TINDAK PIDANA DALAM JUAL BELI SEPEDA MOTOR YANG DIBIAYAI OLEH LEMBAGA PEMBIAYAAN (PROBLEMATIK PELAKSANAAN DI LAPANGAN)
http://ejournal.iainkendari.ac.id/al-adl/article/view/1496
TINDAK PIDANA DALAM JUAL BELI SEPEDA MOTOR YANG DIBIAYAI OLEH LEMBAGA PEMBIAYAAN (PROBLEMATIK PELAKSANAAN DI LAPANGAN)
TINDAK
PIDANA TERHADAP KESUSILAAN YANG DILAKUKAN TOKOH MASYARAKAT DARI SUDUT PANDANG
KRIMINOLOGI
CRIME
ACTIONS AGAINST DECENCY TAKEN BY COMMUNITY LEADERS
FROM
CRIMINOLOGICAL PERSPECTIVE
Hartanto
Fakultas Hukum Unversitas
Widya Mataram ( UWM )
nDalem Mangkubumen KT III /
237, Kec. Kraton, Kota Yogyakarta
hartanto.yogya@gmail.com
Abstract
Crimes
continue to develop along with the development of society in all fields:
political, economic, social, cultural and technological. Almost every day in
the news of newspapers, as well as electronic media, there is news about
criminal acts against decency committed by perpetrators of various backgrounds,
and what's interesting is that even community leaders cannot escape the
temptation to commit criminal acts. Why that happened and how to overcome it is
something that will be examined by the author in a criminological perspective,
using the method of litelature study. Cases of moral offenses against women
generally occur because of the imbalance in the power relations referred to
between men and women, and can also occur due to an imbalance of the
"figure" of a person in the community against the victim. Crime in
general seems to develop along with the times, no longer see social status or
figures. Researchers concluded, the role of culture, religion, and finally the
law must always be fostered to be an element of handling crime against decency
Keywords : crime, decency, leaders, criminology
Kejahatan terus berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat
di semua bidang: politik, ekonomi, sosial, budaya dan teknologi. Hampir setiap
hari di berita surat kabar, serta media elektronik, ada berita tentang tindakan
kriminal terhadap kesusilaan yang dilakukan oleh pelaku dengan berbagai latar
belakang, dan yang menarik adalah tokoh masyarakatpun tak lepas dari godaan
untuk melakukan tindak pidana. Mengapa itu terjadi dan bagaimana cara
mengatasinya adalah sesuatu yang akan diteliti oleh penulis dalam perspektif
kriminologi, menggunakan metode studi litelature. Kasus kejahatan kesusilaan
terhadap perempuan, umumnya terjadi karena ketidakseimbangan hubungan kekuasaan
yang dimaksud adalah antara laki-laki dan perempuan, dan bisa juga terjadi
karena ketidakseimbangan "sosok" seseorang di masyarakat terhadap
korban. Kejahatan secara umum tampak
berkembang seiring dengan perkembangan zaman, tidak lagi melihat status atau
figur sosial. Peneliti menyimpulkan, peran budaya, agama, dan akhirnya hukum
harus selalu dipupuk untuk menjadi elemen penanganan kejahatan terhadap
kesusilaan
Kata Kunci: kejahatan, kesusilaan, tokoh, kriminologi
A.
PENDAHULUAN
Tindak pidana
terus berkembang seiring perkembangan masyarakat dalam segala bidang: politik,
ekonomi, sosial, budaya, maupun teknologi. Hampir setiap hari di berita surat
kabar, maupun media terpampang berita mengenai tindak pidana terhadap kesusilaan.
Tindak pidana
kesusilaan bisa terjadi dikalangan apapun, mulai dari pengemis, buruh, guru,
dosen/profesor, pegawai negeri sipil, pegawai swasta, polisi, dan penegak hukum
lain. Tindak pidana ini sangat rentan terhadap semua kategori orang bahkan dari
penjahat hingga pemuka agama ataupun tokoh masyarakat. Ujung-ujungnya dapat mengakibatkan
tindak pidana lain, yaitu kehamilan tidak diingan/aborsi, kekerasan dalam rumah
tangga (KDRT), dan juga meningkatkan jumlah angka perceraian.
Data dari catatan
tahunan Komisi Nasional Perempuan tahun 2018, yang dipublikasikan pada 6 Maret
2019 menunjukkan:
Tahun 2018 jumlah kasus yang
dilaporkan meningkat sebesar 14%. Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan (KTP)
2019 sebesar 406.178, jumlah ini meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya
sebesar 348.466. Sebagian besar data bersumber dari kasus atau perkara yang
ditangani oleh Pengadilan Negeri/Pengadilan Agama. Data ini dihimpun dari 3
sumber yakni; Dari PN/Pengadilan Agama sejumlah 392.610 kasus. dari Lembaga
layanan mitra Komnas Perempuan sejumlah 13.568 kasus; dari Unit Pelayanan dan
Rujukan (UPR) satu unit yang sengaja dibentuk oleh Komnas Perempuan untuk
menerima pengaduan korban yang datang langsung ke Komnas Perempuan sebanyak 415
kasus yang datang langsung, dan 367 kasus melalui telpon dan dari Subkomisi
Pemantauan yang mengelola pengaduan melalui surat sebanyak 191 kasus dan 261
melalui surat elektronik.
Berdasarkan data-data yang
terkumpul tersebut jenis kekerasan terhadap perempuan yang paling menonjol sama
seperti tahun sebelumnya adalah KDRT/RP (ranah personal) yang mencapai angka 71% (9.637). Ranah pribadi paling banyak
dilaporkan dan tidak sedikit diantaranya mengalami kekerasan seksual. Posisi
kedua KTP di ranah komunitas/publik dengan persentase 28% (3.915) dan terakhir
adalah KtP di ranah negara dengan persentase 0.1% (16). Pada ranah KDRT/RP
kekerasan yang paling menonjol adalah kekerasan fisik 3.927 kasus (41%),
menempati peringkat pertama disusul kekerasan seksual sebanyak 2.988 kasus
(31%), psikis 1.658 (17%) dan ekonomi 1.064 kasus (11%). Pada ranah publik dan
komunitas kekerasan terhadap perempuan tercatat 3.915 kasus. 64% kekerasan
terhadap perempuan di Ranah Publik atau Komunitas adalah Kekerasan Seksual
yaitu Pencabulan (1.136), Perkosaan (762) dan Pelecehan Seksual (394).
Sementara itu persetubuhan sebanyak 156 kasus. Pencabulan dan persetubuhan
merupakan istilah yang banyak digunakan Kepolisian dan Pengadilan karena dasar
hukum pasal-pasal dalam KUHAP untuk menjerat pelaku.
Untuk kekerasan di ranah
rumah tangga/ relasi personal, selalu sama seperti tahun-tahun sebelumnya
kekerasan terhadap istri (KTI) menempati peringkat pertama 5.114 kasus (53%),
disusul kekerasan dalam pacaran 2.073 kasus (21%), kekerasan terhadap anak
perempuan 1.417 kasus (14%) dan sisanya kekerasan mantan suami, kekerasan
mantan pacar, serta kekerasan terhadap pekerja rumah tangga
Kasus inses pada tahun 2018
ini sebanyak 1.017 kasus dimana pelaku adalah ayah kandung sebesar 425 orang.
Yang juga meningkat di tahun ini pada kekerasan seksual ranah KDRT/ relasi
personal adalah angka marital rape dari yang tahun lalu sebanyak 175 kasus
menjadi 192 kasus yang dilaporkan. Perhatian dan keberanian melaporkan kasus perkosaan
dalam perkawinan menunjukkan kesadaran korban bahwa pemaksaaan hubungan seksual
dalam perkawinan adalah perkosaan yang bisa ditindaklanjuti ke proses hukum.[1]
Problematika
yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah, engapa terjadi tindak pidana terhadap
kesusilaan yang dilakukan oleh tokoh masyarakat dan bagaimana
penanggulangannya. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan
pendekatan konseptual (conceptual approach) yaitu mencari asas-asas, doktrin-doktrin
dan sumber hukum. Menurut penulis objek
penelitian hukum normatif mendasarkan pada isu dari hukum sebagai sistem norma
yang digunakan untuk mengkaji/menilai suatu peristiwa hukum.
B. PEMBAHASAN
1.
TINDAK PIDANA TERHADAP
KESUSILAAN
Norma
masyarakat merupakan salah satu sumber hukum, dan kita ketahui kesusilaan
adalah salah satu norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Indonesia.
Kesusilaan adalah abstrak dan diukur dari hati nurani, sehingga sifatnya otonom
masing-masing individu.
Asal atau
sumber kaedah kesusilaan adalah dari manusia sendiri, jadi bersifat otonom dan
tidak ditujukan kepada sikap lahir tetapi ditujukan kepada sikap batin manusia
juga.”[2] Dapat disimpulkan bahwa
norma kesusilaan menurut Sudikno menitikberatkan pada masalah pribadi individu
ketika melihat suatu perbuatan itu jahat misalnya penipuan, pelecehan atau
perkosaan apakah dirinya merasa menyesal, malu, takut atau rasa bersalah.
Tindak pidana
berasal dari suatu istilah dalam hukum belanda yaitu strafbarfeit. Ada pula yang mengistilahkan menjadi delict yang
berasal dari bahasa latin delictum.
Simons menerangkan bahwa strafbarfeit adalah
adalah perbuatan atau tindakan yang diancam dengan pidana oleh Undang-Undang,
bertentangan dengan hukum dan dilakukan oleh orang yang
mampu bertanggung jawab[3]
Bersifat melawan
hukum itu merupakan syarat mutlak untuk tindak pidana. Berkaitan dengan tindak
pidana menurut pandangan kualitatif dibagi menjadi dua yaitu tindak pidana
kejahatan yang bersifat rechts delict
dan tindak pidana pelanggaran bersifat wet
delict. Recht delict maksudnya
tindak pidana kejahatan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan keadilan
tidak terkait sudah ada Undang-Undang yang mengatur atau tidak, sedangkan wet delict adalah suatu perbuatan yang
dipandang sebagai tindak pidana apabila perbuatan itu baru disadari sebagai
tindak pidana setelah adanya Undang-Undang.[4]
Menurut KUHP,
kesusilaan terdapat dalam Pasal 281 yaitu dipersamakan dengan kesopan, yaitu
merusak kesopanan dimuka umum ataupun dimuka orang lain. Dalam Pasal 283 tindak
pidana terhadap kesusilaan dipersamakan dengan perbuatan cabul. Sedangkan dalam
Pasal 284 tindak pidana terhadap kesusilaan dipersamakan dengan zina.
Menurut UU No.
23 Tahun 2004 tentang PKDRT, memberikan informasi kepada anak yang belum cukup
umur dan/ melakukan kekerasan kepada perempuan dapat dianggap melakukan
tindakan kesusilaan.
Menurut Pasal 1
Undang-undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi aktivitas seksual dalam
Eksploitasi yang dimaksud adalah muatan pornografi yang diperlihatkan atau
dipertunjukkan dimuka umum yang memuat kecabulan seperti gambar bergerak, gerak
tubuh, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi dan bentuk pesan lain
yang melanggar norma kesusilaan.[5]
Menurut UU No. 19 tahun 2016 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Transaksi Informasi dan Transaksi Elektronik,
pasal 27 ayat (1) dan (3), menyebarkan/mendistribusikan dokumen/berita
bermuatan pencemaran nama baik, penghinaan dianggap memiliki kandungan tindak
pidana terhadap kesusilaan. UU ITE ini melindungi masyarakat, karena konten
kejahatan kesusilaan ini dapat menyebar sangat mudah dan cepat, sehingga
kerugian yang ditimbulkan terhadap korban lebih besar.
Ketentuan
pidana terhadap kesusilaan itu terdapat di dalam pasal 281, 282, dan 283 KUHP.
Ketentuan pidana terhadap kesusilaan didepan umum diatur dalam pasal 281 KUHP,
Dalam ilmu hukum pidana, tindak pidana yang diatur dalam pasal 281 angka 1 KUHP
yang berbunyi “ dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2 tahun dan 8
bulan atau dengan pidana denda setinggi-tingginya empat ribu lima ratus rupiah”.
Barangsiapa dengan sengaja di depan umum merusak kesusilaan; Barangsiapa dengan
sengaja merusak kesusilaan didepan oang lain yang kehadirannya disitu bukanlah
atas kemauannya sendiri.
Secara umum
dapat disimpulkan sesuai pendapat . Pada dasarnya setiap delik atau tindak
pidana mengandung pelanggaran terhadap nilai-nilai kesusilaan, bahkan dapat
dikatakan bahwa hukum itu sendiri merupakan nilai-nilai kesusilaan yang minimal
(das recht ist das ethische minimum)[6]
Setelah melalui
harapan panjang, akhirya Rancangan Undang-Undang KUHP akan mengtur pula tentang
delik kesusilaan, yaitu terkait peluasan pasal
zina, pemidanaan hidup bersama sebagai suami istri (kumpul kebo), perkosaan dan
perbuatan cabul, persetubuhan anak, akses informasi dan layanan alat
kontrasepsi, dan pengaturan aborsi.
2.
TOKOH MASYARAKAT
Tokoh masyarakat dan tokoh agama merupakan panutan perilaku
masyarakat yang sangat signifikan[7] Menurut penulis, tokoh
masyarakat adalah orang yang “dituakan” atau memiliki kepedulian dan/ andil di
dalam suatu lingkungan masyarakat di wilayah tertentu, yang umumnya pendapat
maupun perilakunya menjadi “panutan” atau menjadi contoh masyarakat di
sekitarnya. Dalam perkembangannya tokoh masyarakat dapat juga dikarenakan seseorang
dihormati karena memiliki jabatan atau posisi tertentu yang dianggap “tinggi”.
Kasus kesusilaan, misalnya kekerasan seksual terhadap
perempuan, umunya terjadi karena ketimpangan relasi kuasa yang dimaksud adalah
antara laki-laki dan perempuan, dan dapat pula terjadi karena ketimpangan
“ketokohan” seseorang dalam masyarakat terhadap korban. Ketimpangan dapat
semakin parah ketika satu pihak (pelaku) memiliki kendali lebih terhadap
korban. Kendali ini bisa berupa sumber daya, termasuk pengetahuan, ekonomi dan
juga penerimaan masyarakat (status sosial/modalitas sosial). Termasuk pula
kendali yang muncul dari bentuk hubungan patron-klien atau feodalisme, seperti
antara orang tua-anak, majikan-buruh, guru-murid, tokoh masyarakat-warga dan
kelompok bersenjata/aparat- penduduk sipil.[8]
Selain kesusilaan dalam arti sempit yaitu seksual, maka
contoh dalam arti luas perilaku yang melanggar kesusilaan adalah korupsi,
Korupsi seakan menjadi menu utama dalam setiap pemberitaan media apalagi jika
melibatkan tokoh yang berpengaruh dan dikenal luas[9]
3.
KRIMINOLOGI
Pengertian
kriminologi secara etimologis, kriminologi berasal dari kata crimen yang berarti tindak pidana dan logos berarti ilmu atau pengetahuan.
Jadi kriminologi adalah ilmu/pengetahuan tentang tindak pidana. Istilah
kriminologi untuk pertama kalinya digunakan oleh P. Topinand (1879), ahli
antropologi Prancis[10] Secara ilmu pengetahuan,
seorang tokoh masyarakat tentu memiliki ilmu pengetahuan yang cukup, lalu
mengapa ia melakukan tindak pidana terhadap kesusilaan.
Sutherland,
mengatakan kriminologi mencakup proses-proses pembuatan hukum, pelanggaran
hukum, dan reaksi atas pelanggaran hukum[11]. KUHP kita telah mengatur
tentang tindak pidana terhadap kesusilaan dalam Bab XIV., namun karena
penegakkan hukum masih lemah maka tetap saja tindak pidana terjadi, selain
didorong oleh rasa malu korban dan superioritas pelaku tindak pidana seperti
tokoh masyarakat dalam artikel.
Tujuan
mempelajari ilmu kriminologi secara umum adalah untuk mempelajari tindak pidana
dari berbagai aspek, sehingga diharapkan dapat memperoleh pemahaman mengenai
fenomena tindak pidana dengan lebih baik. Fenomena tindak pidana dalam tindak
pidana kesusilaan yang dilakukan oleh tokoh masyarakat ini mengandung dimensi
sosial, ekonomi, bahkan politik.
Tindak pidana
terhadap kesusilaan yang dilakukan oleh tokoh masyarakat jika diurai dari obyek
studi kriminologi:
a.
Tindak pidana kesusilaan, merupakan norma ketetapan negara yang
diatur dalam hukum pidana dan dikenai sanksi;
b.
Pelaku, dalam hal ini adalah tokoh masyarakat yang memiliki strata
sosial cukup.
c.
Reaksi masyarakat, misal “main hakim sendiri” terhadap pelaku.
Ketiganya
unsur tersebut diatas saling terkait, suatu perbuatan pelaku, baru dapat
dikatakan sebagai kejahatan bila ia mendapat reaksi dari masyarakat.[12] Reaksi masyarakat yang
merasa menolak/ tercemar atas perbuatan tindak pidana kesusilaan meski pelaku
adalah tokoh masyarakat
C.
TEORI PENYEBAB TERJADI
KEJAHATAN
Secara
teoritis terdapat beberapa faktor penyebab timbulnya kejahatan (faktor etiologi/
etiologi kriminal) yaitu sebagai berikut:
1. Teori yang menggunakan
pendekatan biologis, yaitu untuk menjelaskan sebab atau sumber kejahatan
berdasarkan fakta dari ciri-ciri biologis, dalam hal ini bisa mendasarkan
hubungan antara kejahatan dengan bentuk wajah, tengkorak, postur badan.
2. Teori yang menggunakan
pendekatan psikologis, yaitu menjelaskan sebab atau sumber kejahatan
berdasarkan masalah kepribadian dan kejiwaan pelaku yang dapat mendorong
seseorang berbuat kejahatan. Umumnya pelaku dengan tingkat intelegensi rendah
yang melakukan kejahatan, namun menurut penulis hal ini tidak sepenuhnya benar
karena fakta dewasa ini pada kejahatan tertentu justru dilakukan oleh orang
dengan intelegensi cukup/ tinggi.
Hal ini sesuai dengan
pendapat Syamsu Yusuf, bahwa kejahatan dapat dilakukan oleh siapa saja termasuk
mahasiswa. Seorang mahasiswa dikategorikan pada tahap perkembangan yang usianya
18 sampai dengan 25 tahun[13]. Di kalangan mahasiswa
sendiri telah lama disebutkan sebagai kelompok yang rentan sekaligus juga aktif
terlibat dalam perilaku seks pranikah atau hubungan seks diluar nikah. Pada
dasarnya perilaku seks pranikah merupakan aktivitas seksual yang dilakukan oleh
individu dengan individu sebelum adanya hubungan nikah secara sah.[14]
Menurut penulis mahasiswa
dapat digolongkan tokoh masyarakat dari tingkat intelektual yang dimiliki.
3.
Teori yang menggunakan pendekatan sosiologi, yaitu menjelaskan faktor-faktor
penyebab dan sumber timbul kejahatan berdasarkan interaksi sosial,
proses-proses sosial, struktur sosial dalam masyarakat termasuk unsur-unsur
kebudayaan, dalam hal ini termasuk ketokohan dalam masyarakat.
D.
TINDAK PIDANA TERHADAP
KESUSILAAN YANG DILAKUKAN OLEH TOKOH MASYARAKAT
Plato (427-347)
dalam Republiek, di dalam bagian ketiganya dia menyatakan bahwa “emas dan
manusia adalah merupakan sumber dari banyak kejahatan”. Sedangkan dalam bagian
kedelapannya, Plato juga mengatakan bahwa “semakin tinggi kekayaan dalam
pandangan manusia, maka semakin merosot penghargaan terhadap kesusilaan”
pandangan Plato ini dikutip oleh Na’fi
Mubarok.[15]
Tindak pidana
kesusilaan merupakan salah satu masalah sosial yang sangat meresahkan
masyarakat sehingga perlu dicegah dan ditanggulangi.
Karakteristik
pelaku kekerasan terhadap perempuan, persentase terbesar dari pelaku berpendidikan
SLTA ke atas. Sekitar 42 persen pelaku menamatkan pendidikan SLTA, dan sekitar
15 persen berpendidikan universitas. Hal ini menegaskan bahwa seorang yang
berpendidikan tinggi tidak menjamin untuk tidak melakukan tindak kekerasan
terhadap perempuan[16]
Menurut
Mukhlisin, Pelecehan seksual terjadi ketika pelaku mempunyai kekuasaan yang
lebih dari pada korban. Kekuasaan dapat berupa posisi pekerjaan yang lebih
tinggi, kekuasaan ekonomi, "kekuasaan" jenis kelamin yang satu
terhadap jenis kelamin yang lain, dsb.[17]
Both women and men may have internalized societal norms and values
that sexual harassment is a ‘fact of life’ for workers who have low status
because of their sex, age, socio-economic class, ethnic group, caste or
religious background.[18]
Survei dilakukan
oleh koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari Hollaback! Jakarta, perEMPUan,
Lentera Sintas Indonesia, Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta, dan Change.org
Indonesia. Diketahui mayoritas perempuan yang menjadi korban pelecehan seksual
menggunakan pakaian tertutup saat kejadian. Survei
dilakukan terhadap 62.224 orang dari berbagai latar belakang identitas. Dari
analisis data responden tersebut, diketahui waktu kejadian pelecehan seksual
juga banyak terjadi di siang hari. Mayoritas korban mengaku mengalami pelecehan
secara verbal, seperti komentar atas tubuh.
Contoh pada kurun
waktu bulan September 2019, tindak pidana kesusilaan yang dilakukan oleh orang
yang dikategorikan tokoh masyarakat adalah sebagai berikut :
1.
“Paksa Siswi Aliyah Usia 16
Tahun Berhubungan Intim Hingga Hamil, Guru SD Dipesawaran Ditahan” Ditreskrimum
Polda Lampung akhirnya menetapkan W, oknum guru sekolah dasar sebagai tersangka
dugaan pencabulan siswi Madrasah Aliyah asal Pesawaran. "Untuk tersangka
sudah kami amankan kemarin dan mulai penahanan sejak tadi malam,"
ungkapnya Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Lampung Kombes Pol M Barly
Ramandhany, Rabu, 11 September 2019.[19]
2.
“Cabuli Siswi Kelas 6 Saat
Kemping, Oknum Guru SD di Sleman Diadukan ke Polisi” Oknum guru Sekolah
Dasar (SD) di Kabupaten Sleman berinisial S dilaporkan ke polisi. Dari cerita
korban kepada orangtua, S tidak hanya melakukan tindakan tidak terpuji pada
saat di kegiatan camping saja. S pernah melakukan aksinya di UKS sekolah.
Menurutnya saat ini anaknya dan korban lainya masih mengalami trauma. Kasat
Reskrim Polres Sleman, AKP Rudy Prabowo mengatakan telah menerima laporan dari
para orang tua wali murid.[20] Rabu 11 September 2019.
3.
“Magang Jadi Guru, Mahasiswa
Asal Sidoarjo Cabuli Murid SMP, Janji Dinikahi 12 Tahun Lagi” Seorang
mahasiswa semester akhir di Sidoarjo akhirnya ditahan polisi. Mahasiswa
berinisial LTF itu sebelumnya dilaporkan ke polisi karena menyetubuhi murid SMP
di sekolah tempat dia menjadi guru magang. Kanit PPA Polrestabes Surabaya, AKP
Ruth Yeni mengatakan pemuda 23 tahun asal Sedati Sidoarjo tersebut, dilaporkan
telah melakukan pencabulan terhadap korban yang masih berumur 14 tahun.[21] Senin 9 September 2019
4.
“Kepala Sekolah yang Cabuli
Siswanya Tak Lama Lagi Disidangkan” Dan kami tunggu pelimpahan tahap II
dari Polda Jatim," ungkapnya, Minggu, (1/9/2019). Perbuatan tak patut itu
dilakukan sejak Agustus 2018 hingga April 2019. Berdasarkan catatan Tim
Penyidik Renakta Ditreskrimum Polda Jatim, terdapat delapan inisial nama yang
terlampir sebagai korban.[22]
5.
“Fakta Lengkap Oknum Camat
Cabuli Siswi SMK, Ia bahkan Berani Beraksi di Hadapan Siswi Lain”
Diberitakan ada oknum camat yang bertugas di Kabupaten Sambas diduga mencabuli
NA (17) siswi kelas II SMK di Kabupaten Sambas. "Korban ada surat tugas
magang di kantor camat. Kejadiannya di dua TKP. Pertama di Kantor Camat, di
ruang Camat. Lalu di rumah dinas yang tidak satu lokasi dengan kantor
camat," ungkap Kasat Reskrim Polres Sambas, AKP Prayitno, pada Rabu
(15/8/2019). "Waktu kejadian di kantor camat 22 Juli dan terakhir 25 Juli.
Dilaporkan tanggal 5 Agustus lalu," imbuh AKP Prayitno.
6.
“Kronologi Kasus Baiq Nuril,
Bermula dari Percakapan Telepon” mantan guru honorer di SMAN 7 Mataram,
Nusa Tenggara Barat (NTB), Baiq Nuril Maknun, menuai perbincangan usai dinyatakan
bersalah menyebarkan rekaman bermuatan kesusilaan dan dihukum enam bulan
penjara serta denda Rp500 juta dalam putusan kasasi Mahkamah Agung (MA). Baiq
Nuril pun merasa diperlakukan tidak adil lantaran dirinya adalah korban kasus
perbuatan pelecehan yang dilakukan Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram, M. Pelecehan
itu disebutnya terjadi lebih dari sekali.[23] Rabu 14 November 2018.
Pada beberapa
contoh kasus diatas, ketokohan atau posisi sosial yang dianggap terhormat dari
seseorang tetap memungkinkan tindakan pidana terhadap kesusilaan, bahkan
tersirat bahwa posisi yang dianggap “lebih tinggi”/tokoh berpotensi lemahnya
pengawasan masyarakat terhadap pelaku, sehingga pelaku leluasa untuk melakukan
tindak pidana.
E.
Penanggulangan Tindak Pidana
Terhadap Kesusilaan Yang Dilakukan Oleh Tokoh Masyarakat
Masalah
kejahatan adalah perilaku sosial yang menyimbang yang dihadapi oleh berbagai
daerah bahkan negara di dunia ini. Seberapa kuat unsur penangkal kejahatan,
seperti kepolisian, masyarakat, budaya dan agama diyakini penulis berperan
dalam menentukan jumlah prevalensi sosial dalam kategori kejahatan. Status
sosial yaitu ketokohan seseorang dalam masyarakat tidak dapat menjamin bahwa
orang tersebut tidak akan berbuat kejahatan (tindak pidana), karena kejahatan
pada persepktif sosial merupakan bagian integral dari masyarakat, sehingga
masyarakat dalam proses sosialnya senantiasa memiliki tanggung jawab untuk
menangkal terjadinya kejahatan.
Upaya
penanggulangan kejahatan yang dilakukan oleh tokoh masyarakat adalah:
1.
Menumbuhkan sikap saling peduli untuk menjaga lingkungannya, tanpa
melihat ketokohan seseorang/feodalisme.
2.
Peningkatan pendidikan dan kesejahteraan masyarakat untuk dapat
mengurangi ketimpangan stigma gender,
sosial, budaya, ekonomi, atau apapun dalam kaitannya memperkecil celah ordinat dan sub-ordinat dalam masyarakat.
3.
Memperbaiki sistim pengawasan untuk mengurangi kesempatan berbuat
jahat.
4.
Meningkatkan ketangguhan budaya agar wanita dan/ anak tidak dianggap
lebih rendah, pemahaman agama, maupun moral serta profesionalisme bagi para
tokoh masyarakat maupun penegak hukum
5.
Meningkatkan kesadaran hukum masyarakat melalui sosialisasi dan penegakan
hukum secara tanpa memandang status sosial pelaku.
F. PENUTUP
Kejahatan secara
umum maupun dalam kesusilaan mengikuti perkembangan jaman, tidak lagi melihat
status sosial ataupun ketokohan, maka pandangan tentang ketokohan di dalam
masyarakat seyogianya dilakukan dengan wajar, agar tidak menimbulkan kepercayaan
yang berlebihan. Tokoh masyarakat sendiri harus senantiasa menghindari hal-hal
yang dianggap salah/tabu oleh masyarakat dengan kesadaran bahwa dia dianggap
tauladan dan tolak ukur perilaku warga masyarakat, sehingga memiliki amanah
untuk menjaga relasi sosial dalam masyarakat.
Patologi sosial atau
bahkan tindak pidana yang justru dilakukan tokoh masyarakat menunjukkan bahwa
mencegah tindak pidana bukanlah sekedar membuat hukum positif dan tanggung
jawab penegak hukum semata, tapi harus selalu diamati mengapa tindak pidana itu
dapat terjadi (akar masalah) sehingga kedepannya masyarakat disarankan dapat
mengantisipasi.
Peran budaya, agama,
dan terakhir hukum harus senantiasa dibina untuk menjadi unsur penanggulangan
tindak pidana terhadap kesusilaan, serta memberi kontrol sosial, tidak hanya
kepada masyarakat melainkan juga kepada tokoh masyarakat.
G.
DAFTAR PUSTAKA
Azkha
N. (2013) “Studi Efektivitas Penerapan Kebijakan Perda Kota Tentang Kawasan
Tanpa Rokok (KTR) dalam Upaya Menurunkan Perokok Aktif di Sumatera Barat.
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia”.
Mertokusumo,
Sudikno, (2010) “Mengenal Hukum”, Yogya: Universitas Atmajaya, h 9-10
Moeljatno,(2002), “Asas Asas Hukum Pidana”, Jakarta: Rineka
Cipta, h 84
Handoko
Alfiantoro, (April 2018) “Kedudukan Hukum Penggunaan Pasal Percobaan Perzinahan
Dalam Praktik Peradilan”, Journal
Diversi, Volume 4, Nomor 1, h 86
Heru
Sujamawardi, (2018), “Analisis Yuridis
Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik”,
Jurnal Dialogia Iuridica, Vol.9, No 2, h 90, Bandung: Fakultas Hukum
Universitas Kristen Maranatha
Azkha N. (2013) “Studi Efektivitas Penerapan
Kebijakan Perda Kota Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dalam Upaya Menurunkan
Perokok Aktif di Sumatera Barat. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia”.
La Ode Anhusadara & Rusnib, (November,
2016) “Fenomena Kekerasan Seksual Terhadap Anak, Shautut Tarbiyah”, Ed. Ke 35
Th. XXII, h 51, Kendari
Hadiati E, Irwan Abdullah, Wening Udasmoro,
(2013) “Konstruksi Media Terhadap Pemberitaan Kasus Perempuan Korupsi”, Jurnal
Al-Ulum, IAIN Gorontalo, h 368
Sutherland. Abdussalam, (2007) ,“Membagi
Ruang Lingkup Kriminologi”, Jakarta: Restu Agung, h 4
Topo Santoso dan Eva Achyani Zulfa, (2004) “Kriminologi”, PT
Grafindo Raja Persada, h. 1. Syamsu Yusuf, (2012) “Psikologi Perkembangan Anak
dan Remaja, Bandung, Remaja Rosdakarya”, h. 27
Sendy Agus Setyawan, Muhammad Akbar, (2019)
,“Pergaulan Bebas di Kalangan Mahasiswa dalam Tinjauan Kriminologi dan Hukum”,
Vol 5 No 2, h 170, Isu-Isu Kontemporer
dalam Kejahatan dan Penanggulangannya, Journal Law Research Review Quarterly,
Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang
Na’fi Mubarok, (2017) ,“Kriminologi Dalam Persepktif Islam”, h 42,
Dwiputra Pustaka Jaya
Statistik Gender Tematik, (2017), “Mengakhiri Kekerasan Terhadap Perempuan dan
Anak di Indonesia”, Kerjasama Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak dengan BPS, Jakarta, h 57
Mukhlisin, (2014), “Makalah Pelecehan Seksual
Di Dalam Kehidupan Masyarakat” (http://muklisandespar.blogspot.com/2014/04/makalah-pelecehan-seksual-di-dalam.html),
(diakses 23 Agustus 2019)
Nelien Haspels, Zaitun Mohamed Kasim,
Constance Thomas and Deirdre McCann, (2001), Action against Sexual Harassment
at Work in Asia and the Pacific, ILO-Bangkok, h 145, (diakses 11 September
2019)
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang
No. 1 tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Undang-Undang
nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi, Lembaran negara RI Tahun 2008 Nomor 181
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4928
INTERNET
www.tribunnews.com, Rabu, 11 September 2019,
(https://www.tribunnews.com/regional/2019/09/11/paksa-siswi-aliyah-usia-16-tahun-berhubungan-intim-hingga-hamil-guru-sd-dipesawaran-ditahan),
(diakses 11 September 2019)
www.tribunnews.com, Rabu, 11 September 2019,
(https://www.tribunnews.com/regional/2019/09/11/cabuli-siswi-kelas-6-saat-kemping-oknum-guru-sd-di-sleman-diadukan-ke-polisi?page=2),
(diakses 12 September 2019)
www.tribunnews.com, Rabu, 11 September 2019,
(https://www.tribunnews.com/regional/2019/09/11/magang-jadi-guru-mahasiswa-asal-sidoarjo-cabuli-murid-smp-janji-dinikahi-12-tahun-lagi).
(diakses 11 September 2019)
Tribunnews.com, (1 September 2019), “Kepala
Sekolah yang Cabuli Siswanya Tak Lama Lagi Disidangkan”,
https://www.tribunnews.com/regional/2019/09/01/kepala-sekolah-yang-cabuli-siswanya-tak-lama-lagi-disidangkan?page=2,
(diakses 1 September 2019)
https://www.cnnindonesia.com,
(14 November 2018), “Kronologi Kasus Baiq Nuril, Bermula dari Percakapan
Telepon”, (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20181114133306-12-346485/kronologi-kasus-baiq-nuril-bermula-dari-percakapan-telepon),
(Diakses 17 September 2019)
[1] www.komnasperempuan.go.id,
(2019), “Siaran Pers Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan 2019” (https://www.komnasperempuan.go.id/read-news-siaran-pers-catatan-tahunan-catahu-komnas-perempuan-2019),
( diakses 27 Desember 2019)
[2]
Mertokusumo, Sudikno, (2010) “Mengenal Hukum”, Yogyakarta: Universitas Atmajaya,
h 9-10
[4] Handoko
Alfiantoro, (April 2018) “Kedudukan
Hukum Penggunaan Pasal Percobaan Perzinahan Dalam Praktik Peradilan”, Journal Diversi, Volume 4, Nomor 1, h 86
[5]
Undang-Undang nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi, Lembaran negara RI Tahun
2008 Nomor 181 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4928
[6]
Heru Sujamawardi, (2018), “Analisis
Yuridis Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik”, Jurnal Dialogia Iuridica, Vol.9, No 2, h 90, Fakultas Hukum Universitas
Kristen Maranatha
[7] Azkha N. (2013) “Studi Efektivitas Penerapan
Kebijakan Perda Kota Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dalam Upaya Menurunkan
Perokok Aktif di Sumatera Barat. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia”.
[8] La Ode
Anhusadara & Rusnib, ( November, 2016) “Fenomena Kekerasan Seksual Terhadap
Anak, Shautut Tarbiyah”, Ed. Ke 35 Th. XXII, h 51, Kendari
[9] Hadiati
E, Irwan Abdullah, Wening Udasmoro, (2013) “Konstruksi Media Terhadap
Pemberitaan Kasus Perempuan Korupsi”, Jurnal Al-Ulum, IAIN Gorontalo, h 368
[10]
Sutherland. Abdussalam, (2007) ,“Membagi Ruang Lingkup Kriminologi”, h 4
[11] ibid
[12] Topo
Santoso dan Eva Achyani Zulfa, (2004) “Kriminologi”, PT Grafindo Raja Persada,
h. 1
[13]
Syamsu Yusuf, (2012) “Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung, Remaja Rosdakarya”,
h. 27
[14] Sendy Agus Setyawan, Muhammad Akbar, (2019) ,“Pergaulan
Bebas di Kalangan Mahasiswa dalam Tinjauan Kriminologi dan Hukum”, Vol 5 No 2,
h 170, Isu-Isu Kontemporer dalam
Kejahatan dan Penanggulangannya, Journal Law Research Review Quarterly,
Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang
[15] Na’fi
Mubarok, (2017) ,“Kriminologi Dalam Persepktif Islam”, h 42, Dwiputra Pustaka
Jaya
[16]
Statistik Gender Tematik, (2017), “Mengakhiri
Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Indonesia”, Kerjasama Kementrian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan BPS, Jakarta, h 57
[17] Mukhlisin,
(2014), “Makalah Pelecehan Seksual Di Dalam Kehidupan Masyarakat” (http://muklisandespar.blogspot.com/2014/04/makalah-pelecehan-seksual-di-dalam.html),
(diakses 23 Agustus 2019)
[18]
Nelien Haspels, Zaitun Mohamed Kasim, Constance Thomas and Deirdre McCann, (2001),
Action against Sexual Harassment at Work
in Asia and the Pacific, ILO-Bangkok, h 145, (diakses 11 September 2019)
[19] www.tribunnews.com, Rabu, 11 September
2019, (https://www.tribunnews.com/regional/2019/09/11/paksa-siswi-aliyah-usia-16-tahun-berhubungan-intim-hingga-hamil-guru-sd-dipesawaran-ditahan),
(diakses 11 September 2019)
[20] www.tribunnews.com, Rabu, 11 September
2019, (https://www.tribunnews.com/regional/2019/09/11/cabuli-siswi-kelas-6-saat-kemping-oknum-guru-sd-di-sleman-diadukan-ke-polisi?page=2),
(diakses 12 September 2019)
[21] www.tribunnews.com,
Rabu, 11 September 2019, (https://www.tribunnews.com/regional/2019/09/11/magang-jadi-guru-mahasiswa-asal-sidoarjo-cabuli-murid-smp-janji-dinikahi-12-tahun-lagi).
(diakses 11 September 2019)
[22] Tribunnews.com,
(1 September 2019), “Kepala Sekolah yang Cabuli Siswanya Tak Lama Lagi
Disidangkan”, https://www.tribunnews.com/regional/2019/09/01/kepala-sekolah-yang-cabuli-siswanya-tak-lama-lagi-disidangkan?page=2,
(diakses 1 September 2019)
[23]https://www.cnnindonesia.com, (14 November
2018), “Kronologi Kasus Baiq Nuril, Bermula dari Percakapan Telepon”, (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20181114133306-12-346485/kronologi-kasus-baiq-nuril-bermula-dari-percakapan-telepon).(
Diakses 9 September 2019)
Comments
Post a Comment