Meningkatkan Kualitas Legislatif Bernas.id
18 November 2019
Rekonstruksi Pemikiran
"Dalam kehidupan sehari-hari, praktek revolusi mental adalah menjadi manusia yang berintegritas, mau bekerja keras, dan punya semangat gotong royong." "Revolusi Mental adalah suatu gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia agar menjadi manusia baru, yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang, berjiwa api yang menyala-nyala. Itulah adalah gagasan revolusi mental yang pertama kali dilontarkan Presiden Soekarno pada Peringatan HUT RI 17 Agustus 1956, (Kominfo, 2015). Revolusi Mental dalam bidang pendidikan dapat dimaknai rekonstruksi terhadap SDM Indonesia sejalan dengan pemikiran Presiden Jokowi, yaitu SDM Unggul Indonesia Maju.”
Trias Politica
Secara eksplisit Indonesia menganut trias politika (Montesque), yang konsep dasarnya adalah, kekuasaan di suatu negara tidak boleh dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan politik melainkan harus terpisah di lembaga-lembaga negara yang berbeda: Eksekutif (pemerintah), Legislatif (DPR), Yudikatif (penegak hukum), dan dijaman Romawi kuno dikenal pula senat yang dinegara kita disebut DPD hal ini bertujuan melarang kesewenang-wenangan penggunaan kekuasaan, dengan check and balances antar lembaga.
Pada lingkup kecil, misalnya di Kota Yogyakarta, yaitu DPRD Kota Yogyakarta, eksekutif pemerintah Kota Yogyakarta, dan Yudikatif yaitu Pengadilan, Kejaksaan, maupun Kepolisian.
DPRD Sebagai Wakil Rakyat Sistem perwakilan merupakan suatu konsep yang menunjukkan hubungan timbal-balik antara wakil dan terwakili. Para wakil mempunyai kewajiban untuk menyalurkan aspirasi dan kepentingan pihak yang diwakili, sebagai imbalannya para wakil mempunyai sejumlah kewenangan yang diperoleh oleh sebuah kesepakatan dengan pihak yang diwakili atau kemauan umum, hal ini merupakan substansi dari fungsi-fungsi anggota DPRD selaku wakil rakyat.
Bermacam pendapat masyarakat selalu muncul terhadap wakilnya di DPRD, ada yang menilai DPRD telah melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik, tetapi banyak pula yang menilai bahwa fungsi legislasi dinilai masih berpihak kepada kepentingan partai politik atau bahkan pribadi, hal ini menimbulkan gap antara janji politik dan kenyataan.
Hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD seyogyanya merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Kedudukan yang setara dimaknai sejajar, artinya tidak saling membawahi. Hal ini tampaknya tidak selalu terjadi, beberapa contoh masih banyaknya produk peraturan-peraturan daerah yang merupakan inisiasi dari pemerintah daerah, bukan dari DPRD, disisi lain pemerintah (pengguna anggaran) acapkali yang menjadi sasaran pengawasan penegak hukum.
Perbandingan Pendidikan Ketiga Lembaga Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengamanatkan, pada Pasal 21 bahwa syarat pendidikan untuk calon anggota KPU, KPU provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota adalah berpendidikan paling rendah Strata 1 (S-1) untuk calon anggota KPU, KPU Provinsi, dan sekolah menengah atas/ sederajat untuk calon anggota KPU Kabupaten/Kota; Pasal 240 (1) Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah WNI dan harus memenuhi persyaratan pendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah, kejuruan, atau yang sederajat;
Kita gunakan metode perbandingan untuk melihat persyaratan pendidikan eksekutif maupun yudikatif, yang sebelum menjabatpun sesudah harus menjalani Tes CPNS, kemudian Latsar/ Prajabatan CPNS yang waktunya dapat mencapai 2,5 bulan.
Peraturan Pemerintah No. 11 tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil: Pasal 54 (1) untuk jabatan pengawas memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan paling rendah diploma III/setara; Pasal 75 (1) jabatan fungsional berijazah paling rendah sarjana atau diploma IV; Pasal 108 Persyaratan untuk dapat diangkat dalam JPT dari kalangan non-PNS pendidikan paling rendah pascasarjana; Pasal 159 Persyaratan untuk dapat diangkat dalam JPT dari prajurit TNI dan anggota Kepolisian setelah mengundurkan diri dari dinas aktif JPT pratama memiliki pendidikan paling rendah sarjana/diploma IV; Untuk Kejaksaan/Kehakiman menerapkan standar kualifikasi sarjana (S1), Polri bagi bintara (pelaksana) kualifikasi SMA sederajat, bagi perwira kualifikasi akademi/sarjana.
Seyogyanya Pendidikan Bagi DPRD Kota/ Kabupaten Idealnya seorang anggota legislatif yang notabene pejabat daerah minimal sarjana (S1), karena akan setara dengan eksekutif. Apalagi jika unsur pimpinan Dewan, mereka akan sederajat dengan birokrat dengan jabatan eselon II. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2017 Tentang Hak keuangan dan administratif Pimpinan dan anggota dewan perwakilan rakyat daerah Uang representasi ketua DPRD provinsi setara dengan gaji pokok gubernur dan uang representasi ketua DPRD kabupaten/kota setara dengan gaji pokok bupati/walikota. Hal ini bisa didorong dengan terobosan kebijakan alokasi anggaran pendidikan (otonomi pendidikan) daerah untuk memberi subsidi bagi anggota dewan yang belum menumpuh pendidikan sarjana (S1), dan bagi yang kedepannya akan mencalonkan diri menjadi anggota legislatif tentunya waktu masih cukup untuk memulai karena pendidikan sarjana (S1) dapat ditempuh dalam 3,5-4 tahun. Sebagai contoh, anggota DPRD Kota Yogyakarta pada saat ini yang berkualifikasi sarjana (S1) pada kisaran 55%-60% dari total jumlah anggota.
Beberapa penelitian tentang kedewanan menunjukkan adanya korelasi dan disimpulkan bahwa: (Handoyo, 2011) bahwa personal background seperti strata pendidikan dan latar belakang pekerjaan berpengaruh signifikan. (Yulinda Devi, 2010) Ternyata pengetahuan dewan tentang anggaran tidak hanya terbatas dari pendidikan pelatihan tentang keuangan daerah yang pernah diikuti anggota dewan melainkan juga latar belakang pendidikan dewan dan pengalaman politik.
Sependek pemikiran penulis, perlu rekonstruksi berfikir untuk mengaplikasikan jargon “SDM Unggul” revolusi mental salah satunya dengan mengupayakan pendidikan anggota DPRD agar setara, salah satunya dari sisi pendidikan dengan lembaga lain, guna meningkatkan kualitas maupun penunjang ketugasan.
(Hartanto, SE, SH, M.Hum, Fakultas Hukum, Universitas Widya Mataram)
Comments
Post a Comment