Filsafat Hukum
FILSAFAT HUKUM
( 2018-2021 )
Filsafat merupakan seni bertanya, mengapa ini begini, kenapa ya tidak begitu ?. Pertanyaan
demikian adalah spirit dan inti filsafat. Pertanyaan yang ditumbulkan n
para filsuf melahirkan jawaban-jawaban yang serius dan berimplikasi besar yang
kemudian mempengaruhi cara pandang manusia dalam melihat dan mengerti dinamika kehidupan
Memahami Filsafat
Kata
filsafat atau falsafah berasal dari perkataan Yunani Philosophia yang berarti
kebijaksanaan (philein-cinta, dan Sophia= kebijaksanaan). Ada yang mengatakan
bahwa filsafat berasal dari kata philos (keinginan) dan Sophia (kebijaksanaan),
dan ada juga yang mengatakan berasal dari kata phia (mengutamakan, lebih suka)
dan Sophia (kebijaksanaan)[4]. Jadi filsafat berarti mencintai atau lebih suka
atau keinginan kepada kebijaksanaan.
STA mengatakan bahwa filsafat berarti alam berpikir, dan berfilsafat
adalah berpikir. Tetapi tidak semua kegiatan berpikir bisa disebut berfilsafat.
Berpikir yang disebut berfilsafat yaitu berpikir dengan teliti dan menurut
suatu aturan yang pasti.
Harun
Nasution mengatakan bahwa intisari filsafat adalah berpikir menurut tata tertib
(logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma dan agama) dan dengan
sedalam-dalamnya sehingga sampai pada dasar persoalan. Ini sesuai dengan tugas
filsafat yaitu mengetahui sebab-sebab sesuatu, menjawab pertanyaan-pertanyaan
fundamental, dan pokok serta bertanggungjawab, sehingga dapat memecahkan
masalah-masalah yang dihadapi[5].
Suatu
lapangan pemikiran dan penyelidikan manusia yang amat luas (komprehensif).
Filsafat menjangkau semua persoalan dalam daya kemampuan pikir manusia.
Filsafat mencoba mengerti, menganalisa,
menilai dan menyimpulkan semua persoalan-persoalan dalam jangkauan rasio manusia,
secara kritis, rasional, dan mendalam. Kesimpulan filsafat bersifat hakiki,
meskipun masih relatif dan subyektif.
Filfasat
dipandang sebagai induknya ilmu
pengetahuan atau yang melahirkan ilmu pengetahuan. Bahkan karena
kedudukannya yang tinggi, filsafat disebut pula sebagai ratu ilmu pengetahuan
(queen of knowledge)[6].
Karakteristik berpikir filsafat antara lain, bersifat menyeluruh,
bersifat mendasar, bersifat spekulatif.
Will Durant
mengatakan tiap ilmu dimulai dengan filsafat
dan diakhiri dengan seni. Aguste Comte membagi tiga tingkat perkembangan
pengetahuan, tahap religius, metafisika dan positif. Tahap asas religi
dijadikan postulat ilmiah sehingga
ilmu merupakan deduksi atau penjabaran dari ajaran religi. Tahap kedua orang
mulai berspekulasi tentang metafisika (keberadaan) ujud yang menjadi obyek
penelaahan yang terbebas dari dogma religi dan mengembangkan sistem pengetahuan
di atas dasar postulat metafisika. Tahap ketiga pengetahuan ilmiah, (ilmu) di
mana asas-asas yang dipergunakan diuji secara positif dalam proses verifikasi
yang obyektif[7].
Selaras
dengan dasarnya yang spekulatif, maka filsafat menelaah segala masalah yang
mungkin dapat dipikirkan oleh manusia. Sesuai dengan fungsinya sebagai pionir,
filsafat mempermasalahkan hal-hal yang pokok; terjawab masalah yang satu, dia
pun mulai merambah pertanyaan lain. Tentu saja tiap zaman mempunyai masalah
yang merupakan mode pada waktu itu.
Filasafat
tidak menyelidiki salah satu segi dari kenyataan saja, melainkan apa – apa yang
menarik perhatian manusia angapan ini diperkuat bahwa sejak abad ke 20 filsafat
masih sibuk dengan masalah-masalah yang sama seperti yang suda h dipersoalkan 2.500 tahun yang lalu yang
justru membuktikan bahwa filsafat tetap setia pada “metodenya sendiri”.
Perbedaan
filsafat dengan ilmu-ilmu yang lain adalah ilmu pengetahuan adalah pengetahuan
yang metodis, sistematis, dan koheren tentang suatu bidang tertentu dari kenyataan, sedangkan filsafat adalah
pengetahuan yang metodis, sistematis, dan koheren tentang seluruh kenyataan. Kesimpulan dari perbedaan tersebut adalah
filsafat tersebut adalah ilmu tanpa batas karena memiliki syarat-syarat
sesuai dengan ilmu. Filsafat juga bisa dipandang sebagai pandangan hidup
manusia sehingga ada filsafat sebagai pandangan hidup atau disebut dengan
istilah w ay of life, Weltanschauung,
Wereldbeschouwing, Wereld-en levenbeschouwing yaitu sebagai petunjuk arah
kegiatan (aktivitas) manusia dalam segala bidang kehidupanya dan filsafat juga
sebagai ilmu dengan definisi seperti yang dijelaskan diatas.
Syarat-syarat
filsafat sebagai ilmu adalah pengetahuan yang metodis, sistematis, dan koheren
tentang seluruh kenyataan yang
menyeluruh dan universal, dan sebagai petunjuk arah kegiatan manusia dalam
seluruh bidang kehidupannya.
Penelahaan
secara mendalam pada filsafat akan membuat filsafat memiliki tiga sifat yang
pokok, yaitu menyeluruh, mendasar, dan spekulatif itu semua berarti bahwa
filsafat melihat segala sesuatu persoalan dianalisis secara mendasar sampai
keakar-akarnya. Ciri lain yang penting untuk ditambahkan adalah sifat refleksif
krisis dari filsafat[8].
Menuju Filsafat Hukum
Pokok
permasalahan yang dikaji filsafat mencakup tiga segi yakni:
-
Apa
yang disebut benar dan apa yang disebut salah (logika),
-
mana
yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk (etika),
-
apa
yang termasuk indah dan apa yang termasuk jelek (estetika).
Ketiga
cabang utama filsafat kemudian bertambah lagi yakni:
-
pertama,
teori tentang ada; tentang hakikat keberadaan zat, tentang hakikat pikiran
serta kaitan antara zat dan pikiran yang semuanya terangkum dalam metafisika;
-
kedua,
politik; yakni kajian mengenai organisasi sosial/pemerintahan yang ideal.
Kemudian
berkembang lagi menjadi cabang-cabang filsafat yang mempunyai bidang kajian yang lebih spesifik:
1)
Epistemologi (filsafat pengetahuan)
2)
etika (filsafat moral)
3)
estetika (filsafat seni)
4)
metafisika
5)
politik (filsafat pemerintahan)
6)
filsafat agama
7)
filsafat ilmu
8)
filsafat pendidikan
9)
filsafat hukum
10)
filsafat sejarah
11)
filsafat matematika[9].
Seperti kita
ketahui bahwa hukum berkaitan erat dengan norma-norma untuk mengatur perilaku
manusia. Maka dapat disimpulkan bahwa filsafat hukum adalah sub dari cabang
filsafat manusia, yang disebut etika atau filsafat tingkah laku. Filsafat
hukum adalah cabang filsafat yang membicarakan apa hakekat hukum itu, apa
tujuannya, mengapa dia ada dan mengapa orang harus tunduk kepada hukum.
Disamping menjawab pertanyaan masalah-masalah umum abstrak tersebut, filsafat
hukum juga membahas soal-soal kongkret mengenai hubungan antara hukum dan moral
(etika) dan masalah keabsahan berbagai macam lembaga hukum.
Filsafat
adalah merupakan suatu renungan yang mendalam terhadap
suatu objek untuk menemukan hakekat yang sebenarnya, bukan untuk mencari
perpecahan dari suatu cabang ilmu, sehingga muncul cabang ilmu baru yang
mempersulit kita dalam mencari suatu kebenaran dikarenakan suatu pertentangan
sudut pandang.
Ada beberapa
pertanyaan mendasar tentang hukum yang menjadi kajian Filsafat Hukum,
yaitu: Apakah hakikat hukum? Apa dasar-dasar mengikatnya hukum? Hubungan Antara hukum dan kekuasaan? Hubungan Antara hukum dan moral? Hubungan Antara hukum dan
keadilan/kesetaraan? Kebebasan dan
hukuman Hukum dan kesetaraan
Kerangka
pemikiran filsafat hukum yang bercirikan mendasar, rasional, reflektif dan
komprehensif, diharapkan dapat membantu semua pihak dapat bersikap lebih arif
dan tidak terkotak-kotak keilmuannya yang memungkinkan dapat menemukan akar
masalahnya. Tahap selanjutnya diharapkan dapat memberikan solusi yang tepat
dalam mengatasi krisis yang menerpa bangsa Indonesia.
Menurut
Satjipto Rahardjo, Filsafat Hukum mempersoalkan pertanyaan-pertanyaan yang
bersifat dasar dari hukum. Pertanyaan-pertanyaan tentang “hakikat hukum”,
“dasar-dasar bagi kekuatan mengikat dari hukum”.
Perbedaan Ilmu Hukum Positif dengan
Filsafat Hukum, yaitu:
- Ilmu
hukum positif hanya berurusan dengan suatu tata hukum tertentu dan
mempertanyaan konsistensi logis dari
asas-asas, peraturan-peraturan dan sistem hukumnya sendiri.
- Filsafat
hukum mengambil hukum sebagai fenomena universal sebagai sarana perhatiannya,
untuk kemudian dikupas dengan menggunakan standar analisis bersifat mendasar
tentang hukum
Objek pengkajian filsafat hukum
Ada pendapat
yang mengatakan bahwa karena filsafat hukum merupakan bagian khusus dari
filsafat pada umumnya, maka berarti filsafat hukum hanya mempelajari hukum
secara khusus. Sehingga, hal-hal non
hukum menjadi tidak relevan dalam pengkajian filsafat hukum. Penarikan
kesimpulan seperti ini sebetulnya tidak begitu tepat. Filsafat hukum sebagai
suatu filsafat yang khusus mempelajari hukum hanyalah suatu pembatasan akademik
dan intelektual saja dalam usaha studi dan bukan menunjukkan hakekat dari
filsafat hukum itu sendiri.
Sebagai
filsafat, filsafat hukum tunduk pada sifat-sifat, cara-cara dan tujuan-tujuan
dari filsafat pada umumnya. Di samping itu, hukum sebagai obyek dari filsafat
hukum akan mempengaruhi filsafat hukum. Dengan demikian secara timbal balik
antara filsafat hukum dan filsafat saling berhubungan.
Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat hukum adalah cabang filsafat, yaitu
filsafat tingkah laku atau etika, yang mempelajari hakikat hukum. Dengan
perkataan lain, filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara
filosofis. Jadi objek filsafat hukum
adalah hukum, dan obyek tersebut dikaji secara mendalam sampai kepada inti atau
dasarnya, yang disebut hakikat.
Pertanyaan
tentang apa apa hakikat hukum itu sekaligus merupakan pertanyaan filsafat hukum
juga. Pertanyaan tersebut mungkin saja dapat dijawab oleh ilmu hukum, tetapi
jawaban yang diberikan ternyata serba tidak memuaskan. Menurut Apeldorn , hal
tersebut tidak lain karena ilmu hukum hanya memberikan jawaban yang sepihak.
Ilmu hukum hanya melihat gejala-gejala hukum sebagaimana dapat diamati oleh
pancaindra manusia mengenai perbuatan-perbuatan manusia dan kebiasaan-kebiasaan
masyarakat. Sementara itu pertimbangan nilai di balik gejala-gejala hukum,
luput dari pengamatan ilmu hukum. Norma atau kaidah hukum, tidak termasuk dunia
kenyataan (sein), tetapi berada pada dunia nilai (sollen), sehingga norma hukum
bukan dunia penyelidikan ilmu hukum.
Hakikat hukum dapat dijelaskan dengan cara
memberikan suatu definisi tentang hukum. Sampai saat ini menurut Apeldorn, sebagaimana
dikutip dari Immanuel Kant, para ahli hukum masih mencari tentang apa definisi
hukum. Definisi (batasan) tentang hukum yang dikemukakan para ahli hukum sangat
beragam, tergantung dari sudut mana mereka melihatnya.
-
Ahli
hukum Belanda J. van Kan ,
mendefinisikan hukum sebagai keseluruhan ketentuan-ketentuan kehidupan yang
bersifat memaksa, yang melindungi kepentingan-kepentingan orang dalam
mayarakat.
-
Pendapat
tersebut mirip dengan definisi dari Rudolf
von Ihering, yang menyatakan bahwa hukum bahwa hukum adalah keseluruhan
norma-norma yang memaksa yang berlaku dalam suatu negara.
-
Hans Kelsen menyatakan hukum terdiri dari
norma-norma bagaimana orang harus berperilaku. Pendapat ini di dukung oleh ahli
hukum Indonesia.
-
Wiryono Prodjodikoro , yang menyatakan hukum adalah
rangkaian peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota suatu
masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan dari hukum ialah menjamin keselamatan,
kebahagiaan, dan tata tertib dalam masyarakat itu. Selanjutnya Notohamidjoyo
berpendapat bahwa hukum adalah keseluruhan peraturan yang tertulis dan tidak
tertulis yang biasanya bersifat memaksa untuk kelakuan manusia dalam masyarakat
negara serta antar negara, yang berorientasi pada dua asas, yaitu keadilan dan
daya guna, demi tata tertib dan kedamaian dalam masyarakat.
Definisi-definisi
tersebut menunjukkan betapa luas sesungguhnya hukum itu. Keluasan
bidang hukum itu dilukiskan oleh Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto
dengan menyebutkan sembilan arti hukum. Menurut mereka, hukum dapat diartikan
sebagai :
(1) ilmu pengetahuan, yakni
pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran;
(2) disiplin, yakni suatu sistem
ajaran tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi;
(3) norma, yakni
pedoman atau patokan sikap tindak atau perikelakuan yang pantas atau
diharapkan;
(4) tata hukum, yakni struktur dan
proses perangkat norma-norma hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat
tertentu serta berbentuk tertulis;
(5) petugas, yakni pribadi-pribadi
yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegakan hukum (law enforcement
officer);
(6) keputusan penguasa, yakni
hasil proses diskresi;
(7) proses pemerintahan, yaitu proses
hubungan timbal balik antara unsur-unsur pokok dari sistem kenegaraan;
(8) sikap tindak konstan atau
perikelakuan yang teratur, yakni perikelakuan yang diulang-ulang dengan cara
yang sama, yang bertujuan untuk untuk mencapai kedamaian;
(9) jalinan nilai-nilai, yaitu
jalinan dari konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang dianggap baik dan
buruk.
Dengan
demikian, apabila kita ingin mendefinisikan hukum secara memuaskan, kita harus
dapat merumuskannya dalam suatu kalimat yang cukup panjang yang meliputi paling
tidak sembilan arti hukum di atas.
Mengingat
objek filsafat hukum adalah hukum, maka masalah atau pertanyaan yang dibahas
oleh filsafat hukum itupun antara lain berkaitan dengan hukum itu sendiri,
seperti hubungan hukum dengan kekuasaan, hubungan hukum kodrat dengan hukum
positif, apa sebab orang menaati hukum, apa tujuan hukum, sampai pada
masalah-masalah kontemporer seperti masalah hak asasi manusia, keadilan dan
etika profesi hukum.
Selanjutnya
Apeldorn , menyebutkan tiga pertanyaan penting yang dibahas oleh filsafat
hukum, yaitu :
(1) adakah
pengertian hukum yang berlaku umum;
(2) apakah
dasar kekuatan mengikat dari hukum; dan
(3) adakah sesuatau hukum kodrat.
Lili
Rasyidi menyebutkan pertanyaan yang menjadi masalah filsafat hukum, antara
lain:
(1) hubungan
hukum dengan kekuasaan ;
(2) hubungan
hukum dengan nilai-nilai sosial budaya;
(3) apa
sebabnya negara berhak menghukum seseorang;
(4) apa sebab orang menaati hukum;
(5) masalah
pertanggungjawaban;
(6) masalah hak milik;
(7) masalah
kontrak;
(8) dan
masalah peranan hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat.
Apabila kita
perbandingkan antara apa yang dikemukakan oleh Apeldorn dan Lili Rasyidi
tersebut, tampak bahwa masalah-masalah yang dianggap penting dalam pembahasan
filsafat hukum terus bertambah dan
berkembang, seiring dengan perkembangan zaman. Demikian pula karena semakin
banyaknya para ahli hukum yang menekuni dunia filsafat hukum.
Sedangkan
filsafat hukum adalah ilmu dan ajaran tentang azas-azas dasar hukum
(Rechtssprinzipienlehre), sekaligus merupakan ilmu/ajaran tentang nilai-nilai
dasar hukum (Rechtsaxiologie), yang mengkaji tujuan pokok dari hukum dalam
hubungannya dengan sebagian masalah sentral tentang pembenaran/justifikasi
sebab, dasar dan untuk apa hukum itu ada dan harus ada[16]. Filsafat hukum
memfokuskan pada Rechtswert (nilai dasar sebagai obyek pokoknya).
Soejoeno
Koesoemo Sisworo merumuskan definisi Filsafat Hukum, yaitu: (hasil) pemikiran
yang metodis sistimatis dan radikal mengenai hakekat dan hal-hal fundamental
dan marginal dari hukum dalam segala aspeknya, yang peninjauannya berpusat pada
empat masalah pokok, yaitu: 1) hakekat pengertian hukum; 2) cita dan tujuan
hukum; 3) berlakunya hukum (Geltung des Rechts) dan 4) pelaksanaan/pengalaman
hukum (Abwendung des Rechts).
Konklusi
Berfilsafat
berarti bergulat dgn masalah-masalah dasar manusia
Usaha
Filsafat mempunyai dua arah: Mengkritik jawaban-jawaban yg tidak memadai; Mencari jawaban yang benar.
Jawaban-jawaban
yang ditemukan filsafat tidak abadi sifatnya karena itu tidak pernah sampai
pada akhir masalah atau selalu bersedia diuji kebenarannya.
Filsafat
secara hakiki menuntut pertanggungjawaban.
Karena itu setiap langkah harus terbuka terhadap segala macam pertanyaan dan
dipertahankan secara argumentatif,
obyektif dan difahami oleh semua orang.
Filsafat
Hukum adalah (hasil) pemikiran yang metodis sistimatis dan radikal mengenai
hakekat dan hal-hal fundamental dan marginal dari hukum dalam segala aspeknya,
yang peninjauannya berpusat pada empat masalah pokok, yaitu: 1) hakekat
pengertian hukum; 2) cita dan tujuan hukum; 3) berlakunya hukum (Geltung des
Rechts) dan 4) pelaksanaan/pengalaman hukum (Abwendung des Rechts).
Daftar Pustaka
Bambang Q-Anees, Radea Juli A. Hambali, Filsafat Untuk Umum,
Jakarta: Kencana, 2003.
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 1986.
Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1999.
http://zfikri.wordpress.com/2007/08/03/filsafat-hukum/.
Akses, 22/4/2010.
http://bambang.staff.uii.ac.id/2008/08/21/urgensi-filsafat-hukum/.
Akses, 22/4/2010.
Jujun S Suriasumantri, Filsafat Ilmu sebuah Pengantar
Populer, Jakartya: Pusataka Sinar Harapan, 1990.
Mohammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat
Pendidikan Pancasila, Surabaya: Usaha Nasional, 1984.
Soejono Koesoemo Sisworo, “Mempertimbangkan Beberapa Pokok
Pikiran Pelbagai Aliran Filsafat Hukum dalam Relasi dan Relevansinya dengan
Pembangunan/Pembinaan Hukum Indonesia”, dalam Masalah-Masalah Hukum Mo. 6 Tahun
1989, hlm. 2-17.
[1] Disampaikan pada Latihan Kader I (Basic Training)
Komisariat Lukman HMI Cabang Sukoharjo, Jum’at, 23 April 2010 di Dukuh Baderan, Desa Sidowayah RT 08 RW 04
Polanharjo, Klaten.
[2] Muhammad Julijanto, S. Ag., M.Ag. adalah staf pengajar
STAIN Surakarta, Anggota KPU Kabupaten Wonogiri 2003-2008, Ketua Umum Lembaga
Pengelola Latihan Kader HMI Cabang Surakarta 1998-1999.
[3] Bambang Q-Anees, Radea Juli A. Hambali, Filsafat Untuk
Umum, Jakarta: Kencana, 2003, hlm. x
[6] Mohammad Noor
Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, Surabaya:
Usaha Nasional, 1984, hlm. 16.
[8] http://reconquesta.wordpress.com/2008/02/10/resume-sekitar-filsafat-hukum/.
Akses, 2018
Comments
Post a Comment