Kebendaan yg dihubungkan dgn kebendaan tidak bergerak à guna dipakai selamanya, yaitu jika dilekatkan kepadanya dgn pekerjaan menggali, pekerjaan kayu/batu, atau bilamana kebendaan tsb tdk dpt dilepaskan dgn memutus/merusaknya, atau dgn tdk memutus/merusak dari kebendaan tdk bergerak yg dilekati.

-          Kebendaan yg krn UU ditetapkan sbg kebendaan tdk bergerak à hak pakai hasil & pakai barang tak bergerak, hak guna usaha, gugatan guna menuntut pengembalian/ penyerahan kebendaan tdk bergerak. Kapal dgn ukuran isi kotor sekurang-kurangnya 20m³ atau yg dinilai sama dgn itu.

Pasal 612 : (1) Penyerahan benda bergerak, kecuali yg tdk berwujud, dilakukan dgn penyerahan yg nyata atas nama pemilik, atau dgn penyerahan kunci-kunci dari bangunan, dimana kebendaan itu berada. (2) Penyerahan tdk perlu dilakukan, bila kendaraan yg hrs diserahkan, dgn alasan hak lain telah dikuasi oleh orang yg hendak menerimanya.
Pasal 613 : (1) Penyerahan piutang-piutang atas nama & kebendaan tdk berwujud lainnya à dgn membuat akta autentik/ di bawah tangan, dilimpahkan kpd orang lain. (2) Penyerahan yg demikian bagi yg berutang tidak ada akibatnya, tetapi setelah penyerahan itu diberitahukan kdpnya/ tertulis disetujui dan diakuinya. (3) Penyerahan piutang krn surat bawa dilakukan dgn penyerahan surat itu; penyerahan piutang krn surat tunjuk dilakukan dgn penyerahan surat disertai dgn endosemen.

Pasal 616 : penyerahan benda tdk bergerak hrs dilakukan dgn balik nama dgn membukukannya dlm register umum.

UU No 4 tahun 1996, khususnya pembebanan kebendaan tidak bergerak berupa tanah, tidak lagi dilakukan dgn hipotek, tetapi dilakukan pembebanan Hak Tanggungan. Sementara itu kebendaan tidak bergerak lain selain tanah dilakukan pembebanan dgn menggunakan lembaga hak jaminan hipotek.

Kebendaan bergerak tidak dikenal daluarsa, sebab penguasa (bezitter) benda bergerak dianggap sbg pemilik (eigenaar) dari benda tsb. Namun benda tidak bergerak dikenal daluarsa diatur dlm Pasal 1963 KUH Pdt. 20 thn dianggap memiliki jika berdasar alas/dasar hak, dan 30 thn jika tidak berdasar atau alas hak. à kadaluarsa khusus untuk tanah berlaku UU No. 5 tahun 1960.

Pasal 503 “tiap-tiap Kebendaan adalah berwujud (bertubuh0 atau tidak berwujud”.

Pasal 505 “Tiap-tiap kebendaan bergerak adalah dapat dihabiskan atau tak dapat dihabiskan”.


Pembedaan kebendaan yg dapat diganti dan kebendaan yg tidak dapat diganti tidak disebutkan secara tegas di dalam KUH Pdt, tapi nyatanya ada pada pelbagai ketentuan dalam KUH Pdt, diantaranya dlm bagian mengenai perjanjian penitipan barang (bewaargeving).

Penitipan barang diatur dlm Buku III pasal 1694 s/d pasal 1739 KUH Pdt.
Pasal 1694 KUH Pdt menyatakan : Penitipan adalah terjadi, apabila seseorang menerima sesuatu barang dari orang lain, dgn syarat bahwa ia akan menyimpan dan mengembalikan dlm wujud aslinya. à artinya yg dititipi wajib mengembalikan dalam wujud asal, artinya barang titipan tadi tidak boleh diganti dgn benda lain, hrs in natura seperti asalnya pada saat dititipkan. Dgn demikian obyek perjanjian penitipan barang hanya kebendaan yg krn pemakaiannya tdk habis/musnah.
Jika yg dititipkan uang Pasal 1714 KUH Pdt à jumlah dan mata uang yg dikembalikan hrs sama seperti yg dititipkan, baik mata uang tsb telah naik/turun nilainya. Lain jika uang dijadikan pinjaman, debitur cukup mengembalikan uang dgn jumlah sama, kendati dgn mata uang berbeda.


Pasal 1296 : Suatu perikatan dpt dibagi-bagi/ tidak dapat dibagi-bagi sekadar perikatan tsb mengenai suatu barang yg penyerahannya, atau suatu perbuatan yg pelaksanaannya dpt dibagi-bagi atau tidak dapat dibagi-bagi, baik secara nyata maupun secara perhituangan.
Pasal 1297 à kebendaan yg semula kebendaan yg dpt dibagi-bagi dpt dinyatakan sbg kebendaan yg tdk dpt dibagi-bagi krn sifat dari perikatan atau perjanjiannya.
Dalam perikatan yg obyeknya benda ddpt dibagi, prestasi dpt dilakukan secara sebagian demi sebagian à sedangkan dlm perikatan yg obyeknya tidak dapat dibagi, pemenuhan prestasi  harus utuh (Abdulkadir Muhammad, 1993).

Ini penting bagi pelaksanaan perjanjian & pelunasan jaminan utang. Pembedaan didasarkan Ps. 1334 KUH Pdt à obyek suatu perjanjian tidak harus benda-benda yang sudah ada, akan tetapi dapat berupa benda-benda yg akan ada di kemudian hari, misal : jual beli gabah yg belum dipanen.
Utk perjanjian hibah harus benda yg sudah ada sesuai Ps. 1667.
Pasal 1332 à obyek suatu perjanjian hanyalah kebendaan yg ada atau dapat diperdagangkan. Pada dasarnya semua kebendaan milik subyek hukum dapat dijadikan obyek perjanjian, sehingga kebendaan tsb secara bebas dpt diperdagangkan & dihibahkan atau diwariskan.
9.      Kebendaan yang Terdaftar dan yang Tidak Terdaftar
Tidak diatur dalam KUH Pdt, tapi tersebar ke dalam pelbagai peraturan, sesuai jenis kebendaannya, di antaranya dalam peraturan pendaftaran tanah, pendaftaran kendaraan bermotor, peraturan pendaftaran HKI. à dimaksudkan utk menjamin kepastian hak kepemilikan atas benda-benda yg didaftarkan tsb & meudahkan negara utk memungut pajak.

B.   Hak Kebendaan Pada Umumnya

1.    Pengertian Hak Kebendaan

a.    Wirjono Prodjodikoro: Hak kebendaan itu bersifat mutlak, dimana dalam hal gangguan oleh orang ketiga, pemilik hak benda dapat melaksanakan haknya thd siapapun. à Di dalam hak kebendaan tetap ada hubungan langsung antara seorang dan benda, bagaimanapun juga ada campur tangan dari orang lain. Adapun hak perorangan bersifat relatif (hanya dpt melaksanakan haknya thd orang yg turut serta membuat perjanjian).
Dimuka hakim : Dalam pemeriksaan perkara perdata jelas perbedaannya. Artinya, kalau seseorang penggugat di muka hakim mendasarkan gugatan pada suatu perjanjian, sedang menurut hakim ia harus mendasarkan gugatan pada (yg sama tujuannya) padahal lain, misalnya pada suatu perbuatan melanggar hukum, hakim hrs tdk menerima gugatannya dan penggugat harus memajukan perkara baru yg berdasar secara benar.  

2.             Ciri hak Kebendaan (Sri Soedewi Masjochoen Sofwan, 1981).
Meskipun sumir (tidak mutlak), namun ada perbedaan antara hak kebendaan dan hak perseorangan. Titik beratnya berlainan misal:
Sifat absolut : hak penyewa mendapatkan perlindungan berdasarkan pasal perbuatan melawan hukum.
Sifat droit suite, misalnya hak sewa senantiasa mengikuti bendanya, perjanjian sewa tidak akan putus dgn berpindah/dijualnya barang yg disewa. 
Sifat prioritas, yaitu hak perseorangan kita temui adanya hak yg lebih dulu terjadinya dimenangkan dgn hak yg terjadi kemudian, misalnya pembeli/penyewa pertama berhadapan dgn pembeli/penyewa kedua.
Ciri-ciri kebendaan:
-   Bersifat mutlak à dapat dikuasai oleh siapapun & dpt dipertahankan
-   Terjadinya krn adanya hubungan seseorang thd suatu benda, krn itu pemenuhannya tdk secepat dibanding dgn hak perseorangan
-   Selalu mengikuti benda (droit de sut/ zaaksgevolg) à mengikuti bendanya
-   Mengenal tingkatan/pertingkatan à hak kebendaan lebih tinggi yang terdahulu daripada yg kemudian
-   Lebih diutamakan (droit de preference) à hak istimewa thd pemegangnya
-   Setiap pemegang hak kebendaan dpt mengajukan gugatan thd siapaun juga yg menggangu/berlawanan dgn kebendaan yg dipegangnya
-   Dapat dipindahkan/diasingkan à dapat dipindahkan secara penuh kpd siapa pun jika dibandingkan hak perorangan.

3.             Pembedaan Hak Kebendaan.

Setelah UU No.5/1960, sebagian hak-hak kebendaan yg diatur dlm Buku II KUH Pdt tidak berlaku, karena telah diadakan yg baru oleh UU tsb.

Apabila dikaji lebih lanjut materi hukum kebendaan Buku II UH Pdt & dihubungkan dgn berlakunya UU No. 5/1960, hak kebendaan dpt dibedakan atas:
a.  Hak kebendaan yg memberi kenikmatan kpd pemilik, baik thd bendanya sendiri maupun benda milik orang lain, seperti: hak bezit, hak milik, hak pakai, dan hak mendiami.
b. Hak kebendaan yg memberi jaminan kpd pemegangnya, yaitu seperti gadai utk jaminan kebendaan bergerak, hipotek utk jaminan kebendaan atas kapal laut & pesawat terbang, hak tanggungan utk jaminan kebendaan bagi tanah, atau fidusia utk jaminan kebendaan bergerak yg tdk dpt digadaikan.
c.  Hak yang memberi jaminan, tetapi bkn lembaga hak jaminan kebendaan, namun hak yg bersangkutan tsb mempunyai sifat kebendaan, seperti hak privelege, retensi, dan cessie.

III.           Lembaga Jaminan

Istilah jaminan merupakan terjemahan zekerheid/cautie, yaitu kemampuan debitur utk memenuhi/ melunasi perutangannya kpd kreditor, yg dilakukan dgn cara menahan benda tertentu yg bernilai ekonomis sbg tanggungan atas pinjaman atau utang yg diterima debitur th kreditornya.
Dalam perbankan, istilah “jaminan” dibedakan dgn “agunan” :
Berdasar UU No.14 / 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan, tidak dikenal istilah “agunan” yg ada “jaminan”.
Dalam UU No.7 / 1992 tentang Perbankan yg diubah dgn UU No. 10 Tahun 1998,  memberikan pengertian yg tidak sama dgn istilah “jaminan” menurut UU No. 14/1967.
Jaminan menurut UU No. 14/1967 diberi istilah “agunan/tanggungan”
Jaminan (lebih luas) menurut UU No. 10/1998 diberi arti lain, yaitu “keyakinan atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur tk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dgn diperjanjikan”. à terkait : character, capacity, capital, condition of economy dari debitur
Agunan (lebih sempit) menurut UU No. 10/1998 diberi arti, yaitu “agunan adalah jaminan tambahan yg diserahkan nasabah debitur kpd bank dlm rangka pemberian fasilias kredit/ pembiayaan berdasar prinsip Syariah. à berkaitan dgn barang
Disimpulkan : jaminan itu suatu tanggungan yg dpt dinilai dgn uang, yaitu berupa kebendaan tertentu yg diserahkan debitur kepada kreditur sbg akibat dari suatu hubungan perjanjian utang piutang atau perjanjian lain.

B.      Persyaratan dan Kegunaan Kebendaan Jaminan
Tidak semua kebendaan atau hak-hak (piutang-piutang) dpt dijadikan sebagai jaminan utang, terkecuali kebendaan jaminan ybs telah memenuhi persyaratan utk dijadikan sbg jaminan utang. à harus berupa suatu benda/hak yg bernilai uang, dan berupa benda/hak yg boleh dialihkan.
Kegunaan kebendaan jaminan tsb, untuk :
1.    Memberikan hak & kekuasaan kpd kreditor utk mendapat pelunasan dari agunan bila debitur cidera janji.
2.    Menjamin agar debitur berperan serta dlm transaksi utk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan meninggal proyek/pekerjaannya diminimalisasi
3.    Mendorong debitur utk memenuhi janjinya, agar debitur/ pihak ketiga yg ikut menjamin tdk kehilangan kekayaan yg telah dijaminkan (BI, 1994 dan Thomas Suyatno, 1995).
Pemberian kredit oleh perbankan berdasarkan 5 C :
1.    Penilaian agunan (Collateral)
2.    Watak (character)
3.    Kemampuan (capacity)
4.    Modal (capital)
5.    Propek usaha (Condition of Economy)


Pasal 1131 “ Segala kebendaan si berutang, baik yg bergerak maupun yg tidak bergerak, baik yg sudah ada maupun yg baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan utk segala perikatan perseorangan”

Pasal 1132 “Kebendaan tsb menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yg mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut kesimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yg sah utk didahulukan.

Maka disimpulkan pembedaan (lembaga hak) jaminan berdasarkan sifatnya, yaitu jaminan yg bersifat umum dan khusus (diperjanjikan secara khusus antara debitur & kreditur). à Jaminan khusus dpt dibedakan : hak jaminan kebendaan (kebendaan tertentu) dan hak jaminan perseorangan (adanya seseorang/ badan hukum yg bersedia menjamin pelunasan utang tertentu bila debitur wanprestasi).

                                   

Skema Pembedaan & Jenis Jaminan

         

Berdasar Pasal 1131 & 1132 KUH Pdt, sesama kreditor konkuren mempunyai hak yg sama (part passu) utk menuntut pemenuhan piutang thd segala harta kekayaan kebendaan debitur.

Pasal 1131 KUH Pdt dpt disimpulkan asas-asas hubungan kreditor sbg berikut:
1.                  Seorang kreditor boleh mengambil pelunasan dari setiap bagian dari harta kekayaan debitur.
2.                   Setiap bagian kekayaan debitur dapat dijual guna pelunasan tagihan kreditor.
3.                   Hak tagihan kreditor hanya dijamin dgn harta benda debtur saja, tidak dgn persoon debitur
Asas persamaan kreditor ini dpt dikecualikan sebagaimana klausul terakhir ketentuan Pasal 1132, bahwa asas persamaan antara kreditor.dpt disimpangi dgn adanya hak utk didahulukan di antara kreditor. à jika ada kreditor yg memiliki hak preferensi, sehingga kreditor ybs menjadi kreditor preferent. à Hak preferensi timbul karena ditentukan UU atau diperjanjikan.
Kreditor preferen 1133 KUH Pdt :
·              Pemegang piutang yg diistimewakan (hak privelege).
·              Pemegang jaminan khusus : pemegang hak gadai, hak hipotek, hak tanggungan, hak fidusia


Perjanjian jaminan tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya perjanjian pendahuluan/ pokok yg mendahuluinya. à maka perjanjian jaminan merupakan perjanjian asesor/tambahan.

Sifat asesor dpt menimbulkan akibat hukum tertenti:
1.                  Ada & hapusnya perjanjian jaminan itu tergantung & ditentukan oleh perjanjian pendahuluanya
2.                  Bila perjanjian pendahuluan batal, maka dgn sendirinya perjanjian jaminan juga batal.
3.                  Bila perjanjanjian pendahuluan beralih, maka dgn sendirinya perjanjian jaminan juga ikut beralih
4.                  Bila perjanjian pendahuluan beralih karena cessie, subrogatie, maka perjanjian jaminan ikut beralih tanpa penyerahan khusus.
5.                   Bilak perjanjian jaminannya berakhir/ hapus juga.

F.           Sifat Perjanjian Jaminan
Perjanjian pembebanan jaminan dpt lisan (tradisional) dan tertulis (moderen), secara tertulis dapat berupa akta bawah tangan dan akta otentik.

Akta otentik:
1.                     Akta tsb dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yg berwenang utk itu
2.                   Bentuk akta dan tata cara pembuatannya telah ditentukan oleh/ atau dm UU

Pembebanan perjanjian lembaga hak jaminan yg diwajibkan dengan akta autentik, antara lain :
1.                   Akta hipotek kapal à Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal
2.                   Surat Kuasa Membebankan Hipotek (SKMH) à Notaris
3.                   Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) à PPAT
4.                   Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) à Notaris/PPAT
5.                   Akta Jaminan Fidusia (AJF) à Notaris

UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Pasal 1:
Notaris adalah pejabat umum yg satu-satunya berwenang utk membuat akta autentik mengenai semua pembuatan, perjanjian, dan penetapan yg diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yg berkepentingan dikehendaki utk dinyatakan dlm suatu akta autentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kpd pejabat lain.


IV. Gadai (Pand)

A.   Istilah dan Perumusan Gadai
Istilah lembaga hak jaminan “gadai” ini merupakan terjemahan kata pand atau vuistpand (bhs. Belanda), pledge atau pawn (bhs. Inggris), dalam hukum adat disebut cekelan.
Ps. 1150 KUH Pdt : “Gadai adalah suatu hak yg diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yg diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yg memberikan kekuasaan kpd si berpiutang utk mengambil pelunasan dari barang tsb secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya;  dgn kekecualian biaya utk melelang barang tsb dan biaya yg telah dikeluarkan utk menyelamatkan setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan”.
Ps. 1152 KUH Pdt : pemegang gadai mempunyai hak utk menuntut kembali barang-barang yg digadaikan yg telah hilang/ dicuri orang dari tangannya dari tangan siapapun barang-barang yg digadaikan itu diketemukannya dlm jangka waktu 3 tahun.
B.   Sifat dan Ciri-Ciri Hak Gadai
Berdasar Pasal 1150 KUH Pdt:
                                1.     Obyek/ barang-barang yg gadai adlaah kebendaan yg bergerak yg berwujud maupun tdk berwujud à Ps. 1150, 1153
                                2.     Gadai merupakan hak kebendaan atas barang-barang yg bergerak milik seseorang à 1152 (3) juncto Pasal 528 KUH Pdt. à jika barang hilang maka kreditor pemegang hak gadai berhak menuntut kembali.
                                3.     Hak gadai memberikan kedudukan diutamakan kpd kreditor pemegang hak à 1133, 1150
                                4.     Kebendaan atau barang-barang yg digadaikan hrs berada di bawah penguasaan kreditor pemegang hak gadai atau pihak ketiga atas nama pemegang hak gadai. à 1150, 1152
                                5.     Gadai bersifat asesor pada perjanjian pokok/pendahuluan.
                                6.     Gadai bersifat tidak dapat dibagi-bagi à membebani secara utuh obyek kebendaan/ barang-barang yg digadaikan & setiap bagian daripadanya.



C.   Obyek Hukum Gadai
Pada dasarnya semua kebendaan bergerak dpt menjadi obyek hukum hak gadai sebagaimana juga diatur dalam SE. BI. No. 4/248/UPPL/PK tanggal 16 Maret 1972. Namun menurut SE. BI. Tsb tidak semua jenis kebendaan bergerak dpt dibebani dengan gadai, terdapat jenis kebendaan bergerak lainnya yg dibebani dgn jaminan fidusia.
Kebendaan bergerak dalam hal ini dpt berwujud atau tidak berwujud berupa piutang atau tagihan-tagihan dlm bentuk surat-surat berharga : surat berharga atas pengganti, atas pembawa, atas nama. à apakah peraturan umum tentang gadai semua berlaku atas barang bergerak tidak berwujud ? pada sarjana berpendapat harus dilihat dulu, apakah peraturan tsb menimbulkan kejanggalan & akibat-akibat yg merugikan (namun utk gadai hak-hak tagihan dianggap tidak berlaku), (J. Satrio, 2002:92).
-       Dlm praktek suatu piutang/tagihan akan diterima sbg jaminan kredit, bank akan lebih memilih memakai cessie sbg jaminan daripada lembaga jaminan gadai. à Surat berharga atas tunjuk dan atas bawa
-       Gadai atas surat berharga atas pengganti, yg memuat piutang-piutang yg memungkinkan pembayaran uang kpd prang yg disebut dlm surat itu atau kpd penggantinya, makapenggadaiannya dilakukan dgn endosemen (penyebutan haknya dialihkan kpd pemegang gadai), disamping penyerahan secara fisik.

Berdasar Pasal 1150 KUH Pdt, subyek hukum gadai yaitu pihak yg ikut serta dalam membentuk perjanjian gadai, yaitu:
-          Pihak yg memberikan jaminan gadai (pemberi gadai/pandgever)
-          Pihak yg menerima jaminan gadai (penerima gadai/pandnemer).
Jika kebendaan jaminan dialihkan pad pihak ketiga atas kesepakatan kreditor dan debitur maka pihak ketiga dinamakan sebagai pihak ketiga pemegang gadai sesuai pasal 1152 (1).
Pasal 1156 (2) memberikan kemungkinan barang yg digadaikan utk jaminan utang tidak harus kebendaan bergerak milik, namun bisa juga kebendaan bergerak milik orang lain yg digadaikan. 
E.    Terjadinya Hak Gadai
Utk terjadinya gadai diperlukan 2 unsur mutlak;
1.      Ada perjanjian pemberian gadai (perjanjian gadai)
2.      Ada penyerahan kebendaan yg digadaikan dari debitur (pemberi gadai) kepada kreditur (pemegang gadai)
Pasal 1152 (1) :
1.      Barang gadai harus diletakkan di bawah penguasaan kreditor (pemegang gadai), meski ini tidak berarti kepemilikan beralih kpd kreditor, pemegang gadai memiliki hak retentie, yaitu hak menahan barang gadai sampai utang debitur lunas.
2.      Berdasar kesepakatan keduabelah pihak, maka barang gadai dapat diletakkan di bawah penguasaan pihak ketiga.
Pasal 1152 (2):
Hak gadai menjadi tidak sah apabila barang gadai tetap dalam penguasaan debitur atau[un krn kemamuan kreditor diserahkan kembali penguasaannya kpd debitur, dgn kata lain hak gadainya menjadi tidak sah. à “Tidak sah adalah hak gadai atas segala benda yg dibiarkan tetap dalam kekuasaan yg berutang atau pemberi gadai, ataupun yg kembali atas kemauan penerima gadai”

Meski barang gadai dalam penguasaan kreditor atau pihak ketiga pemegang gadai, tidak menutup kemungkinan barang gadai yg sama digadaikan kpd kreditor lainnya, sehingga terdapat dua kreditor atau lebih atas satu barang gadai yg sama. à 1136 à pemegang gadai pertama memilliki hak lebih tingggi, bahkan jika dilakukan ekseskusi harus melakukan penjualan terlebih dahulu, baru kemudian sisanya diberikan kpd pemegang gadai lainnya (J. Satrio, 2002:98).

F.    Prosedur dan Persyaratan Pemberian Pinjaman Gadai
Prosedur peminjaman gadai pada pegadaian tdk serumit peminjaman melalui perbankan.
Barang yg akan digadai terlebih dahulu dinilai dgn cara (utk barang gudang selain emas dan permata), dinilai dgn melihat Harga Pasar Setempat (HPS) barang gadai tersebut.
Utk barang kantong berupa emas, dinilai melihat Harga Pasar Pusat (HPP) dan Standar Taksiran Logam (STL).
Utk permata, dinilai dengan melihat Standar Taksiran Permata (STP).
Penaksiran hanya boleh dilakukan oleh Pejabat Penaksir yg ditunjuk dan didik khusus utk tugas itu.

G.   Larangan untuk Menjanjikan Klausul Milik Beding dalam Perjanjian Gadai
Janji dalam perjanjian gadai yg memberikan kpd pemegang gadai utk memiliki kebendaan bergerak yg digadaikan secara serta-merta bila debitur pemberi gadai wanprestasi tidak diperkenankan atau dilarang utk diperjanjikan. Bila klausul beding ini diperjanjikan, maka klausul tsb dianggap batal demi hukum. à 1154
Larangan Pasal 1154 jika diperjanjikan sebelumnya, sebelum debitur wanprestasi, tapi jika debitur wanprestasi, benda gadai dapat menjadi milik kreditor. Membuat persetujuan antara kreditor dan debitur pemberi gadai, sesudah adanya wanprestasi bahwa kreditor akan mengoper/mengalihkan benda gadai dgn imbangan pelunasan utang debitur, tidak dilarang. (J. Satrio, 2002:116).
H.   Hak dan Kewajiban Para Pihak


-          Berhak menuntut bila barang gadai hilang/mundur karena kelalaian pemegang gadai
-          Berhak mendapat pemberitahuan sebelum barang gadai akan dijual
-          Berhak mendapat kelebihan atas penjualan barang gadai setelah dikurangi pelunasan hutang

b.      Kewajiban Pemberi Gadai
-          Berkewajiban menyerahkan barang sampai utang dilunasi (jumlah pokok atau + bunga).
-          Berkewajiban melunasi hutang, terutama dlm penjualan barang yg digadaikan
-          Berkewajiban memberi ganti rugi atas biaya-biaya yg dikeluarkan pemegang gadai utk menyelamatkan barang yg digadaikan
-          Jika sudah diperjanjikan, pemberi gadai hrs menerima jika pemegang gadai menggadaikan lagi barang tsb.

2.      Hak dan Kewajiban Pemegang Gadai (1150-1160)

a.       Hak Retentie Pemegang Gadai à 1159 (1)
è  Selama pemegang gadai tidak menyalahgunakan barang gadai, maka pihak berhutang tidak dapat menuntut pengembalian, sebelum melunasi hutang, beserta biaya yg dikeluarkan utk menyelamatkan barang gadai.
è  Jika ada hutang kedua, maka barang gadai tidak wajib dikembalikan sebelum hutang kedua lunas
b.      Hak Parate Eksekusi dan Preferensi Pemegang Gadai à 1155
c.       Hak kreditor Mendapatkan Penggantian Biaya Perawatan Barang Gadai
Ps. 1157(2) menentukan kreditor berhak meminta penggantian atas segala biaya yg berguna dan perlu utk menyelamatkan/merawat barang gadai.
d.      Hak Kreditur Atas Bunga Benda Gadai
Ps. 1158 menentukan kreditur mempunyai hak atas bunga gadai, termasuk dividen atas saham atau obligasi.
e.       Berbagai Kewajiban Pemegang Gadai
Ps.1157 (1) pemegang gadai bertanggung jawab atas hilang/berkurangnya nilai kebendaan yg digadaikan.
Ps. 1156 (2), (3) pemegang gadai wajib memberitahu debitur

I.       Hapusnya Hak Gadai
KUH Pdt tidak mengatur secara khusus, namun merujuk pasal 1150 – 1160 KUH Pdt dasar hapusnya gadai dapat dirumuskan sbb:
                                8.          Hapusnya perjanjian pokok/pendahuluan yg dijamin dgn gadai, sehingga hapusnya perjanjian gadai mengaju 1831 KUH Pdt tentang hapusnya krn:
a.         Pelunasan
b.        Perjumpaan utang (kompensasi)
c.         Pembaharuan utang (novasi)
d.        Pembebasan utang
                                9.          Lepasnya benda yg digadaikan dari penguasaan kreditor pemegang hak gadai, bisa dikarenakan:
a.         Pencurian à 1152 (3)
b.        Dilepasnya barang gadai oleh pemegang gadai secara sukarela
c.         Hapusnya benda yg digadaikan
                            10.          Pencampuran à pemegang gadai sekaligus menjadi pemilik barang yg digadaikan
                            11.          Penyalahgunaan barang gadai oleh kreditor (pemegang gadai) à 1159
Pelunasan kredit gadai : dengan melunasi pada saat jatuh tempo atau hasil penjualan lelang barang jaminan à jika penjualan tetap kurang utk pelunasan, maka sisanya tetap menjadi tanggung jawab nasabah.
Dalam pelunasan kredit gadai di Perusahaan Pegadaian, juga dimungkinkan pelunasan ulang gadai melalui transaksi pelunasan :
1.         Ulang gadai à memperbarui kredit dgn membayar bunga saja
2.         Minta tambah à minta tambah uang pinjaman
3.         Mencicil à memperbarui kredit dgn membayar bunga/sewa modal & mengurangi/mencicil sebagian uang pinjamana.
4.         Tebus sebagian à Menebus sebagian jaminan dengan cara membayar bunga/sewa modal seluruhnya & membayar uang pinjaman barang jaminan yg ingin ditebus


V.     Jaminan Fidusia
Para pengarang menyebut kembaga fidusia ini dgn bermacam-macam, tergantung pada penekanannya :

Fiducia cum creditora (kepercayaan yg dibuat kreditor) à zaman Romawi
Isi janji yg dibuat debitur dgn kreditor adalah debitur akanmengalihkan kepemilikan atas suatu benda sbg jaminan utangnya dgn kesepakatan bhw debitur tetap akan menguasai fisiknya dan kreditor akan mengalihkan kembali bilamana utangnya sudah lunas.
1.         Bezitloos pand à gadai tanpa bezit à krn yg menguasai benda tetap debitur
2.         Een verkapt pandrecht à gadai terselubung
3.         ..........
4.         ...........
10.  Pandrechtverruiming à gadai yg diperluas
11.  Hypotheek of roerend goed à menurut Sri Soedewi, Mariam D. Badrulzaman
Fidusia berasal dari kata fiduciair atau fides : kepercayaan, yakni penyerahan hak milik atas benda berdasar kepercayaan sgb jaminan (agunan) bagi pelunasan hutang.
Pasal 1 angka 1 UU no. 41/1999 tentang Jaminan Fidusia: “Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dgn ketentuan bahwa benda yg hak kepemilikannya dialihkan tsb tetap dlm penguasaan pemilik benda”
à hak kepemilikan secara yuridis beralih kepada kreditor tetapi, tapi secara hek kepemilikan ekonomis tetap dlm penguasaan pemilik.
Pasal 1 angka 2 : “Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yg berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yg tdk dpt dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dlm UU No. 4 / 1996 tentang Hak Tanggungan, yg tetap berada dlm penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yg memberikan kedudukan yg diutamakan kpd penerima fidusia terhadap kreditor lainnya.
B. Sifat dan Ruang Lingkup

1. Sifat dan ciri-Ciri Fidusia

                                  i.              Perjanjian fidusia merupakan perjanjian obligatoir
Ketentuan dlm Pasal 1 ayat (2) UU Fidusia mengartikan jaminan fidusia adalah lembaga gak jaminan (agunan) yg bersifat kebendaan (zakelijkzekerheid, security right in rem) yg memberikan kedudukan yg diutamakan/didahulukan kpd penerima fidusia thd kreditor lainnya.
Sebagai hak kebendaan (yg memberikan jaminan), dgn sendirinya sifat & ciri-ciri hak kebendaan melakat pada jaminan fidusia, bukan merupakan perjanjian obligatoir yg bersifat perorangan. à ketentuan yg memaksa seperti dalam gadai tidak dapat diterapkan terhadapnya.

                                ii.              Sifat Accessoir dari Perjanjian Jaminan Fidusia
UU Fidusia  menyatakan bahwa pembebanan jaminan fidusia sebagai agunan bagi pelunasan utang, yg berarti merupakan perjanjian ikutan, buntut, atau ekor dari perjanjian pokoknya.
Pasal 4 menjelaskan, bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari perjanjian pokok yg menimbulkan kewajiban bagi para pihak utk memenuhi suatu prestasi yg berupa memebrikan sesuatu, berbuat, yg dpt dinilai dgn uang. à berarti kelahiran & kebendaan perjanjian jaminan fidusia ditentukan oleh adanya perjanjian pokok.
Sbg perjanjian accessoir memiliki sifat:
-      Sifat ketergantungan thd perjanjian pokok
-      Keabsahan ditentukan semata-mata oleh sah tidaknya perjanjian pokok
-      Sebagai perjanjian bersyarat à dpt dilaksanakan jika ketentuan dalam perjanjian pokok telah/tidak dipenuhi (Gunawan dan Ahmad, 2000:125).

                              iii.              Sifat Droit de Suite dari Fidusia: Fidusia sbg Hak Kebendaan.
Pasal 20 UU Fidusia : Jaminan Fidusia tetap mengikuti benda yg menjadi obyek Jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda tsb berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yg menjadi obyek Jaminan Fidusia.
Penjelasan Pasal 20 UU Fidusia : mengakui prinsip Droit de Suite yg telah merupakan bagian dri peraturan per Uuan Indonesia dlm kaitannya dgn hak mutlak atas kebendaan (in rem). à pemberian sifat hak kebendaan ini utk memberi kedudukan kuat kpd pemegang hak kebendaan à meski benda tersebut berpindah tangan.
Pasal 21 (3) : Benda yg menjadi Jaminan Fidusia yg telah dialihkan sebagaimana dalam ayat (1) wajib diganti oleh pemberi fidusia dgn obyek yg setara.
Pasal 21 (4) : Dalam hal Pemberi Fidusia cedera janji, maka hasil pengalihan dan/ atau tagihan yg timbul krn pengalihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), demi hukum menjadi obyek Jaminan Fidusia pengganti dari obyek Jaminan Fidusia yang dialihkan.  à otomatis à utk kasus hibah harusnya tidak berlaku.
Pasal 22 : Pembeli benda yg menjadi obyek Jaminan Fidusia yg merupakan benda persediaan, bebas dari tuntutan, meskipun pembeli tsb mengetahui tentang adanya Jaminan Fidusia itu, dgn ketentuan bahwa pembeli telah membayar lunas harga penjualan benda tsb sesuai dgn harga pasar. à utk melindungi secara hukum pembeli benda yg dijadikan obyek Jaminan Fidusia.
                              iv.              Fidusia Memberikan Kedudukan Diutamakan (sifat Droit de Preference)
Droit de Preference = hak mendahulu-i / diutamakan

(1)   Penerima Fidusia memiliki hak yg didahulukan thd kreditor lainnya
(2)   Hak yg didahulukan sebagaimana dimaksud dlm ayat (1) adalah Hak Penerima Fidusia utk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yg menjadi obyek jaminan Fidusia.
(3)   Hak yang didahulukan dari Penerima Fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan dan/atau likuidasi Pemberi Fidusia. à meski sedang pailit tapi penerima fidusia tetap berhak.
Pasal 28 UU Fidusia : Apabila atas benda yg sama menjadi obyek Jaminan Fidusia lebih dari 1 (satu) perjanjian Jaminan fidusia, maka hak yg didahulukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, diberikan kpd pihak yg lebih dahulu mendaftarkan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia.
     Bila Pasal 28 ini dihubungkan dgn Pasal 17 yg melarang pemberi fidusia mendaftarkan ulang thd benda yg menjadi obyek fidusia maka disimpulkan bahwa yg dilarang adalah fidusia ulang atas benda yg sama yg sudah terdaftar. à akan timbul kerancuan jika ditafsirkan debitur memfidusiakan dengan lebih dari 1 kreditor dgn pertimbangan kreditor pertama belum memfidusiakan.
2.  Obyek Jaminan Fidusia

Pasal 2 UU Fidusia : Undang-undang ini berlaku thd setiap perjanjian yg bertujuan utk membebani benda dgn jaminan fidusia.
                                                                                             ii.                   Berarti suatu hubungan hukum yg mempunyai ciri-ciri fidusia, berlaku UU Fidusia meski tidak berjudul “fidusia”.
Sebelum UU Fidusia, umumnya obyek jaminan fidusia adalah benda bergerak : benda dalam persediaan, benda dagangan, piutang, peralatan mesin, kendaraan bermotor. Setelah UU Fidusia ada, yaitu :
1.    Benda bergerak berwujud
2.    Benda bergera yg tidak berwujud
3.    Benda yg tidak bergerak, yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan.

Pasal 1 angka 4 UU Fidusia: Benda adalah segala sesuatu yg dpt dimiliki dan dialihkan, baik yg berwujud ataupun tidak berwujud, yg terdaftar maupun yg tdk terdaftar, yg bergerak maupun tdk bergerak yg tdk dapat dibebani hak tanggungan atau Hipotek
Pasal 3 huruf a UU Fidusia : Berdasar ketentuan ini, maka bangunan di atas tanah milik orang lain yang tidak dapat dibebani dgn hak tanggungan berdasarkan UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, daat dijadikan Obyek Jaminan Fidusia.
Pasal 9 UU Fidusia : (1) Jaminan fidusia dpt diberikan thd satu atau lebih satuan atau jenis benda, termasuk piutang, baik yg telah ada pada saat jaminan diberikan yg diperoleh kemudian.
(2) Pembebanan jaminan atas benda atau piutang yg diperoleh kemudian sebagaimana dimaksud dlm ayat (1) tdk perlu dilakukan dg perjanjian jaminan tersendiri.
Utang yg Dijamin dgn Jaminan Fidusia
Pengertian utang dan piutang telah dirumuskan dalam UU Fidusia. Utang adalah kewajiban yg dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang, baik mata uang Indonesia atau mata uang lain, baik secara langsung maupun kontijen (Ps 1 angka 7). Piutang adalah hak utk menerima pembayaran (Ps 1 angka 3).
Pasal 7 UU fidusia : Utang yg pelunasannya dijamin dgn fidusia dapt berupa :
                                                                                               i.          Utang yang telah ada
                                                                                             ii.          Utang yang akan timbul dikemudian hari yg telah diperjanjikan dlm jumlah tertentu
                                                                                           iii.          Utang yg pada saat eksekusi dpt ditentukan jumlah berdasarkan perjanjian pokok yg menimbulkan kewajiban memenuhi suatu prestasi
3. Subyek Jaminan Fidusia
= adalah mereka yg mengikat  diri dlm perjanjian Jaminan Fidusia

Pasal 1 angka 5
Pemberi fidusia : bisa orang perseorangan atau korporasi pemilik benda yg menjadi obyek Jaminan Fidusia à dari pengertian tsb berarti Pemberi Fidusia tdk hrs debiturnya sendiri, bisa pihak lain, dlm hal ini bertindak sbg penjamin pihak ketiga, yaitu mereka yg merupakan merupakan pemilik obyek Jaminan Fidusia yg menyerahkan benda miliknya utk dijadikan sbg Jaminan Fidusia.

C. Pembebanan Jaminan Fidusia

Pasal 5 (1) UU Fidusia : Pembebanan benda dgn Jaminan Fidusia dibuat dgn akta notaris dlm bahasa Indonesia dan merupakan Akta Jaminan Fidusia.
                iii.                   Ketentuan pasal tersebut tidak tertulis keharusan/kewajiban, sehingga dpt ditafsirkan akta notaris tidak mutlak.
No
Nilai Penjaminan
Besar Biaya
1
<  50.000.000
50.000
2
> 50.000.000 – 100.000.000
100.000
3
>100.000.000 – 250.000.000
200.000
4
>250.000.000 - 500.000.000
500.000
5
>500.000.000 – 1.000.000.000
1.000.000
6
>1.000.000.000 – 2.500.000.000
2.000.000
7
>2.500.000.000 – 5.000.000.000
3.000.000
8
>5.000.000.000 – 5.000.000.000
5.000.000
9
>10.000.000.000
7.500.000

          Pasal 6 UU Fidusia :
            “Akta Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dlm Pasal 5 sekurang-kurangnya memuat” :
1.         Identitas Pemberi dan Penerima Fidusia à orang/badan hukum
2.         Uraian data perjanjian pokok
3.         Uraian data benda jaminan
4.         Nilai penjamin à besarnya beban/nominal yang dicantumkan
5.         Nilai benda obyek jaminan à tidak diatur siapa yg menetukan menentukan nilai obyek tsb (sedangkan dalam jaminan hipotek & hak tanggungan tdk diharuskan)
6.         Nomor, Jam, Hari, dan Tanggal Akta Jaminan Fidusia
7.         Janji-janji

D. Pendaftaran Jaminan Fidusia

1.      Maksud dan Tujuan :
a.    Memberikan kepastian hukum
b.        Melahirkan ikatan Jaminan Fidusia bagi kreditor
c.         Memberikan hak yg didahulukan kpd kreditor dibandingkan kreditor lain.
d.        Memenuhi asas publisitas

2.      Kewajiban Pendaftaran Jamian Fidusia

Pasal 11 (1) : Benda yg dibebani dgn Jaminan Fidusia wajib didaftarkan
Pasal 11: Pendaftaran benda yg dibebani dgn Jaminan Fidusia dilaksanakan di tempat kedudukan Pemberi Fidusia, dan pendaftarannya mencakup benda, baik yg berada di dalam maupun di luar wilayah negara Republik Indonesia utk memenuhi asas publisitas, sekaligus merupakan jaminan kepastian thd kreditor lainnya mengenai benda yg dibebani Jaminan Fidusia.

Pasal 13 (1) : Permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia dilakukan oleh Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya dgn melampirkan pernyataan pendaftaran Fidusia.
Pasal 14 (3): Jaminan fidusia lahir pd tgl yg sama dgn tgl dicatatnya Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia
Sertifikat Jaminan Fidusia memperoleh kekuatan hukum tetap dgn adanya “kekuatan eksekutorial”
Apabila ada kesalahan penulisan dalam Sertifikat Jaminan Fidusia, maka max 60 hari setelah penerimaan sertifikat.
E.  Pengalihan dan Hapusnya Jaminan Fidusia


Menurut KUH Pdt bahwa peralihan hak atas suatu piutang yg timbul dari perikatan, dpt terjadi karena cessie, subrogasi, novasi, atau sebab lain.

Peralihan hak atas piutang pada Jaminan Fidusia, ketentuan Pasal 19 UU Fidusia:
(1)Pengalihan hak atas piutang yg dijamin dgn fidusia, mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban Penerima Fidusia kpd kreditor baru.
(2) Beralihnya Jamina Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didaftarkan oleh kreditor baru kpd Kantor Pendaftaran Fidusia.
Menurut Penjelasan Pasal 19, bahwa “pengalihan hak atas piutang” dimaksud, dikenal dgn istilah cessie, yaitu pengalihan piutang yg dilakukan dgn akta autentik atau akta di bawah tangan.
Pasal 23 (1) UU Fidusia:
“Dengan tdk mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 21, apabila Penerima Fidusia setuju bhw Pemberi Fidusia dpt menggunakan, menggabungkan, mencampur, atau mengalihkan benda atau hasil benda yg menjadi obyek Jaminan Fidusia, atau menyetujui melakukan penagihan atau melakukan kompromi atas piutang, maka persetujuan stb tdk berarti bahwa Penerima Fidusia melepaskan Jaminan Fidusia.

3. Tanggung Jawab Penerima Fidusia atas Akibat atau Kelalaian Pengguna dan Pengalih Benda Jaminan Fidusia oleh Pemberi Fidusia

Pasal 24 UU Fidusia:
Penerima fidusia tidak menanggung kewajiban atas akibat tindakan atau kelalaian Pemberi Fidusia baik yg timbul dari perbuatan melanggar hukum sehubungan dgn penggunaan dan pengalihan benda yg menjadi obyek Jaminan Fidusia.

4. Hapusnya Jaminan Fidusia

Pasal 25 UU Fidusia :
Jaminan Fidusia hapus karena hal-hal sbg berikut:
a.                      Hapusnya utang yg dijamin dgn fidusia
b.                     Pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh Penerima Fidusia; atau
c.                      Musnahnya benda yg menjadi obyek Jaminan Fidusia
è       Jika benda tsb musnah, namun diasuransikan, maka klaim asuransi menjadi pengganti obyek Jaminan Fidusi

5. Pencoretan Pendaftaran Jaminan Fidusia

Pasal 26 UU Fidusia:
(1)      Dengan hapusnya Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud Pasal 25, Kantor Pendaftaran Fidusia mencoret pencatatan Jaminan Fidusia dari Buku Daftar Fidusia
(2)      Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan surat keterangan yg menyatakan Sertifikat Jaminan Fidusia ybs tidak berlaku lagi.

F.       Eksekusi Obyek Benda Jaminan Fidusia

Pasal 19 (1) UU Fidusia:
Apabila debitur atau Pemberi Fidusia cedera janji, eksekusi thd benda yg menjadi obyek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dgn cara:
a.       pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dlm Pasal 15 ayat (2) oleh Penerima Fidusia;
b.      penjualan benda yg menjadi obyek Jaminan Fidusia atas kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan; (parate eksekusi)
c.         penjualan di bawah tangan yg dilakukan berdasarkan kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia jika dgn cara demikian dpt diperoleh harag tertinggi yg menguntungkan para pihak.

Ketentuan pasal ini tidak menutup kemungkinan kreditor menembuh eksekusi biasa melalui gugatan ke pangadilan.

Cedera janji : bisa berupa lalainya debitur memenuhi kewajiban pelunasannya pada saat utangnya sudah matang ytk ditagih, maupun tidak dipenuhi janji-janjinya yg diperjanjikan, dabik dlm perjanjian pokok maupun perjanjian penjaminannya, sekalipun utangnya sendiri pada saat itu belum matang utk ditagih (J.Satrio, 2002a : 319).

Eksekusi berdasarkan Sertifikat Jaminan Fidusia atau titel eksekutorial disebut juga eksekusi berdasar grosse akta. Akta lain yg memiliki titel dan eksekusi seperti ini adalah:
a.    Akta Hipotek berdasar Pasal 224 HIR /  258 RBg
b.    Akta Pengakuan Hutang berdasar Pasal 224 HIR / 258 RBg
c.    Akta Pemberian Hak Tanggungan berdasar UU No. 4 Tahun 1996

Eksekusi Jaminan Fidusia atas Benda Perdagangan dan Efek yg dpt Diperdagangkan diatur dalam Pasal 31 UU Fidusia:
Dalam hal benda yg menjadi obyek Jaminan Fidusia terdiri atas benda perdagangan atau efek yg dpt dijual di pasar atau di bursa, penjualannya dpt dilakukan di tempat-tempat tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kewajiban Penerima Fidusia diatur dalam Pasal 34 UU Fidusia :
(1)               Dalam hal hasil eksekusi melebihi nilai penjamin, Penerima Fidusia wajib mengembalikan kelebihan tsb kpd Pemberi Fidusia
(2)               Apabila hasil eksekusi tidak mencukupi utk pelunasan utang, debitur tetap bertanggung jawab atas utang yg belum terbayar.

Cara eksekusi fidusi bersifat mengikat sesuai Pasal 29 dan Pasal 31 UU Fidusia:
a.                   Secara fiat eksekusi melalui titel eksekutorial yg ada pada Sertifikat Jaminan Fidusia;
b.                   Secara parate eksekusi melalui pelelangan umum
c.                   Secara penjualan di bawah tangan berdasarkan kesepakatan pemberi fidusia dan penerima fidusia;
d.                  Penjualan di pasar atau bursa perdagangan bagi benda perdagangan atau efek yg dapat diperdagangkan.
Pasal 32 UU Fidusia :
Setiap janji utk melaksanakan eksekusi thd benda yg menjadi obyek Jaminan Fidusia dengan cara yg bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 31, batal demi hukum.


Pengaturan ketentuan lembaga hak jaminan hipotek dalam Buku Kedua Titel Kedua puluh satu Pasal 1162 s/d 1232 KUH Pdt. Pembebanan hipotek sbg jaminan hutang dilakukan berdasar Overschrijvings Ordonantie.
Dalam UU No.5 tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria, sudah diadakan/ disediakan suatu lembaga hak jaminan yg kuat (Hak Tanggungan) yg dpt dibebankan pada hak atas tanah. à akhirnya diundangkan UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah à selanjutnya disebut UU Hak Tanggungan.
B.   Perumusan Pengertian dan Ciri-ciri Hipotek

Pasal 1162 KUH Pdt tentang Hipotek :
Hipotek adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tidak bergerak utk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan.

Hak hipotek mirip hak gadai: sama-sama sbg hak jaminan kebendaan, namun bedanya hak gadai merupakan dibebankan kepada kebendaan bergerak, dan hak hipotek merupakan hak jaminan kepada kebendaan tidak bergerak.

Selanjutnya KUH Pdt menyatakan :
Pasal 1167 : Benda bergerak tidak dapat dibebani dgn hipotek
Pasal 1171 (1) : hipotek hanya dpt diberikan dgn suatu akta autentik, kecuali dalam hal-hal yg dgn tegas ditunjuk oleh UU.
Pasal 1175 (1) : hipotek hanya dpt diletakkan atas benda-benda yg sudah ada. Hipotek atas benda-benda yg baru akan ada di kemudian hari adalah batal.
Pasal 1176 (1) : Suatu hipotek hanyalah sah, sekadar jumlah uang utk mana ia telah diberikan adalah tentu dan ditetapkan didalam akta.

Perumusan hipotek dan pasal-pasal lain dalam KUH Pdt menghasilkan perumusan “hipotek adalah hak kebendaan aatu benda tiadk bergerak (benda tetap), utk pelunasan uang tertentu, yg memberikan kedudukan yg diutamakan atau mendahulu kpd pemegangnya. Dgn demikian hipotek mempunya ciri-ciri:
1.      Hipotek merupakaan suatu hak kebendaan atas benda-benda yg tdk bergerak;
2.      Hipetek merupakan lembaga hak jaminan utk pelunasan hutang (sejumlah uang) tertentu yg sebelumnya diperjanjikan dlm suatu akta, karenanya pemegang hipotek tdk berhak menguasai/memiliki kebendaan jaminan itu.
3.      Walau tidak diperkenankan menguasi/memiliki, namun diperkenankan utk diperjanjikan menual atas kekuasaan sendiri berdasarkan parate eksekusi kebendaan jaminannya jika debitur wanprestasi (Ps. 1178 KUH Pdt).
4.      Memberikan kedudukan yg diutamakan/mendahulu kpd pemegang hipotek (Ps 1133, 1134 (2), 1198)
5.      Mudah pelaksanaan eksekusinya (Pasal 1178 (2)).
Sifat-Sifat Hipotek
Pasal 1163 (2) : Benda-benda itu tetap dibebani dgn hak tsb, di dalam tangannya siapapun ia berpindah.
Pasal 1179 à hipotek hrs didaftarkan dalam register umum, jika tidak maka dianggap tdk memiliki kekuatan apapun.
Pasal 1174 à pengikatan hipotek hanya dapat dilakukan atas benda-benda yg disebutkan/ ditunjuk secara khusus, baik menyangkut bentuk bendanya, sifat bendanya, letak bendanya, ukuran bendanya, dll.
Pasal 1181 àsuatu kebendaan jaminan hipotek dpt dibebani lebih dari satu utang/ kreditor. Shg akan terdapat beberapa Pemegang Hipotek peringkat Pertama, Kedua, dst. à maka pemegang hipotek terdahulu lebih istimewa/didahulukan
Pasal 1184 à peringkat Pemegang Hipotek tsb tdk hanya berlaku bagi pelunasan piutang pokoknya saja, tapi juga berlaku bagi pelunasan bunga dari piutang pokoknya.
Pasal 1133 (1) à menyebutkan bahwa privelege. Gadai, dan hipotek mempunyai hak utk didahulukan di antara piutang-piutang yg ada.
Pasal 1134 (2) à piutang atas gadai dan hipotek lebih didahulukan/ tinggi dari privelege, yg eksistensinya diberikan oleh UU .
Pasal 1176 (1) à akta hipotek hrs disebutkan secaar pasti jumlah (jumlah tertentu) yang yg merupakan utang yg dibebani dgn hipotek.


Pasal 1164 à pada dasarnya obyek hipotek itu kebendaan tidak bergerak (kebendaan tetap), baik tetap krn sifatnya, peruntukannya dan UU, termasuk pelbagai hak kebendaan atas tanah.

Diluar KUH pdt terdapat benda dalam perspektif KUH Pdt merupakan benda bergerak, berhubung dpt berpindah-pindah atau dipindahkan, namun ketika benda itu hendak dibebankan sbg jaminan utang, maka pembebanannya dilakukan dgn hipotek, yaitu thd kapal-kapal yg ukuran volume kotor paling sedikit 20m³ sebagaimana Pasal 314 (3) dan (4)KUH Dagang.

Subyek Hipotek

Subyek hipotek yakni mereka yg membentuk perjanjian penjamin hipotek, yg terdiri atas pihak yg memberikan benda jaminan hipotek, yg dinamakan dgn Pemberi Hipotek (hypotheekgever) dan pihak yg menerima benda jaminan hipotek, yg dinamakan Pemegang Hipotek.

Pasal 1168 “ Hipotek tidak dapat diletakkan selainnya oleh siapa yg berkuasa memindahtangankan benda yg dibebani “


Hipotek merupakan lembaga hak jaminan yg lahir krn diperjanjikan sebelumnya, beda dgn à privelege yg lahirnya karena UU. Maka pembebanan/ pemberian hipotek didasarkan pada perjanjian pemberian jaminan hipotek yg diadakan debitur (Pemberi Hipotek) atau kuasanya dan kreditor (Pemegang Hipotek) dan dilakukan di hadapan perjabat terntentu.

Pasal 1171 (1) à hipotek hanya dpt diberikan dgn akta otentik, kecuali dlm hal lain yg ditunjuk secara tegas oleh UU.

Surat Kuasa Memasang Hipotek

Pada kenyataan tdk semua yang berpiutang (kreditor) langsung memasang hipotek atas kebendaan yg dijaminkan. Pada umumnya mereka hanya berbekal surat kuasa memasang hipotek yg dibuat oleh Pemberi Hipotek, yg akan dipergunakan pd waktu pihak yg berutang (debitur) cidera janji. à hal ini sering dilakukan dlm praktek perkreditan perbankan.



Akta Hipotek

Akta hipotek merupakan akta autentik yg dibuat oleh atau di hadapan notaris sebagai pejabat umum, yg berisi pemberian hipotek kpd kreditor tertentu sbg jaminan utk pelunasan piutangnya.

Akibat Hukum Hipotek terhadap Pihak Ketiga yang Menguasai Benda yg Dibebani dgn Jaminan Hipotek
         
Salah satu ciri dan sifat hipotek sbg hak kebendaan, yaitu hak hipotek tetap mengikuti ke mana dan berada di tangan siapa benda yg menjadi obyek jaminan hipotek, sekalipun telah berpindah atau dipindahkan kpd pihak ketiga, shg kreditor (Pemegang Hipotek) yg hipoteknya telah didaftarkan, dpt menuntut hak hipotek atas benda yg menjadi obyek jaminan hipotek yg telah diperjanjikan dlm tangan siapa pun bendanya itu berada.

Pasal 1198 à dpt diketahui bhw hipotek ternyata dpt mengikat pihak ketiga yg menguasai benda yg dibebani dgn hipotek, dlm artian bahwa benda yg berada dlm penguasaan pihak ketiga akan tetap terbebani hipotek, sepanjang benda yg menjadi obyek jaminan hipotek masih dibebani dgn hipotek
                     

Pasal 309 (1) KUH Dagang à dpt diketahui bhw semua perahu atau alat layar (vaartuig), dgn nama dan macam apa pun, termasuk dlm pengertian kapal. à sehingga yg termasuk ini dapat juga alat apung / bangunan terapung.

Sifat karakteristik dari suatu kapal menurut hukum publik hrs diberi tanda kebangsaan suatu negara tertentu.
Kapal yg telah memperoleh nasionalitas/kebangsaan negara tertentu, berhak utk mendapat hak khusus menurut hukum internasional:
a.       Kapal tsb dibawah yurisdiksi negara benda kapal dlm hal pengaturan administratif à kelaikan laut & hukum pidana atas kejahatan awak kapal yg dilakukan di aatas kapal ybs.
b.      Negara bendera kapal berkewajiban utk melaksanakan kewajiban internasional atas kapal yg membawa benderanya
c.       Kapal ybs memperoleh keuntungan perlindungan dari negara bendera kapal yg diberikan pd warga negaranya
d.      Registrasi/pendaftaran dianggap sbg bukti pemilikan (evidence of title) walaupun di berbagai negara bukti itu tidak mutlak.

Pasal 314 (3) dan (40 KUH Dagang maupun ketentuan Pasal 49 UU NO. 21/1992 serta Pasal 60 UU No. 17/2008:  maka kapal yg sudah terdaftar dlm daftar kapal Indonesia dpt dijadikan sbg jaminan utang dgn dibebani hipotek, yg diatur lebih lanjut oleh menteri yg bertugas dan bertanggung jawab di bidang pelayaran.

Penghipotekan Atas Pesawat Udara

Dalam hukum perdata, status hukum pesawat udara merupakan benda tidak bergerak . Hal ini menyangkut aspek pemberian status menurut klasifikasi hukum perdata khususnya tentang kebendaan yg masih dianut oleh mayoritas negara di dunia.

Ketentuan Pasal 9, 10, dan 12 UU No. 15 tahun 1992 tentang Penerbangan. Pasal 9 ditetapkan bhw pesawat udara yg akan dioperasikan di Indonesia wajib mempunyai tanda pendaftaran Indonesia, terkecuali pesawat udara sipil yg tdk didaftarkan di negara lain & memenuhi salah satu ketentuan syarat dibawah ini:
a.       Dimiliki oleh warga negara Indonesia/ BH Indonesia
b.      Dimiliki oleh WN asing / BH asing dan dan dioperasikan oleh WNI/ BH Indonesia utk jangka waktu minmal 2 tahun secara terus menerus berdasar perjanjian sewa beli, sewa guna usaha, atau bentuk perjanjian lainnya
c.       Dimiliki oleh instansi pemerintah
d.      Dimiliki oleh lemabag tertentu yg diizinkan pemerintah
Pasal 12 UU No. 15/1992 à pesawat udara, baik itu pesawat terbang maupun helikopter yg sudah terdaftar dan memiliki tanda kebangsaan Indonesia dpt dijadikan sbg jaminan utang dgn dibebani jaminan hipotek.
Cara Hapusnya dan Pencoretan (roya) hipotek

Hapusnya hipotek disebutkan dlm ketentuan pasal 1209 KUH Pdt:
Hipotek hapus:
1.      Karena hapusnya perikatan pokok àkrn sifat accessoir
2.      Karena pelepasan hipoteknya oleh si berpiutang à setiap orang bebas utk menggunakan/ tidak menggunakan hak yg dipunyainya.
3.      Karena penetapan tingkat oleh Hakim à sehubungan dgn pembersihan (zuivering) benda yg menjadi obyek hipote

VII.   Hak Tanggungan Atas Hak Atas Tanah
Dalam penjelasan umum atas UU No. 4 tahun 1996 dikemukakan bhw dalam Pasal 51 UU PA sudah disediakan lembaga hak jaminan yg kuat yg dpt dibebankan pada hak atas tanah, yaitu Hak Tanggungan, sbg pengganti lembaga Hypotheek dan Credietverband.
Hal-hal yg diatur dlm UU Hak Tanggungan berdasar Angka 6 Penjelasan Umum UUHT :
“hak tanggungan yg diatur dlm UU ini pada dasarnya adalah Hak Tanggungan yg dibebankan pada hak atas tanah. Namun kenyataannya seringkali terdapat benda-benda berupa bangunan, tanaman, dan hasil karya, yang secara tetap merupakan satu kesatuan dgn tanah yg dijadikan jaminan tersebut. Sebagaimana diketahui Hukum Tanah Nasional didasarkan pada hukum adat, yg menggunakan asa pemisahan horizontal. Sehubungan dengan itu, maka dalam kaitannya dgn bangunan, tanaman, dan hasil karya tersebut, Hukum Tanah Nasional menggunakan juga asa pemisahan horizontal, Dalam rangka asas pemisahan horizontal, benda-benda yg merupakan satu kesatuan dgn tanah ... ...............................................................................................
Sedangkan bangunan yg menggunakan ruang bawah tanah, yg secara fisik tidak ada hubungan dgn bangunan yg ada di atas permukaan bumi di atasnya, tidak termasuk dlm pengaturan ketentuan mengenai Hak Tanggungan menurut UU ini. Oleh sebab itu, UU ini diberi judul UU tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dgn Tanah, dan dapat disebut UU Hak Tanggungan.

VIII.    Hak-Hak Yang Diistimewakan

Hak privelege atas piutang (Tagihan yang diistimewakan)
Pasal 1133 KUH Pdt menyebut 3 hak kebendaan yg memberikan kedudukan yg mendahulu kpd pemegangnya : privelege, gadai, hipotek.
Di luar KUH Pdt terdapat 2 hak lainnya : Hak Tanggungan atas tanah dan Jaminan Fidusia, yg memberikan kedudukan yg mendahulu.
Privelege diatur dalam Pasal 1131 s/d Pasal 1149 KUH Pdt, terdiri dari tiga bagian yg mengatur mengenai hal-hal sbg berikut :
1.      Piutang-piutang yg diistimewakan pada umumnya
2.      Hak-hak istimewa yg mengenai benda-benda tertentu
3.      Hak-hak istimewa atas semua benda bergerak dan tidak bergerak pada umumnya.

Secara yuridis pengertian privelege dirumuskan Pasal 1134 (1) KUH Pdt :
Hak istimewa ialah suatu hak yg oleh UU diberikan kpd seseorang berpiutang, sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifatnya piutang.


Suatu figur yg bukan merupakan hak kebendaan, tetapi pembicaraanya dilakukan dlm hukum benda, yaitu retentie.
Hak retentie (rect van terughouding) adalah hak yg diberikan oleh UU atau karena perjanjian kpd kreditor utk menahan sesuatu kebendaan di dlm penguasaannya sampai piutang pemilik kebendaan itu dilunasi oleh debitur ybs. à hak demikian karena adanya piutang/tagihan yg blm dibayar oleh debitur kpd kreditor, karenanya kreditor menahan kebendaan yg bertalian dgn piutang tsb.

Pasal-pasal dlm KUH Pdt yg mengatur dlm hak retentie :
-          Pasal-pasal 5677, 575, 579 mengenai hak bezitter yg beritikad baik
-          Pasal 715 à hak pemegang HGB
-          Pasal 725 à hak pemilik tanah
-          Pasal 834 à hak ahli waris
-          Pasal 1159 à hak pemegang gadai
-          Pasal 1616 à hak seorang buruh
-          Pasal 1729 à hak penerima titipan
-          Pasal 1812 à hak seorang penerima kuasa



























Husni, Frieda. 2002. Hukum Kebendaan Perdata: Hak-hak yng Memberi Jaminan Jilid 2. Jakarta: Ind-Hill Co.

HS, Salim. 2004. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta: raja Grafindo Persada.

Satrio, J.   2002. Hukum Jaminan Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Tiong, Oey Hoey. 184. Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani. 2002. Jaminan Fidusia. Jakarta: Grafindo Persada.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
UU Pokok No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman
UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
UU No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan Tanah


*Diterima 1 Januari 2014

Comments

Popular posts from this blog

Jurnal PERLINDUNGAN HUKUM WARALABA SEBAGAI ALTERNATIF PENGEMBANGAN USAHA ( Hartanto & Erna Tri R R )

( Buku Monograf) PERSPEKTIF KEADILAN DAN KESEIMBANGAN PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK