HKI Nomor C22201700406 Hukum Jaminan 1 Januari 2014
https://pdki-indonesia.dgip.go.id/index.php/hakcipta/UnB0OW9vdGZKM0VlY29KcGdKZVFaZz09?q=C22201700406&type=1
Buku Hukum Jaminan
( HKI Nomor C22201700406 )
I. Hukum Jaminan (umum)
A.
Istilah & Pengertian
Hukum Jaminan
Istilah hukum jaminan merupakan
terjemahan dari : Security of Law. Zekerheidsstelling/ zekerheidsrechten.
Menurut seminar Hukum Jaminan Badan
Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman 9-11 Oktober 1978 , intinya
“ketentuan hukum yg mengatur hubungan hukum antara pemberi jaminan (debitur) dan
penerima jaminan (kreditor) sgb akibat pembebanan suatu utang tertentu (kredit)
dgn suatu jaminan (benda/orang tertentu).
Menurut J.Satrio : “Peraturan hukum yg
mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditor terhadap debitur”. à secara singkat: Hukum tentang jaminan piutang seseorang.
Menurut Salim HS : “Keseluruhan
kaidah-kaidah hukum yg mengatur hubungan antara
pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dgn pembebanan jaminan utk
mendapatkan fasilitas kredit”.
Unsur Hk. Jaminan: serangkaian ketentuan
hukum, hubungan hukum, debitur, kreditur, jaminan (tanggungan) bagi pelunasan
utang tertentu.
B. Sumber Hukum Jaminan
1. KUH Perdata (kodifikasi hukum perdata material yg berlaku sejak
1848 berdasar asas konkordansi).
Dalam Buku II tentang Hukum Kebendaan
Dimulai
dari Bab I, dan Kesembilan Belas s/d Dua Puluh Satu (1131 s/d 1232)
·
Bab XIX tentang
piutang-piutang diistimewakan/didahulukan (1131 s/d 1149)
·
Bab XX tentang gadai (1150
s/d 1160, Pasal 1161 dihapus)
·
Bab XXI tentang Hipotek
(1162 s/d 1232)
Berdasar
UU No. 4 / 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta
Benda-Benda yg Berkaitan dgn Tanah, maka pembebanan hipotek tdk lagi
menggunakan lembaga dan/ kententuan hipotek dlm Ps. 1162 s/d 1232 KUH Pdt,
tetapi yang diluar tanah beserta benda-bendar yg terkait dgn tanah, tetap
menggunakan Pasal tsb.
Dalam Buku III tentang Perikatan
a.
Bab XVII tentang
Penanggungan Utang
-
Ps. 1820 – 1830 à Sifat penanggungan
-
Ps. 1831 – 1838 à Akibat-akibat penanggungan antara debitur & penanggung utang
-
Ps. 1839 – 1844 à Akibat-akibat penanggungan antara debitur & penanggung utang
dan antara para penanggung utang sendiri
-
Ps. 1845 – 1850 à Hapusnya penanggungan utang.
b.
Dalam Buku III ini juga
diatur mengenai jaminan hak perorangan lainnya :
-
Ps. 1278 – 1295 Perikatan
tanggung-menanggung (Tanggung renteng)
-
Ps. 1316 Tentang Garansi
-
2.
KUH Dagang (terjemahan dari
Wetboek van Koophandel), termuat dalam Staatsblad
1847 Nomor 23.
Pasal yang terkait dgn hukum jaminan :
314, 315, 315a, 315b, 315c, 315d, 315e, 316, 316a, 316b, 316c, 316d, 316e, 317,
317b, 318, 318a, 318b, 319, 362, 365.
a. Pasal yang berlaku penuh (karena tdk mengenai bumi, air, kekayaan
alam)
è 505, 509-518, 612-613, 826-827, 830-1130, 1131-1149, 1150-1160,
Pasal-pasal tentang hipotek, krn meski mengenai tanah memang dikecualikan dari
pencabutan oleh UU PA, dikurangi pasal yg tdk pernah berlaku berdasar pasal 31
Peraturan Peralihan Perundang-undangan Staatsblad 1848 Nomor 10.
b. Pasal-pasal yang tidak berlaku lagi
(Pasal-pasal
tentang benda tdk bergerak yg melulu berhubungan hak-hak tanah)
c. Pasal-pasal yg masih berlaku tetapi tidak penuh , dlm arti tidak
berlaku sepanjang mengenai bumi, air, dan kekayaan alam yg tterkandung dan
masih tetap berlaku sepanjang mengenai benda-benda lain, yaitu:
-
Benda pada umumnya
-
Pasal-pasal tentang cara
membedakan benda Ps. 505-530
-
Pasal-pasal tentang benda
sepanjang tdk mengenai tanah Ps. 529-568
-
Pasal-pasal tentang hak
milik sepanjang tdk tentang tanah Ps. 570-624
-
Pasal hak memungut hasil
756-817, hak pakai 818-829 à tdk
tentang tanah
4. Undang-undang No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-benda yg Berkaitan dgn Tanah
a. Ketentuan-ketentuan menegnai credietverband seluruhnya tidak
berlaku lagi;
b. Ketentuan-ketentuan mengenai hipotik sepanjang yg menyangkut
pembebanan hipotek hak atas tanah beserta dgn benda-benda yg berkaitan dgn
tanah tidak berlaku lagi, sedang mengenai hipotik yg menyangkut pembebanan
hipotek atas benda-benda lain yg bkn hak atas tanah beserta benda yg berkaitan
dgn tanah, masih tetap berlaku sampai dgn diperbaharui (Buku II KUH Pdt).
c. Undang-undang No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
Selain
UU tersebut diatas, ada beberapa perundang-undangan yg tdk mengatur
secara khusus mengenai lembaga hak jaminan, namun ketentuan dlm pasal-pasalnya berkaitan
dgn lembaga hak jaminan, yaitu diantaranya :
a. UU No. 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun
b. UU No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman
c. UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, diubah dgn UU No. 10/1998
d. UU No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
C. Tempat dan Sistem Pengaturan Hukum Jaminan
D. Hukum Kebendaan Dalam Perspektif Hukum Perdata (KUH Pdt)
Hukum kebendaan berkat erat dgn hukum keperdataan, karena hukum
benda salah satu bidang dari hukum Perdata (Frieda Husni, 2002).
Pembidangan
hukum perdata (materiil) menurut ilmu pengetahuan hukum meliputi 4 bidang,
yaitu:
1. Hukum Perorangan (personenrecht)
è Hk. Perorangan adalah ketentuan hukum yg mengatur mengenai pribadi
alamiah (manusia) sbg subyek hukum dlm hukum atau mengatur hal-hal yg berkaitan
dgn kecakapan seseorang dlm hukum, hak (kewajiban) subyektif sesorang serta
hal-hal yg mempunyai pengaruh terhadap kedudukan sesorang sbg suyek hukum.
2. Hukum Kekeluargaan (familierecht)
è Hk. Kekeluargaan adalah ketentuan hkm yg mengatur mengenai
hubungan antar pribadi alamiah yg berlainan jenis dlm ikatan kekeluargaan
(perkawinan, perceraian, hub. Antar suami & istri, orang tua & anak,
perwalian, periparan)
3. Hukum Harta Kekayaan (vermogensrecht)
è Hk. Harta kekayaan adalah ketentuan hukum yg mengatur mengenai
hub. Hkm seseorang dgn harta kekayaan yg dikuasainya, yg melahirkan hak atas
kekayaan yg bersifat absolut (diatur dlm hukum kebendaan, termasuk hukum
jaminan) dan melahirkan hak atas kekayaan yg bersifat relatif (diatur dlm hukum
perikatan).
4. Hukum Kewarisan (erfrecht)
è Hk. Kewarisan adalah ketentuan hukum yg mengatur mengani peralihan
(pemindahan) hak kepemilikan harta kekayaan sesorang setelah ybs meninggal
dunia (pewaris), menentukan siapa-siapa yg berhak menjadi ahli waris dan berapa
besar bagiannya.
Sementara itu KUH Pdt membagi bidang
hukum dalam 4 bidang (buku):
1. Buku I tentang Orang
2. Buku II tentang Kebendaan
3. Buku III tentang Perikatan
4. Buku IV tentang Pembuktian dan Daluwarsa
II.
Kebendaan Pada Umumnya
A. Kebendaan Pada Umumnya
1. Pengertian benda (zaak) dinyatakan dalam Pasal 499 KUH Pdt, sbb:
Menurut paham undang-undang yg dinamakan dgn kebendaan ialah tiap-tiap barang
dan tiap-tiap hak, yg dpt dikuasai oleh hak milik
Obyek hukum : penguasaan manusia dan
mempunyai nilai ekonomis, maka dapat dijadikan sbg onye (perbuatan) hukum (MD.
Badrulzaman, 1983:35). Bahkan keadaan mempunyai nilai ekonomis dpt dijadikan
sbg jaminan suatu perikatan/utang tertentu dari seorang debitur thd krediturnya.
à benda berwujud : barang,
dan tidak berwujud (tdk dpt ditangkap pancaindra): hak/taguha tertentu seperti
hak tagih, surat-surat berharga.
Dalam KUH Pdt lebih banyak mengatur
mengenai benda berwujud.
Menurut Sri Soedewi Masjchoen: surat
berharga = benda tidak berwujud.
Berdasar Pasal 499,
500, 501, 502 kebendaan diartiakan secara sempit dan luas:
- Berwujud (Ps. 500), yang timbul dari: hasil alam (502 ayat
(1)) dan hasil pekerjaan manusia yg diperoleh karena penanaman diatas
nya (502 ayat 2)) seperti : tanaman, HKI, dll
- Tidak Berwujud, timbul dari hubungan hukum/hasil perdata : piutang-piutang/penagihan
yg blm dapat ditagih (501) , penagihan-penagihan lainnya (502 ayat (2)),
seperti: uang sewa, uang peti, uang bunga, dll.
-
Nieuw
Burgerlijkwetboek (New BW) à
roende dan onroerende
Amerika
Serikat à movable dan immovable
Taiwan
& Jepang à movables dan immovables
Ketentuan
Pasal 509, 510, 511 KUH Pdt mengkategorikan kebendaan bergerak (bersifat dapat berpindah/ dipindahkan tempat
tanpa mengubah wujud, fungsi dan hakikatnya kebendaan bergerak krn
undang-undang), benda tidak bergerak
sebalikya. Benda bergerak dibagi 2 jenis:
-
Benda bergerak krn sifatnya
bergerak à kapal, penggilingan
(dikecualikan kapal sama/lebih 20m³ dianggap benda tidak bergerak/tetap).
-
Benda bergerak krn ketentuan
UU yg mengharuskan, yaitu berupa hak-hak benda bergerak ( hak pakai atas benda
bergerak, hak atas bunga yg diperjanjikan, hak penagihan/piutang atas benda
bergerak, saham-saham, surat berharga lainnya).
Kebendaan tidak
bergerak (tetap) Pasal 506, 507, 508 KUH Pdt dan
314 KUH Dagang, dikategorikan 3 golongan:
-
Kebenda karena sifatnya
tidak bergerak (tidak dpt dipindahkan/ dipindah tempat): à tanah dan yg melekat padanya, (penggilingan kecuali yg ditentukan
Pasal 510), pohon dan buah-buahnya.
-
Kebenda krn peruntukannya,
krn menyatu sbg bagian dari kebendaan yg tdk bergerak à kebendaan dlm pabrik yg tertancap/terpaku, yaitu: barang-barang
hasil pabrik, pengemblengan besi, dan sejenisnya, kecuali tempat api, tong,
perkakas
-
Kebendaan yg dihubungkan dgn
kebendaan tidak bergerak à
guna dipakai selamanya, yaitu jika dilekatkan kepadanya dgn pekerjaan menggali,
pekerjaan kayu/batu, atau bilamana kebendaan tsb tdk dpt dilepaskan dgn
memutus/merusaknya, atau dgn tdk memutus/merusak dari kebendaan tdk bergerak yg
dilekati.
-
Kebendaan yg krn UU
ditetapkan sbg kebendaan tdk bergerak à hak pakai hasil & pakai barang tak bergerak, hak guna usaha,
gugatan guna menuntut pengembalian/ penyerahan kebendaan tdk bergerak. Kapal
dgn ukuran isi kotor sekurang-kurangnya 20m³ atau yg dinilai sama dgn itu.
Pasal 612 : (1) Penyerahan benda bergerak, kecuali yg tdk
berwujud, dilakukan dgn penyerahan yg nyata atas nama pemilik, atau dgn
penyerahan kunci-kunci dari bangunan, dimana kebendaan itu berada. (2)
Penyerahan tdk perlu dilakukan, bila kendaraan yg hrs diserahkan, dgn alasan
hak lain telah dikuasi oleh orang yg hendak menerimanya.
Pasal 613 : (1) Penyerahan piutang-piutang atas nama &
kebendaan tdk berwujud lainnya à dgn
membuat akta autentik/ di bawah tangan, dilimpahkan kpd orang lain. (2)
Penyerahan yg demikian bagi yg berutang tidak ada akibatnya, tetapi setelah
penyerahan itu diberitahukan kdpnya/ tertulis disetujui dan diakuinya. (3)
Penyerahan piutang krn surat bawa dilakukan dgn penyerahan surat itu;
penyerahan piutang krn surat tunjuk dilakukan dgn penyerahan surat disertai dgn
endosemen.
Pasal 616 : penyerahan benda tdk bergerak hrs dilakukan dgn balik
nama dgn membukukannya dlm register umum.
UU No 4 tahun 1996, khususnya pembebanan kebendaan tidak bergerak
berupa tanah, tidak lagi dilakukan dgn hipotek, tetapi dilakukan pembebanan Hak
Tanggungan. Sementara itu kebendaan tidak bergerak lain selain tanah dilakukan
pembebanan dgn menggunakan lembaga hak jaminan hipotek.
Kebendaan bergerak tidak dikenal daluarsa, sebab penguasa
(bezitter) benda bergerak dianggap sbg pemilik (eigenaar) dari benda tsb. Namun
benda tidak bergerak dikenal daluarsa diatur dlm Pasal 1963 KUH Pdt. 20 thn
dianggap memiliki jika berdasar alas/dasar hak, dan 30 thn jika tidak berdasar
atau alas hak. à kadaluarsa khusus untuk tanah berlaku UU No.
5 tahun 1960.
Pasal 503 “tiap-tiap Kebendaan adalah
berwujud (bertubuh0 atau tidak berwujud”.
Pasal
505 “Tiap-tiap kebendaan bergerak adalah dapat dihabiskan atau tak dapat
dihabiskan”.
Pembedaan
kebendaan yg dapat diganti dan kebendaan yg tidak dapat diganti tidak
disebutkan secara tegas di dalam KUH Pdt, tapi nyatanya ada pada pelbagai
ketentuan dalam KUH Pdt, diantaranya dlm bagian mengenai perjanjian penitipan
barang (bewaargeving).
Penitipan
barang diatur dlm Buku III pasal 1694 s/d pasal 1739 KUH Pdt.
Pasal
1694 KUH Pdt menyatakan : Penitipan adalah terjadi, apabila seseorang menerima
sesuatu barang dari orang lain, dgn syarat bahwa ia akan menyimpan dan
mengembalikan dlm wujud aslinya. à artinya yg dititipi wajib mengembalikan dalam wujud asal, artinya
barang titipan tadi tidak boleh diganti dgn benda lain, hrs in natura seperti
asalnya pada saat dititipkan. Dgn demikian obyek perjanjian penitipan barang
hanya kebendaan yg krn pemakaiannya tdk habis/musnah.
Jika
yg dititipkan uang Pasal 1714 KUH Pdt à jumlah dan mata uang yg dikembalikan hrs sama seperti yg
dititipkan, baik mata uang tsb telah naik/turun nilainya. Lain jika uang
dijadikan pinjaman, debitur cukup mengembalikan uang dgn jumlah sama, kendati
dgn mata uang berbeda.
Pasal
1296 : Suatu perikatan dpt dibagi-bagi/ tidak dapat dibagi-bagi sekadar
perikatan tsb mengenai suatu barang yg penyerahannya, atau suatu perbuatan yg
pelaksanaannya dpt dibagi-bagi atau tidak dapat dibagi-bagi, baik secara nyata
maupun secara perhituangan.
Pasal
1297 à kebendaan yg semula
kebendaan yg dpt dibagi-bagi dpt dinyatakan sbg kebendaan yg tdk dpt
dibagi-bagi krn sifat dari perikatan atau perjanjiannya.
Dalam
perikatan yg obyeknya benda ddpt dibagi, prestasi dpt dilakukan secara sebagian
demi sebagian à sedangkan dlm perikatan yg
obyeknya tidak dapat dibagi, pemenuhan prestasi
harus utuh (Abdulkadir Muhammad, 1993).
Ini penting bagi pelaksanaan perjanjian
& pelunasan jaminan utang. Pembedaan didasarkan Ps. 1334 KUH Pdt à obyek suatu perjanjian tidak harus benda-benda yang sudah ada,
akan tetapi dapat berupa benda-benda yg akan ada di kemudian hari, misal : jual
beli gabah yg belum dipanen.
Utk perjanjian hibah harus benda yg
sudah ada sesuai Ps. 1667.
Pasal 1332 à obyek suatu perjanjian hanyalah kebendaan yg ada atau dapat
diperdagangkan. Pada dasarnya semua kebendaan milik subyek hukum dapat
dijadikan obyek perjanjian, sehingga kebendaan tsb secara bebas dpt
diperdagangkan & dihibahkan atau diwariskan.
9. Kebendaan yang Terdaftar dan yang Tidak Terdaftar
Tidak diatur dalam KUH Pdt, tapi
tersebar ke dalam pelbagai peraturan, sesuai jenis kebendaannya, di antaranya
dalam peraturan pendaftaran tanah, pendaftaran kendaraan bermotor, peraturan
pendaftaran HKI. à
dimaksudkan utk menjamin kepastian hak kepemilikan atas benda-benda yg
didaftarkan tsb & meudahkan negara utk memungut pajak.
B. Hak Kebendaan Pada Umumnya
1. Pengertian Hak Kebendaan
a. Wirjono Prodjodikoro: Hak kebendaan itu bersifat mutlak, dimana
dalam hal gangguan oleh orang ketiga, pemilik hak benda dapat melaksanakan
haknya thd siapapun. à Di dalam hak kebendaan tetap ada hubungan langsung antara seorang
dan benda, bagaimanapun juga ada campur tangan dari orang lain. Adapun hak
perorangan bersifat relatif (hanya dpt melaksanakan haknya thd orang yg turut
serta membuat perjanjian).
Dimuka hakim : Dalam pemeriksaan perkara
perdata jelas perbedaannya. Artinya, kalau seseorang penggugat di muka hakim
mendasarkan gugatan pada suatu perjanjian, sedang menurut hakim ia harus
mendasarkan gugatan pada (yg sama tujuannya) padahal lain, misalnya pada suatu
perbuatan melanggar hukum, hakim hrs tdk menerima gugatannya dan penggugat
harus memajukan perkara baru yg berdasar secara benar.
2.
Ciri hak Kebendaan (Sri
Soedewi Masjochoen Sofwan, 1981).
Meskipun sumir (tidak mutlak), namun ada
perbedaan antara hak kebendaan dan hak perseorangan. Titik beratnya berlainan
misal:
Sifat absolut : hak penyewa mendapatkan
perlindungan berdasarkan pasal perbuatan melawan hukum.
Sifat droit suite, misalnya hak sewa senantiasa mengikuti bendanya,
perjanjian sewa tidak akan putus dgn berpindah/dijualnya barang yg disewa.
Sifat prioritas, yaitu hak perseorangan
kita temui adanya hak yg lebih dulu terjadinya dimenangkan dgn hak yg terjadi
kemudian, misalnya pembeli/penyewa pertama berhadapan dgn pembeli/penyewa
kedua.
Ciri-ciri kebendaan:
- Bersifat mutlak à
dapat dikuasai oleh siapapun & dpt dipertahankan
- Terjadinya krn adanya hubungan seseorang thd suatu benda, krn itu
pemenuhannya tdk secepat dibanding dgn hak perseorangan
- Selalu mengikuti benda (droit de sut/ zaaksgevolg) à mengikuti bendanya
- Mengenal tingkatan/pertingkatan à hak kebendaan lebih tinggi yang terdahulu daripada yg kemudian
- Lebih diutamakan (droit de preference) à hak istimewa thd pemegangnya
- Setiap pemegang hak kebendaan dpt mengajukan gugatan thd siapaun
juga yg menggangu/berlawanan dgn kebendaan yg dipegangnya
- Dapat dipindahkan/diasingkan à dapat dipindahkan secara penuh kpd siapa pun jika dibandingkan
hak perorangan.
3.
Pembedaan Hak Kebendaan.
Setelah
UU No.5/1960, sebagian hak-hak kebendaan yg diatur dlm Buku II KUH Pdt tidak
berlaku, karena telah diadakan yg baru oleh UU tsb.
Apabila
dikaji lebih lanjut materi hukum kebendaan Buku II UH Pdt & dihubungkan dgn
berlakunya UU No. 5/1960, hak kebendaan dpt dibedakan atas:
a. Hak kebendaan yg memberi kenikmatan kpd pemilik, baik thd bendanya
sendiri maupun benda milik orang lain, seperti: hak bezit, hak milik, hak
pakai, dan hak mendiami.
b. Hak kebendaan yg memberi jaminan kpd pemegangnya, yaitu seperti
gadai utk jaminan kebendaan bergerak, hipotek utk jaminan kebendaan atas kapal
laut & pesawat terbang, hak tanggungan utk jaminan kebendaan bagi tanah,
atau fidusia utk jaminan kebendaan bergerak yg tdk dpt digadaikan.
c. Hak yang memberi jaminan, tetapi bkn lembaga hak jaminan
kebendaan, namun hak yg bersangkutan tsb mempunyai sifat kebendaan, seperti hak
privelege, retensi, dan cessie.
III.
Lembaga Jaminan
Istilah jaminan merupakan terjemahan zekerheid/cautie,
yaitu kemampuan debitur utk memenuhi/ melunasi perutangannya kpd kreditor, yg
dilakukan dgn cara menahan benda tertentu yg bernilai ekonomis sbg tanggungan
atas pinjaman atau utang yg diterima debitur th kreditornya.
Dalam
perbankan, istilah “jaminan” dibedakan dgn “agunan” :
Berdasar UU No.14 / 1967 tentang
Pokok-Pokok Perbankan, tidak dikenal istilah “agunan” yg ada “jaminan”.
Dalam UU No.7 / 1992 tentang Perbankan
yg diubah dgn UU No. 10 Tahun 1998,
memberikan pengertian yg tidak sama dgn istilah “jaminan” menurut
UU No. 14/1967.
Jaminan menurut UU No. 14/1967 diberi
istilah “agunan/tanggungan”
Jaminan (lebih luas) menurut UU No. 10/1998 diberi arti lain,
yaitu “keyakinan atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur tk
melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dgn
diperjanjikan”. à
terkait : character, capacity, capital,
condition of economy dari debitur
Agunan
(lebih sempit) menurut UU No. 10/1998 diberi arti, yaitu “agunan
adalah jaminan tambahan yg diserahkan nasabah debitur kpd bank dlm rangka
pemberian fasilias kredit/ pembiayaan berdasar prinsip Syariah. à berkaitan dgn barang
Disimpulkan : jaminan itu suatu
tanggungan yg dpt dinilai dgn uang, yaitu berupa kebendaan tertentu yg diserahkan
debitur kepada kreditur sbg akibat dari suatu hubungan perjanjian utang piutang
atau perjanjian lain.
B. Persyaratan dan Kegunaan Kebendaan Jaminan
Tidak semua kebendaan atau hak-hak
(piutang-piutang) dpt dijadikan sebagai jaminan utang, terkecuali kebendaan
jaminan ybs telah memenuhi persyaratan utk dijadikan sbg jaminan utang. à harus berupa suatu benda/hak yg bernilai uang, dan berupa
benda/hak yg boleh dialihkan.
Kegunaan kebendaan jaminan tsb, untuk :
1. Memberikan hak & kekuasaan kpd kreditor utk mendapat pelunasan
dari agunan bila debitur cidera janji.
2. Menjamin agar debitur berperan serta dlm transaksi utk membiayai
usahanya, sehingga kemungkinan meninggal proyek/pekerjaannya diminimalisasi
3. Mendorong debitur utk memenuhi janjinya, agar debitur/ pihak
ketiga yg ikut menjamin tdk kehilangan kekayaan yg telah dijaminkan (BI, 1994 dan
Thomas Suyatno, 1995).
Pemberian kredit oleh
perbankan berdasarkan 5 C :
1. Penilaian agunan (Collateral)
2. Watak (character)
3. Kemampuan (capacity)
4. Modal (capital)
5. Propek usaha (Condition of Economy)
Pasal 1131 “ Segala kebendaan si berutang, baik yg bergerak maupun
yg tidak bergerak, baik yg sudah ada maupun yg baru akan ada di kemudian hari,
menjadi tanggungan utk segala perikatan perseorangan”
Pasal 1132 “Kebendaan tsb menjadi jaminan bersama-sama bagi semua
orang yg mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi
menurut kesimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing,
kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yg sah utk
didahulukan.
Maka disimpulkan pembedaan (lembaga hak) jaminan berdasarkan
sifatnya, yaitu jaminan yg bersifat umum dan khusus (diperjanjikan secara
khusus antara debitur & kreditur). à Jaminan khusus dpt dibedakan : hak jaminan kebendaan (kebendaan
tertentu) dan hak jaminan perseorangan (adanya seseorang/ badan hukum yg
bersedia menjamin pelunasan utang tertentu bila debitur wanprestasi).
Skema
Pembedaan & Jenis Jaminan
Berdasar Pasal 1131 & 1132 KUH Pdt, sesama kreditor konkuren
mempunyai hak yg sama (part passu)
utk menuntut pemenuhan piutang thd segala harta kekayaan kebendaan debitur.
Pasal 1131 KUH Pdt dpt disimpulkan asas-asas hubungan kreditor sbg
berikut:
1.
Seorang kreditor boleh
mengambil pelunasan dari setiap bagian dari harta kekayaan debitur.
2.
Setiap bagian kekayaan
debitur dapat dijual guna pelunasan tagihan kreditor.
3.
Hak tagihan kreditor hanya
dijamin dgn harta benda debtur saja, tidak dgn persoon debitur
Asas persamaan kreditor ini dpt
dikecualikan sebagaimana klausul terakhir ketentuan Pasal 1132, bahwa asas
persamaan antara kreditor.dpt disimpangi dgn adanya hak utk didahulukan di
antara kreditor. à
jika ada kreditor yg memiliki hak preferensi, sehingga kreditor ybs menjadi
kreditor preferent. à Hak preferensi timbul karena ditentukan UU atau diperjanjikan.
Kreditor preferen 1133 KUH Pdt :
·
Pemegang piutang yg
diistimewakan (hak privelege).
·
Pemegang jaminan khusus :
pemegang hak gadai, hak hipotek, hak tanggungan, hak fidusia
Perjanjian
jaminan tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya perjanjian pendahuluan/ pokok
yg mendahuluinya. à
maka perjanjian jaminan merupakan perjanjian asesor/tambahan.
Sifat
asesor dpt menimbulkan akibat hukum tertenti:
1.
Ada & hapusnya
perjanjian jaminan itu tergantung & ditentukan oleh perjanjian
pendahuluanya
2.
Bila perjanjian pendahuluan
batal, maka dgn sendirinya perjanjian jaminan juga batal.
3.
Bila perjanjanjian
pendahuluan beralih, maka dgn sendirinya perjanjian jaminan juga ikut beralih
4.
Bila perjanjian pendahuluan
beralih karena cessie, subrogatie, maka perjanjian jaminan ikut beralih tanpa
penyerahan khusus.
5.
Bilak perjanjian jaminannya
berakhir/ hapus juga.
F.
Sifat Perjanjian Jaminan
Perjanjian
pembebanan jaminan dpt lisan (tradisional) dan tertulis (moderen), secara
tertulis dapat berupa akta bawah tangan dan akta otentik.
Akta
otentik:
1.
Akta tsb dibuat oleh atau
dihadapan pejabat umum yg berwenang utk itu
2.
Bentuk akta dan tata cara
pembuatannya telah ditentukan oleh/ atau dm UU
Pembebanan perjanjian lembaga hak jaminan yg diwajibkan dengan
akta autentik, antara lain :
1.
Akta hipotek kapal à Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal
2.
Surat Kuasa Membebankan
Hipotek (SKMH) à
Notaris
3.
Akta Pemberian Hak
Tanggungan (APHT) à
PPAT
4.
Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan (SKMHT) à
Notaris/PPAT
5.
Akta Jaminan Fidusia (AJF) à Notaris
UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Pasal 1:
Notaris adalah pejabat
umum yg satu-satunya berwenang utk membuat akta autentik mengenai semua
pembuatan, perjanjian, dan penetapan yg diharuskan oleh suatu peraturan umum
atau oleh yg berkepentingan dikehendaki utk dinyatakan dlm suatu akta autentik,
menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan
dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum
tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kpd pejabat lain.
IV. Gadai (Pand)
A. Istilah dan Perumusan Gadai
Istilah lembaga hak jaminan “gadai” ini
merupakan terjemahan kata pand atau vuistpand (bhs. Belanda), pledge atau pawn (bhs. Inggris), dalam hukum adat disebut cekelan.
Ps. 1150
KUH Pdt : “Gadai adalah suatu hak yg
diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yg diserahkan
kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yg
memberikan kekuasaan kpd si berpiutang utk mengambil pelunasan dari barang tsb
secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya; dgn kekecualian biaya utk melelang barang tsb
dan biaya yg telah dikeluarkan utk menyelamatkan setelah barang itu digadaikan,
biaya-biaya mana harus didahulukan”.
Ps. 1152
KUH Pdt : pemegang gadai mempunyai hak utk menuntut kembali barang-barang yg
digadaikan yg telah hilang/ dicuri orang dari tangannya dari tangan siapapun
barang-barang yg digadaikan itu diketemukannya dlm jangka waktu 3 tahun.
B. Sifat dan Ciri-Ciri Hak Gadai
Berdasar Pasal 1150 KUH Pdt:
1. Obyek/ barang-barang yg gadai adlaah kebendaan yg bergerak yg
berwujud maupun tdk berwujud à Ps.
1150, 1153
2. Gadai merupakan hak kebendaan atas barang-barang yg
bergerak milik seseorang à
1152 (3) juncto Pasal 528 KUH Pdt. à jika barang hilang maka kreditor pemegang hak gadai berhak
menuntut kembali.
3. Hak gadai memberikan kedudukan diutamakan kpd kreditor pemegang
hak à 1133, 1150
4. Kebendaan atau barang-barang yg digadaikan hrs berada di bawah
penguasaan kreditor pemegang hak gadai atau pihak ketiga atas nama pemegang hak
gadai. à 1150, 1152
5. Gadai bersifat asesor pada perjanjian pokok/pendahuluan.
6. Gadai bersifat tidak dapat dibagi-bagi à membebani secara utuh obyek kebendaan/ barang-barang yg
digadaikan & setiap bagian daripadanya.
C. Obyek Hukum Gadai
Pada dasarnya semua kebendaan bergerak
dpt menjadi obyek hukum hak gadai sebagaimana juga diatur dalam SE. BI. No. 4/248/UPPL/PK tanggal 16 Maret 1972. Namun
menurut SE. BI. Tsb tidak semua jenis kebendaan bergerak dpt dibebani dengan
gadai, terdapat jenis kebendaan bergerak lainnya yg dibebani dgn jaminan
fidusia.
Kebendaan bergerak dalam hal ini dpt
berwujud atau tidak berwujud berupa piutang atau tagihan-tagihan dlm bentuk
surat-surat berharga : surat berharga atas pengganti, atas pembawa, atas nama. à apakah peraturan umum tentang gadai semua berlaku atas barang
bergerak tidak berwujud ? pada sarjana berpendapat harus dilihat dulu, apakah
peraturan tsb menimbulkan kejanggalan & akibat-akibat yg merugikan (namun
utk gadai hak-hak tagihan dianggap tidak berlaku), (J. Satrio, 2002:92).
- Dlm praktek suatu piutang/tagihan akan diterima sbg jaminan
kredit, bank akan lebih memilih memakai cessie
sbg jaminan daripada lembaga jaminan gadai. à Surat berharga atas tunjuk dan atas bawa
- Gadai atas surat berharga atas pengganti, yg memuat
piutang-piutang yg memungkinkan pembayaran uang kpd prang yg disebut dlm surat
itu atau kpd penggantinya, makapenggadaiannya dilakukan dgn endosemen
(penyebutan haknya dialihkan kpd pemegang gadai), disamping penyerahan secara
fisik.
Berdasar Pasal 1150 KUH Pdt, subyek
hukum gadai yaitu pihak yg ikut serta dalam membentuk perjanjian gadai, yaitu:
-
Pihak yg memberikan jaminan
gadai (pemberi gadai/pandgever)
-
Pihak yg menerima jaminan
gadai (penerima gadai/pandnemer).
Jika kebendaan jaminan dialihkan pad
pihak ketiga atas kesepakatan kreditor dan debitur maka pihak ketiga dinamakan
sebagai pihak ketiga pemegang gadai sesuai pasal 1152 (1).
Pasal 1156 (2) memberikan kemungkinan
barang yg digadaikan utk jaminan utang tidak harus kebendaan bergerak milik,
namun bisa juga kebendaan bergerak milik orang lain yg digadaikan.
E. Terjadinya Hak Gadai
Utk terjadinya gadai diperlukan 2 unsur
mutlak;
1. Ada perjanjian pemberian gadai (perjanjian gadai)
2. Ada penyerahan kebendaan yg digadaikan dari debitur (pemberi
gadai) kepada kreditur (pemegang gadai)
Pasal 1152 (1) :
1. Barang gadai harus diletakkan di bawah penguasaan kreditor
(pemegang gadai), meski ini tidak berarti kepemilikan beralih kpd kreditor,
pemegang gadai memiliki hak retentie, yaitu hak menahan barang gadai sampai
utang debitur lunas.
2. Berdasar kesepakatan keduabelah pihak, maka barang gadai dapat
diletakkan di bawah penguasaan pihak ketiga.
Pasal 1152 (2):
Hak
gadai menjadi tidak sah apabila barang gadai tetap dalam penguasaan debitur
atau[un krn kemamuan kreditor diserahkan kembali penguasaannya kpd debitur, dgn
kata lain hak gadainya menjadi tidak sah. à “Tidak sah adalah hak gadai atas segala benda yg dibiarkan tetap
dalam kekuasaan yg berutang atau pemberi gadai, ataupun yg kembali atas kemauan
penerima gadai”
Meski
barang gadai dalam penguasaan kreditor atau pihak ketiga pemegang gadai, tidak
menutup kemungkinan barang gadai yg sama digadaikan kpd kreditor lainnya,
sehingga terdapat dua kreditor atau lebih atas satu barang gadai yg sama. à 1136 à
pemegang gadai pertama memilliki hak lebih tingggi, bahkan jika dilakukan
ekseskusi harus melakukan penjualan terlebih dahulu, baru kemudian sisanya
diberikan kpd pemegang gadai lainnya (J. Satrio, 2002:98).
F. Prosedur dan Persyaratan Pemberian Pinjaman Gadai
Prosedur peminjaman gadai pada pegadaian
tdk serumit peminjaman melalui perbankan.
Barang yg akan digadai terlebih dahulu
dinilai dgn cara (utk barang gudang selain emas dan permata), dinilai dgn
melihat Harga Pasar Setempat (HPS) barang gadai tersebut.
Utk barang kantong berupa emas, dinilai
melihat Harga Pasar Pusat (HPP) dan Standar Taksiran Logam (STL).
Utk permata, dinilai dengan melihat
Standar Taksiran Permata (STP).
Penaksiran hanya boleh dilakukan oleh
Pejabat Penaksir yg ditunjuk dan didik khusus utk tugas itu.
G. Larangan untuk Menjanjikan Klausul Milik Beding dalam Perjanjian Gadai
Janji dalam perjanjian gadai yg
memberikan kpd pemegang gadai utk memiliki kebendaan bergerak yg digadaikan
secara serta-merta bila debitur pemberi gadai wanprestasi tidak diperkenankan
atau dilarang utk diperjanjikan. Bila klausul beding ini diperjanjikan, maka klausul tsb dianggap batal demi
hukum. à 1154
Larangan Pasal 1154 jika diperjanjikan sebelumnya, sebelum debitur wanprestasi,
tapi jika debitur wanprestasi, benda gadai dapat menjadi milik kreditor.
Membuat persetujuan antara kreditor dan debitur pemberi gadai, sesudah adanya wanprestasi bahwa
kreditor akan mengoper/mengalihkan benda gadai dgn imbangan pelunasan utang
debitur, tidak dilarang. (J. Satrio,
2002:116).
H. Hak dan Kewajiban Para Pihak
-
Berhak menuntut bila barang
gadai hilang/mundur karena kelalaian pemegang gadai
-
Berhak mendapat
pemberitahuan sebelum barang gadai akan dijual
-
Berhak mendapat kelebihan
atas penjualan barang gadai setelah dikurangi pelunasan hutang
b. Kewajiban Pemberi Gadai
-
Berkewajiban menyerahkan
barang sampai utang dilunasi (jumlah pokok atau + bunga).
-
Berkewajiban melunasi
hutang, terutama dlm penjualan barang yg digadaikan
-
Berkewajiban memberi ganti
rugi atas biaya-biaya yg dikeluarkan pemegang gadai utk menyelamatkan barang yg
digadaikan
-
Jika sudah diperjanjikan,
pemberi gadai hrs menerima jika pemegang gadai menggadaikan lagi barang tsb.
2. Hak dan Kewajiban Pemegang
Gadai (1150-1160)
a. Hak Retentie Pemegang
Gadai à 1159 (1)
è Selama pemegang gadai tidak menyalahgunakan barang gadai, maka
pihak berhutang tidak dapat menuntut pengembalian, sebelum melunasi hutang,
beserta biaya yg dikeluarkan utk menyelamatkan barang gadai.
è Jika ada hutang kedua, maka barang gadai tidak wajib dikembalikan
sebelum hutang kedua lunas
b. Hak Parate Eksekusi dan
Preferensi Pemegang Gadai à 1155
Ketentuan
pasal ini bersifat menambah, yg memberikan wewenang pemegang gadai utk menjual
dgn kekuasaannya sendiri (parate eksekusi) di depan umum (pelelangan umum),
menurut kebiasaan yg lazim jika debitur wanprestasi. à tanpa eksekutorial titel (Mariam DB, 1983:93).
c. Hak kreditor Mendapatkan Penggantian Biaya Perawatan Barang Gadai
Ps.
1157(2) menentukan kreditor berhak meminta penggantian atas segala biaya yg
berguna dan perlu utk menyelamatkan/merawat barang gadai.
d. Hak Kreditur Atas Bunga Benda Gadai
Ps. 1158
menentukan kreditur mempunyai hak atas bunga gadai, termasuk dividen atas saham
atau obligasi.
e. Berbagai Kewajiban Pemegang Gadai
Ps.1157
(1) pemegang gadai bertanggung jawab atas hilang/berkurangnya nilai kebendaan
yg digadaikan.
Ps.
1156 (2), (3) pemegang gadai wajib memberitahu debitur
I. Hapusnya Hak Gadai
KUH Pdt tidak mengatur secara khusus,
namun merujuk pasal 1150 – 1160 KUH Pdt dasar hapusnya gadai dapat dirumuskan
sbb:
8.
Hapusnya perjanjian
pokok/pendahuluan yg dijamin dgn gadai, sehingga hapusnya perjanjian gadai
mengaju 1831 KUH Pdt tentang hapusnya krn:
a.
Pelunasan
b.
Perjumpaan utang
(kompensasi)
c.
Pembaharuan utang (novasi)
d.
Pembebasan utang
9.
Lepasnya benda yg digadaikan
dari penguasaan kreditor pemegang hak gadai, bisa dikarenakan:
a.
Pencurian à 1152 (3)
b.
Dilepasnya barang gadai oleh
pemegang gadai secara sukarela
c.
Hapusnya benda yg digadaikan
10.
Pencampuran à pemegang gadai sekaligus menjadi pemilik barang yg digadaikan
11.
Penyalahgunaan barang gadai
oleh kreditor (pemegang gadai) à
1159
Pelunasan kredit gadai : dengan melunasi
pada saat jatuh tempo atau hasil penjualan lelang barang jaminan à jika penjualan tetap kurang utk pelunasan, maka sisanya tetap
menjadi tanggung jawab nasabah.
Dalam pelunasan kredit gadai di
Perusahaan Pegadaian, juga dimungkinkan pelunasan ulang gadai melalui transaksi
pelunasan :
1.
Ulang gadai à memperbarui kredit dgn membayar bunga saja
2.
Minta tambah à minta tambah uang pinjaman
3.
Mencicil à memperbarui kredit dgn membayar bunga/sewa modal &
mengurangi/mencicil sebagian uang pinjamana.
4.
Tebus sebagian à Menebus sebagian jaminan dengan cara membayar bunga/sewa modal
seluruhnya & membayar uang pinjaman barang jaminan yg ingin ditebus
V. Jaminan Fidusia
Para pengarang menyebut kembaga fidusia
ini dgn bermacam-macam, tergantung pada penekanannya :
Fiducia
cum creditora (kepercayaan yg dibuat kreditor) à zaman Romawi
Isi
janji yg dibuat debitur dgn kreditor adalah debitur akanmengalihkan kepemilikan
atas suatu benda sbg jaminan utangnya dgn kesepakatan bhw debitur tetap akan
menguasai fisiknya dan kreditor akan mengalihkan kembali bilamana utangnya
sudah lunas.
1.
Bezitloos pand à
gadai tanpa bezit à krn yg menguasai benda tetap debitur
2.
Een verkapt pandrecht à
gadai terselubung
3.
..........
4.
...........
10. Pandrechtverruiming à gadai yg diperluas
11. Hypotheek of roerend goed à menurut Sri Soedewi, Mariam D. Badrulzaman
Fidusia berasal dari kata fiduciair atau fides : kepercayaan, yakni penyerahan hak milik atas benda berdasar
kepercayaan sgb jaminan (agunan) bagi pelunasan hutang.
Pasal 1 angka 1 UU no.
41/1999 tentang Jaminan Fidusia:
“Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar
kepercayaan dgn ketentuan bahwa benda yg hak kepemilikannya dialihkan tsb
tetap dlm penguasaan pemilik benda”
à hak kepemilikan secara
yuridis beralih kepada kreditor tetapi, tapi secara hek kepemilikan ekonomis
tetap dlm penguasaan pemilik.
Pasal 1 angka 2 : “Jaminan fidusia adalah
hak jaminan atas benda bergerak baik yg berwujud maupun tidak berwujud
dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yg tdk dpt dibebani hak
tanggungan sebagaimana dimaksud dlm UU No. 4 / 1996 tentang Hak Tanggungan,
yg tetap berada dlm penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan
utang tertentu, yg memberikan kedudukan yg diutamakan kpd penerima
fidusia terhadap kreditor lainnya.
1. Sifat dan ciri-Ciri Fidusia
i.
Perjanjian fidusia merupakan
perjanjian obligatoir
Ketentuan
dlm Pasal 1 ayat (2) UU Fidusia mengartikan jaminan fidusia adalah lembaga gak
jaminan (agunan) yg bersifat kebendaan (zakelijkzekerheid,
security right in rem) yg memberikan kedudukan yg diutamakan/didahulukan
kpd penerima fidusia thd kreditor lainnya.
Sebagai
hak kebendaan (yg memberikan jaminan), dgn sendirinya sifat & ciri-ciri hak
kebendaan melakat pada jaminan fidusia, bukan merupakan perjanjian
obligatoir yg bersifat perorangan. à ketentuan yg memaksa seperti dalam gadai tidak dapat diterapkan
terhadapnya.
ii.
Sifat Accessoir dari Perjanjian Jaminan Fidusia
UU Fidusia menyatakan bahwa pembebanan jaminan fidusia
sebagai agunan bagi pelunasan utang, yg berarti merupakan perjanjian ikutan,
buntut, atau ekor dari perjanjian pokoknya.
Pasal 4 menjelaskan, bahwa jaminan
fidusia merupakan perjanjian ikutan dari perjanjian pokok yg menimbulkan
kewajiban bagi para pihak utk memenuhi suatu prestasi yg berupa memebrikan
sesuatu, berbuat, yg dpt dinilai dgn uang. à berarti kelahiran & kebendaan perjanjian jaminan fidusia
ditentukan oleh adanya perjanjian pokok.
Sbg perjanjian accessoir memiliki sifat:
- Sifat ketergantungan thd perjanjian pokok
- Keabsahan ditentukan semata-mata oleh sah tidaknya perjanjian
pokok
- Sebagai perjanjian bersyarat à dpt dilaksanakan jika ketentuan dalam perjanjian pokok
telah/tidak dipenuhi (Gunawan dan Ahmad, 2000:125).
iii.
Sifat Droit de Suite dari Fidusia: Fidusia sbg Hak Kebendaan.
Pasal 20 UU Fidusia : Jaminan Fidusia tetap
mengikuti benda yg menjadi obyek Jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda
tsb berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yg menjadi obyek Jaminan
Fidusia.
Penjelasan Pasal 20 UU Fidusia :
mengakui prinsip Droit de Suite yg
telah merupakan bagian dri peraturan per Uuan Indonesia dlm kaitannya dgn hak
mutlak atas kebendaan (in rem). à pemberian sifat hak kebendaan ini utk memberi kedudukan kuat kpd
pemegang hak kebendaan à
meski benda tersebut berpindah tangan.
Pasal 21 (3) : Benda yg menjadi Jaminan
Fidusia yg telah dialihkan sebagaimana dalam ayat (1) wajib diganti oleh
pemberi fidusia dgn obyek yg setara.
Pasal 21 (4) : Dalam hal Pemberi Fidusia
cedera janji, maka hasil pengalihan dan/ atau tagihan yg timbul krn pengalihan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), demi hukum menjadi obyek Jaminan Fidusia
pengganti dari obyek Jaminan Fidusia yang dialihkan. à otomatis à utk
kasus hibah harusnya tidak berlaku.
Pasal 22 : Pembeli benda yg menjadi
obyek Jaminan Fidusia yg merupakan benda persediaan, bebas dari tuntutan,
meskipun pembeli tsb mengetahui tentang adanya Jaminan Fidusia itu, dgn
ketentuan bahwa pembeli telah membayar lunas harga penjualan benda tsb sesuai
dgn harga pasar. à utk
melindungi secara hukum pembeli benda yg dijadikan obyek Jaminan Fidusia.
iv.
Fidusia Memberikan Kedudukan
Diutamakan (sifat Droit de
Preference)
Droit
de Preference = hak mendahulu-i / diutamakan
(1) Penerima Fidusia memiliki hak yg didahulukan thd kreditor lainnya
(2) Hak yg didahulukan sebagaimana dimaksud dlm ayat (1) adalah Hak
Penerima Fidusia utk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda
yg menjadi obyek jaminan Fidusia.
(3) Hak yang didahulukan dari Penerima Fidusia tidak hapus karena
adanya kepailitan dan/atau likuidasi Pemberi Fidusia. à meski sedang pailit tapi
penerima fidusia tetap berhak.
Pasal 28 UU Fidusia :
Apabila atas benda yg sama menjadi obyek Jaminan Fidusia lebih dari 1 (satu)
perjanjian Jaminan fidusia, maka hak yg didahulukan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27, diberikan kpd pihak yg lebih dahulu mendaftarkan kepada Kantor
Pendaftaran Fidusia.
Bila Pasal 28 ini dihubungkan dgn Pasal 17 yg melarang pemberi
fidusia mendaftarkan ulang thd benda yg menjadi obyek fidusia maka
disimpulkan bahwa yg dilarang adalah fidusia ulang atas benda yg sama yg sudah terdaftar.
à akan timbul kerancuan jika ditafsirkan debitur memfidusiakan dengan
lebih dari 1 kreditor dgn pertimbangan kreditor pertama belum memfidusiakan.
2. Obyek Jaminan Fidusia
Pasal 2 UU Fidusia : Undang-undang ini berlaku thd setiap
perjanjian yg bertujuan utk membebani benda dgn jaminan fidusia.
ii.
Berarti suatu hubungan hukum
yg mempunyai ciri-ciri fidusia, berlaku UU Fidusia meski tidak berjudul
“fidusia”.
Sebelum UU Fidusia, umumnya obyek
jaminan fidusia adalah benda bergerak : benda dalam persediaan, benda dagangan,
piutang, peralatan mesin, kendaraan bermotor. Setelah UU Fidusia ada, yaitu :
1. Benda bergerak berwujud
2. Benda bergera yg tidak berwujud
3. Benda yg tidak bergerak, yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan.
Pasal 1 angka 4 UU Fidusia: Benda adalah segala sesuatu yg dpt
dimiliki dan dialihkan, baik yg berwujud ataupun tidak berwujud, yg terdaftar
maupun yg tdk terdaftar, yg bergerak maupun tdk bergerak yg tdk dapat dibebani
hak tanggungan atau Hipotek
Pasal 3 huruf a UU Fidusia : Berdasar ketentuan ini, maka bangunan
di atas tanah milik orang lain yang tidak dapat dibebani dgn hak tanggungan
berdasarkan UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, daat dijadikan Obyek
Jaminan Fidusia.
Pasal 9 UU Fidusia : (1) Jaminan fidusia dpt diberikan thd satu
atau lebih satuan atau jenis benda, termasuk piutang, baik yg telah ada pada
saat jaminan diberikan yg diperoleh kemudian.
(2) Pembebanan jaminan atas benda atau piutang yg diperoleh kemudian
sebagaimana dimaksud dlm ayat (1) tdk perlu dilakukan dg perjanjian jaminan
tersendiri.
Utang yg
Dijamin dgn Jaminan Fidusia
Pengertian utang dan
piutang telah dirumuskan dalam UU Fidusia. Utang adalah kewajiban yg dinyatakan
atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang, baik mata uang Indonesia atau mata
uang lain, baik secara langsung maupun kontijen (Ps 1 angka 7). Piutang adalah
hak utk menerima pembayaran (Ps 1 angka 3).
Pasal 7 UU fidusia :
Utang yg pelunasannya dijamin dgn fidusia dapt berupa :
i.
Utang yang telah ada
ii.
Utang yang akan timbul
dikemudian hari yg telah diperjanjikan dlm jumlah tertentu
iii.
Utang yg pada saat eksekusi
dpt ditentukan jumlah berdasarkan perjanjian pokok yg menimbulkan kewajiban
memenuhi suatu prestasi
3. Subyek Jaminan Fidusia
= adalah mereka yg mengikat
diri dlm perjanjian Jaminan Fidusia
Pasal 1 angka 5
Pemberi
fidusia : bisa orang perseorangan atau korporasi pemilik benda yg menjadi obyek
Jaminan Fidusia à
dari pengertian tsb berarti Pemberi Fidusia tdk hrs debiturnya sendiri, bisa
pihak lain, dlm hal ini bertindak sbg penjamin pihak ketiga, yaitu mereka yg
merupakan merupakan pemilik obyek Jaminan Fidusia yg menyerahkan benda miliknya
utk dijadikan sbg Jaminan Fidusia.
C. Pembebanan Jaminan Fidusia
Pasal 5 (1) UU Fidusia : Pembebanan
benda dgn Jaminan Fidusia dibuat dgn akta notaris dlm bahasa Indonesia dan
merupakan Akta Jaminan Fidusia.
iii.
Ketentuan pasal tersebut
tidak tertulis keharusan/kewajiban, sehingga dpt ditafsirkan akta notaris tidak
mutlak.
No
|
Nilai
Penjaminan
|
Besar
Biaya
|
1
|
<
50.000.000
|
50.000
|
2
|
> 50.000.000 – 100.000.000
|
100.000
|
3
|
>100.000.000 – 250.000.000
|
200.000
|
4
|
>250.000.000 - 500.000.000
|
500.000
|
5
|
>500.000.000 – 1.000.000.000
|
1.000.000
|
6
|
>1.000.000.000 – 2.500.000.000
|
2.000.000
|
7
|
>2.500.000.000 – 5.000.000.000
|
3.000.000
|
8
|
>5.000.000.000 – 5.000.000.000
|
5.000.000
|
9
|
>10.000.000.000
|
7.500.000
|
Pasal 6 UU Fidusia :
“Akta
Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dlm Pasal 5 sekurang-kurangnya memuat” :
1.
Identitas Pemberi dan
Penerima Fidusia à
orang/badan hukum
2.
Uraian data perjanjian pokok
4.
Nilai penjamin à besarnya beban/nominal yang dicantumkan
5.
Nilai benda obyek jaminan à
tidak diatur siapa yg menetukan menentukan nilai obyek tsb (sedangkan
dalam jaminan hipotek & hak tanggungan tdk diharuskan)
6.
Nomor, Jam, Hari, dan
Tanggal Akta Jaminan Fidusia
7.
Janji-janji
D. Pendaftaran Jaminan Fidusia
1. Maksud dan Tujuan :
a. Memberikan kepastian
hukum
b.
Melahirkan ikatan Jaminan
Fidusia bagi kreditor
c.
Memberikan hak yg
didahulukan kpd kreditor dibandingkan kreditor lain.
d.
Memenuhi asas publisitas
2. Kewajiban Pendaftaran Jamian Fidusia
Pasal
11 (1) : Benda yg dibebani dgn Jaminan Fidusia wajib didaftarkan
Pasal
11: Pendaftaran benda yg dibebani dgn Jaminan Fidusia dilaksanakan di tempat kedudukan
Pemberi Fidusia, dan pendaftarannya mencakup benda, baik yg berada di dalam
maupun di luar wilayah negara Republik Indonesia utk memenuhi asas publisitas,
sekaligus merupakan jaminan kepastian thd kreditor lainnya mengenai benda yg
dibebani Jaminan Fidusia.
Pasal 13
(1) : Permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia dilakukan oleh Penerima Fidusia,
kuasa atau wakilnya dgn melampirkan pernyataan pendaftaran Fidusia.
Pasal 14 (3): Jaminan fidusia lahir pd
tgl yg sama dgn tgl dicatatnya Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia
Apabila ada kesalahan penulisan dalam
Sertifikat Jaminan Fidusia, maka max 60 hari setelah penerimaan sertifikat.
E. Pengalihan dan Hapusnya Jaminan Fidusia
Menurut
KUH Pdt bahwa peralihan hak atas suatu piutang yg timbul dari perikatan, dpt
terjadi karena cessie, subrogasi, novasi, atau sebab lain.
Peralihan hak atas piutang pada Jaminan Fidusia, ketentuan Pasal
19 UU Fidusia:
(1)Pengalihan hak atas piutang yg dijamin dgn fidusia,
mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban Penerima Fidusia
kpd kreditor baru.
(2) Beralihnya Jamina Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
didaftarkan oleh kreditor baru kpd Kantor Pendaftaran Fidusia.
Menurut Penjelasan Pasal 19, bahwa
“pengalihan hak atas piutang” dimaksud, dikenal dgn istilah cessie, yaitu
pengalihan piutang yg dilakukan dgn akta autentik atau akta di bawah tangan.
Pasal
23 (1) UU Fidusia:
“Dengan
tdk mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 21, apabila Penerima
Fidusia setuju bhw Pemberi Fidusia dpt menggunakan, menggabungkan, mencampur,
atau mengalihkan benda atau hasil benda yg menjadi obyek Jaminan Fidusia, atau
menyetujui melakukan penagihan atau melakukan kompromi atas piutang, maka
persetujuan stb tdk berarti bahwa Penerima Fidusia melepaskan Jaminan Fidusia.
3. Tanggung Jawab Penerima Fidusia atas Akibat atau Kelalaian
Pengguna dan Pengalih Benda Jaminan Fidusia oleh Pemberi Fidusia
Pasal
24 UU Fidusia:
Penerima
fidusia tidak menanggung kewajiban atas akibat tindakan atau kelalaian Pemberi
Fidusia baik yg timbul dari perbuatan melanggar hukum sehubungan dgn penggunaan
dan pengalihan benda yg menjadi obyek Jaminan Fidusia.
4. Hapusnya Jaminan Fidusia
Pasal 25 UU Fidusia :
Jaminan Fidusia hapus karena hal-hal sbg berikut:
a.
Hapusnya utang yg dijamin
dgn fidusia
b.
Pelepasan hak atas Jaminan
Fidusia oleh Penerima Fidusia; atau
c.
Musnahnya benda yg menjadi
obyek Jaminan Fidusia
è Jika benda tsb musnah, namun diasuransikan, maka klaim asuransi
menjadi pengganti obyek Jaminan Fidusi
5. Pencoretan Pendaftaran Jaminan
Fidusia
Pasal 26 UU Fidusia:
(1) Dengan hapusnya Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud Pasal 25,
Kantor Pendaftaran Fidusia mencoret pencatatan Jaminan Fidusia
dari Buku Daftar Fidusia
(2) Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan surat keterangan yg
menyatakan Sertifikat Jaminan Fidusia ybs tidak berlaku lagi.
F. Eksekusi Obyek Benda Jaminan Fidusia
Pasal 19 (1) UU
Fidusia:
Apabila debitur atau Pemberi Fidusia cedera
janji, eksekusi thd benda yg menjadi obyek Jaminan Fidusia dapat dilakukan
dgn cara:
a.
pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dlm Pasal 15
ayat (2) oleh Penerima Fidusia;
b.
penjualan benda yg menjadi obyek Jaminan Fidusia atas kekuasaan
Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan
piutangnya dari hasil penjualan; (parate eksekusi)
c.
penjualan di bawah tangan yg dilakukan berdasarkan kesepakatan
Pemberi dan Penerima Fidusia jika dgn cara demikian dpt diperoleh harag
tertinggi yg menguntungkan para pihak.
Ketentuan
pasal ini tidak menutup kemungkinan kreditor menembuh eksekusi biasa melalui
gugatan ke pangadilan.
Cedera
janji : bisa berupa lalainya debitur memenuhi kewajiban pelunasannya pada saat
utangnya sudah matang ytk ditagih, maupun tidak dipenuhi janji-janjinya yg
diperjanjikan, dabik dlm perjanjian pokok maupun perjanjian penjaminannya,
sekalipun utangnya sendiri pada saat itu belum matang utk ditagih (J.Satrio,
2002a : 319).
Eksekusi
berdasarkan Sertifikat Jaminan Fidusia atau titel eksekutorial disebut juga eksekusi berdasar grosse akta. Akta lain yg memiliki titel dan
eksekusi seperti ini adalah:
a. Akta Hipotek berdasar Pasal 224 HIR / 258 RBg
b. Akta Pengakuan Hutang berdasar Pasal 224 HIR / 258 RBg
c. Akta Pemberian Hak Tanggungan berdasar UU No. 4 Tahun 1996
Eksekusi
Jaminan Fidusia atas Benda Perdagangan dan Efek yg dpt Diperdagangkan diatur
dalam Pasal 31 UU Fidusia:
Dalam
hal benda yg menjadi obyek Jaminan Fidusia terdiri atas benda perdagangan atau
efek yg dpt dijual di pasar atau di bursa, penjualannya dpt dilakukan di
tempat-tempat tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kewajiban
Penerima Fidusia diatur dalam Pasal 34 UU Fidusia :
(1)
Dalam hal hasil eksekusi
melebihi nilai penjamin, Penerima Fidusia wajib mengembalikan kelebihan
tsb kpd Pemberi Fidusia
(2)
Apabila hasil eksekusi tidak
mencukupi utk pelunasan utang, debitur tetap bertanggung jawab atas
utang yg belum terbayar.
Cara
eksekusi fidusi bersifat mengikat sesuai Pasal 29 dan Pasal 31 UU Fidusia:
a.
Secara fiat eksekusi melalui
titel eksekutorial yg ada pada Sertifikat Jaminan Fidusia;
b.
Secara parate eksekusi
melalui pelelangan umum
c.
Secara penjualan di bawah
tangan berdasarkan kesepakatan pemberi fidusia dan penerima fidusia;
d.
Penjualan di pasar atau
bursa perdagangan bagi benda perdagangan atau efek yg dapat diperdagangkan.
Pasal 32 UU Fidusia :
Setiap janji utk melaksanakan eksekusi
thd benda yg menjadi obyek Jaminan Fidusia dengan cara yg bertentangan dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 31, batal demi hukum.
Pengaturan ketentuan lembaga hak jaminan
hipotek dalam Buku Kedua Titel Kedua puluh satu Pasal 1162 s/d 1232 KUH Pdt.
Pembebanan hipotek sbg jaminan hutang dilakukan berdasar Overschrijvings
Ordonantie.
Dalam UU No.5 tahun 1960 tentang
Undang-Undang Pokok Agraria, sudah diadakan/ disediakan suatu lembaga hak
jaminan yg kuat (Hak Tanggungan) yg dpt dibebankan pada hak atas tanah. à akhirnya diundangkan UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah à selanjutnya disebut UU Hak Tanggungan.
B. Perumusan Pengertian dan Ciri-ciri Hipotek
Pasal
1162 KUH Pdt tentang Hipotek :
Hipotek
adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tidak bergerak utk mengambil
penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan.
Hak
hipotek mirip hak gadai: sama-sama sbg hak jaminan kebendaan, namun bedanya hak
gadai merupakan dibebankan kepada kebendaan bergerak, dan hak hipotek merupakan
hak jaminan kepada kebendaan tidak bergerak.
Selanjutnya
KUH Pdt menyatakan :
Pasal
1167 : Benda bergerak tidak dapat dibebani dgn hipotek
Pasal
1171 (1) : hipotek hanya dpt diberikan dgn suatu akta autentik, kecuali dalam
hal-hal yg dgn tegas ditunjuk oleh UU.
Pasal
1175 (1) : hipotek hanya dpt diletakkan atas benda-benda yg sudah ada. Hipotek
atas benda-benda yg baru akan ada di kemudian hari adalah batal.
Pasal
1176 (1) : Suatu hipotek hanyalah sah, sekadar jumlah uang utk mana ia telah
diberikan adalah tentu dan ditetapkan didalam akta.
Perumusan hipotek dan
pasal-pasal lain dalam KUH Pdt menghasilkan perumusan “hipotek adalah hak
kebendaan aatu benda tiadk bergerak (benda tetap), utk pelunasan uang tertentu,
yg memberikan kedudukan yg diutamakan atau mendahulu kpd pemegangnya. Dgn
demikian hipotek mempunya ciri-ciri:
1. Hipotek merupakaan suatu hak kebendaan atas benda-benda yg tdk
bergerak;
2. Hipetek merupakan lembaga hak jaminan utk pelunasan hutang
(sejumlah uang) tertentu yg sebelumnya diperjanjikan dlm suatu akta, karenanya
pemegang hipotek tdk berhak menguasai/memiliki kebendaan jaminan itu.
3. Walau tidak diperkenankan menguasi/memiliki, namun diperkenankan
utk diperjanjikan menual atas kekuasaan sendiri berdasarkan parate eksekusi
kebendaan jaminannya jika debitur wanprestasi (Ps. 1178 KUH Pdt).
4. Memberikan kedudukan yg diutamakan/mendahulu kpd pemegang hipotek
(Ps 1133, 1134 (2), 1198)
5. Mudah pelaksanaan eksekusinya (Pasal 1178 (2)).
Sifat-Sifat Hipotek
Pasal 1163 (2) : Benda-benda itu tetap dibebani dgn hak tsb, di
dalam tangannya siapapun ia berpindah.
Pasal 1179 à hipotek
hrs didaftarkan dalam register umum, jika tidak maka dianggap tdk
memiliki kekuatan apapun.
Pasal 1174 à
pengikatan hipotek hanya dapat dilakukan atas benda-benda yg disebutkan/ ditunjuk
secara khusus, baik menyangkut bentuk bendanya, sifat bendanya, letak
bendanya, ukuran bendanya, dll.
Pasal 1181 àsuatu
kebendaan jaminan hipotek dpt dibebani lebih dari satu utang/ kreditor. Shg
akan terdapat beberapa Pemegang Hipotek peringkat Pertama, Kedua, dst. à maka pemegang hipotek terdahulu lebih istimewa/didahulukan
Pasal 1184 à
peringkat Pemegang Hipotek tsb tdk hanya berlaku bagi pelunasan piutang pokoknya
saja, tapi juga berlaku bagi pelunasan bunga dari piutang pokoknya.
Pasal 1133 (1) à
menyebutkan bahwa privelege. Gadai, dan hipotek mempunyai hak utk
didahulukan di antara piutang-piutang yg ada.
Pasal 1134 (2) à
piutang atas gadai dan hipotek lebih didahulukan/ tinggi dari privelege, yg
eksistensinya diberikan oleh UU .
Pasal 1176 (1) à
akta hipotek hrs disebutkan secaar pasti jumlah (jumlah tertentu) yang yg
merupakan utang yg dibebani dgn hipotek.
Pasal
1164 à pada dasarnya obyek hipotek
itu kebendaan tidak bergerak (kebendaan tetap), baik tetap krn sifatnya,
peruntukannya dan UU, termasuk pelbagai hak kebendaan atas tanah.
Diluar
KUH pdt terdapat benda dalam perspektif KUH Pdt merupakan benda bergerak, berhubung
dpt berpindah-pindah atau dipindahkan, namun ketika benda itu hendak dibebankan
sbg jaminan utang, maka pembebanannya dilakukan dgn hipotek, yaitu thd
kapal-kapal yg ukuran volume kotor paling sedikit 20m³ sebagaimana Pasal 314
(3) dan (4)KUH Dagang.
Subyek Hipotek
Subyek
hipotek yakni mereka yg membentuk perjanjian penjamin hipotek, yg terdiri atas
pihak yg memberikan benda jaminan hipotek, yg dinamakan dgn Pemberi Hipotek
(hypotheekgever) dan pihak yg menerima benda jaminan hipotek, yg dinamakan
Pemegang Hipotek.
Pasal
1168 “ Hipotek tidak dapat diletakkan selainnya oleh siapa yg berkuasa
memindahtangankan benda yg dibebani “
Hipotek
merupakan lembaga hak jaminan yg lahir krn diperjanjikan sebelumnya, beda dgn à privelege yg lahirnya karena UU. Maka pembebanan/ pemberian
hipotek didasarkan pada perjanjian pemberian jaminan hipotek yg diadakan
debitur (Pemberi Hipotek) atau kuasanya dan kreditor (Pemegang Hipotek) dan
dilakukan di hadapan perjabat terntentu.
Pasal
1171 (1) à hipotek hanya dpt diberikan
dgn akta otentik, kecuali dlm hal lain yg ditunjuk secara tegas oleh UU.
Surat Kuasa Memasang
Hipotek
Pada
kenyataan tdk semua yang berpiutang (kreditor) langsung memasang hipotek atas
kebendaan yg dijaminkan. Pada umumnya mereka hanya berbekal surat kuasa
memasang hipotek yg dibuat oleh Pemberi Hipotek, yg akan dipergunakan pd waktu
pihak yg berutang (debitur) cidera janji. à hal ini sering dilakukan
dlm praktek perkreditan perbankan.
Akta Hipotek
Akta
hipotek merupakan akta autentik yg dibuat oleh atau di hadapan notaris sebagai
pejabat umum, yg berisi pemberian hipotek kpd kreditor tertentu sbg jaminan utk
pelunasan piutangnya.
Akibat Hukum Hipotek terhadap Pihak Ketiga yang Menguasai Benda yg
Dibebani dgn Jaminan Hipotek
Salah
satu ciri dan sifat hipotek sbg hak kebendaan, yaitu hak hipotek tetap
mengikuti ke mana dan berada di tangan siapa benda yg menjadi obyek jaminan
hipotek, sekalipun telah berpindah atau dipindahkan kpd pihak ketiga, shg
kreditor (Pemegang Hipotek) yg hipoteknya telah didaftarkan, dpt menuntut hak
hipotek atas benda yg menjadi obyek jaminan hipotek yg telah diperjanjikan dlm
tangan siapa pun bendanya itu berada.
Pasal
1198 à dpt diketahui bhw hipotek
ternyata dpt mengikat pihak ketiga yg menguasai benda yg dibebani dgn hipotek,
dlm artian bahwa benda yg berada dlm penguasaan pihak ketiga akan tetap
terbebani hipotek, sepanjang benda yg menjadi obyek jaminan hipotek masih
dibebani dgn hipotek
Pasal 309
(1) KUH Dagang à dpt diketahui bhw semua perahu atau alat layar (vaartuig), dgn
nama dan macam apa pun, termasuk dlm pengertian kapal. à sehingga yg termasuk ini dapat juga alat apung / bangunan
terapung.
Sifat
karakteristik dari suatu kapal menurut hukum publik hrs diberi tanda kebangsaan
suatu negara tertentu.
Kapal yg
telah memperoleh nasionalitas/kebangsaan negara tertentu, berhak utk mendapat
hak khusus menurut hukum internasional:
a. Kapal tsb dibawah yurisdiksi negara benda kapal dlm hal pengaturan
administratif à kelaikan laut & hukum pidana atas kejahatan awak kapal yg
dilakukan di aatas kapal ybs.
b. Negara bendera kapal berkewajiban utk melaksanakan kewajiban
internasional atas kapal yg membawa benderanya
c. Kapal ybs memperoleh keuntungan perlindungan dari negara bendera
kapal yg diberikan pd warga negaranya
d. Registrasi/pendaftaran dianggap sbg bukti pemilikan (evidence of
title) walaupun di berbagai negara bukti itu tidak mutlak.
Pasal
314 (3) dan (40 KUH Dagang maupun ketentuan Pasal 49 UU NO. 21/1992 serta Pasal
60 UU No. 17/2008: maka kapal yg sudah
terdaftar dlm daftar kapal Indonesia dpt dijadikan sbg jaminan utang dgn
dibebani hipotek, yg diatur lebih lanjut oleh menteri yg bertugas dan
bertanggung jawab di bidang pelayaran.
Penghipotekan Atas
Pesawat Udara
Dalam
hukum perdata, status hukum pesawat udara merupakan benda tidak bergerak . Hal
ini menyangkut aspek pemberian status menurut klasifikasi hukum perdata
khususnya tentang kebendaan yg masih dianut oleh mayoritas negara di dunia.
Ketentuan
Pasal 9, 10, dan 12 UU No. 15 tahun 1992 tentang Penerbangan. Pasal 9
ditetapkan bhw pesawat udara yg akan dioperasikan di Indonesia wajib mempunyai
tanda pendaftaran Indonesia, terkecuali pesawat udara sipil yg tdk didaftarkan
di negara lain & memenuhi salah satu ketentuan syarat dibawah ini:
a. Dimiliki oleh warga negara Indonesia/ BH Indonesia
b. Dimiliki oleh WN asing / BH asing dan dan dioperasikan oleh WNI/
BH Indonesia utk jangka waktu minmal 2 tahun secara terus menerus berdasar
perjanjian sewa beli, sewa guna usaha, atau bentuk perjanjian lainnya
c. Dimiliki oleh instansi pemerintah
d. Dimiliki oleh lemabag tertentu yg diizinkan pemerintah
Pasal 12 UU No. 15/1992 à pesawat udara, baik itu pesawat terbang maupun helikopter yg
sudah terdaftar dan memiliki tanda kebangsaan Indonesia dpt dijadikan sbg
jaminan utang dgn dibebani jaminan hipotek.
Cara Hapusnya dan
Pencoretan (roya) hipotek
Hapusnya hipotek disebutkan dlm ketentuan pasal 1209 KUH Pdt:
Hipotek hapus:
1. Karena hapusnya perikatan pokok àkrn sifat accessoir
2. Karena pelepasan hipoteknya oleh si berpiutang à setiap orang bebas utk menggunakan/ tidak menggunakan hak yg
dipunyainya.
3. Karena penetapan tingkat oleh Hakim à sehubungan dgn pembersihan (zuivering) benda yg menjadi obyek
hipote
VII. Hak Tanggungan Atas Hak Atas Tanah
Dalam penjelasan umum atas UU
No. 4 tahun 1996 dikemukakan bhw dalam Pasal 51 UU PA sudah
disediakan lembaga hak jaminan yg kuat yg dpt dibebankan pada hak atas tanah,
yaitu Hak Tanggungan, sbg pengganti lembaga Hypotheek
dan Credietverband.
Hal-hal yg diatur dlm UU Hak Tanggungan
berdasar Angka 6 Penjelasan Umum UUHT :
“hak tanggungan yg diatur dlm UU ini
pada dasarnya adalah Hak Tanggungan yg dibebankan pada hak atas tanah. Namun
kenyataannya seringkali terdapat benda-benda berupa bangunan, tanaman, dan
hasil karya, yang secara tetap merupakan satu kesatuan dgn tanah yg dijadikan
jaminan tersebut. Sebagaimana diketahui Hukum Tanah Nasional didasarkan pada
hukum adat, yg menggunakan asa pemisahan horizontal. Sehubungan dengan itu,
maka dalam kaitannya dgn bangunan, tanaman, dan hasil karya tersebut, Hukum
Tanah Nasional menggunakan juga asa pemisahan horizontal, Dalam rangka asas
pemisahan horizontal, benda-benda yg merupakan satu kesatuan dgn tanah ...
...............................................................................................
Sedangkan bangunan yg menggunakan ruang
bawah tanah, yg secara fisik tidak ada hubungan dgn bangunan yg ada di atas
permukaan bumi di atasnya, tidak termasuk dlm pengaturan ketentuan mengenai Hak
Tanggungan menurut UU ini. Oleh sebab itu, UU ini diberi judul UU tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dgn Tanah, dan dapat
disebut UU Hak Tanggungan.
VIII. Hak-Hak Yang
Diistimewakan
Hak privelege atas piutang (Tagihan yang diistimewakan)
Pasal 1133 KUH Pdt menyebut 3 hak
kebendaan yg memberikan kedudukan yg mendahulu kpd pemegangnya : privelege, gadai, hipotek.
Di luar KUH Pdt terdapat 2 hak lainnya :
Hak
Tanggungan atas tanah dan Jaminan Fidusia, yg memberikan kedudukan
yg mendahulu.
Privelege diatur dalam Pasal 1131 s/d
Pasal 1149 KUH Pdt, terdiri dari tiga bagian yg mengatur mengenai hal-hal sbg
berikut :
1.
Piutang-piutang yg
diistimewakan pada umumnya
2. Hak-hak istimewa yg mengenai benda-benda tertentu
3. Hak-hak istimewa atas semua benda bergerak dan tidak bergerak pada
umumnya.
Secara
yuridis pengertian privelege dirumuskan Pasal 1134 (1) KUH Pdt :
Hak istimewa ialah suatu hak yg oleh UU
diberikan kpd seseorang berpiutang, sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada
orang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifatnya piutang.
Suatu figur yg bukan merupakan hak
kebendaan, tetapi pembicaraanya dilakukan dlm hukum benda, yaitu retentie.
Hak retentie
(rect
van terughouding) adalah hak yg diberikan oleh UU atau karena
perjanjian kpd kreditor utk menahan sesuatu kebendaan di dlm penguasaannya
sampai piutang pemilik kebendaan itu dilunasi oleh debitur ybs. à hak demikian karena adanya piutang/tagihan yg blm dibayar oleh
debitur kpd kreditor, karenanya kreditor menahan kebendaan yg bertalian dgn
piutang tsb.
Pasal-pasal dlm KUH Pdt yg mengatur dlm
hak retentie :
-
Pasal-pasal 5677, 575, 579
mengenai hak bezitter yg beritikad
baik
-
Pasal 715 à hak pemegang HGB
-
Pasal 725 à hak pemilik tanah
-
Pasal 834 à hak ahli waris
-
Pasal 1159 à hak pemegang gadai
-
Pasal 1616 à hak seorang buruh
-
Pasal 1729 à hak penerima titipan
-
Pasal 1812 à hak seorang penerima kuasa
Husni,
Frieda. 2002. Hukum Kebendaan Perdata: Hak-hak yng Memberi Jaminan Jilid 2.
Jakarta: Ind-Hill Co.
HS, Salim.
2004. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta: raja Grafindo Persada.
Satrio, J. 2002. Hukum Jaminan Hak-Hak Jaminan
Kebendaan, Bandung: Citra Aditya Bakti.
Tiong, Oey
Hoey. 184. Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Widjaja,
Gunawan dan Ahmad Yani. 2002. Jaminan Fidusia. Jakarta: Grafindo Persada.
Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata
Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang
UU
Pokok No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
UU
No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman
UU
No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
UU
No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang
berkaitan dengan Tanah
*Diterima 1 Januari 2014
Comments
Post a Comment