PERAN PPNS DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN TINDAK PIDANA RINGAN DI KABUPATEN SLEMAN
PERAN PPNS DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN TINDAK PIDANA RINGAN DI KABUPATEN SLEMAN
W Wantara, H Hartanto, KE Suryono - Jurnal Restorative Justice, 2020
https://scholar.google.co.id/citations?user=CA_A13wAAAAJ&hl=en
http://www.ejournal.unmus.ac.id/index.php/hukum/article/view/2730
https://doi.org/10.35724/jrj.v4i1.2730
Abstrak
Permasalahan
yang dikaji dalam studi ini berdasarkan masalah yang terjadi pada penyimpanan,
peredaran, dan penjualan minuman beralkhohol serta pelarangan minuman oplosan
yang tidak memiliki ijin di wilayah Kabupaten Sleman. Padahal Pemerintah
Kabupaten Sleman baru saja Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 8 Tahun 2019
tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkhohol serta Pelarangan
Minuman Oplosan. Penelitian ini untuk mengetahui peran dan kendala Penyidk
Pegawai Negeri Sipil dalam penegakan hukum terhadap pelanggaran Perda tersebut
sampai ke ranah Pengadilan. Penelitian dilakukan dengan metode penelitian
yuridis empiris. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa satu-satunya perangkat daerah yang berwenang menegakkan Perda tersebut adalah Satuan Polisi Pamong Praja
Kabupaten Sleman, sedangkan untuk penegakkan hukum terhadap tindak pidana
pelanggarannya yang berwenang selain Penyidik Polri adalah Penyidik Pegawai
Negeri Sipil (PPNS). Tindakan PPNS dalam menangani perkara ini mengacu pada
Hukum Acara Pidana dan dalam pemberkasannya menggunakan Acara Pemeriksaan Cepat
yang diperuntukkan bagi tindak Pidana Ringan (Tipiring).
Keywords: Violation, Regional
Regulation, Beverage, Alcoholic
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Berdasarkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa Negara Indonesia adalah
Negara hukum. Mengingat luas wilayah Indonesia yang begitu besar maka
menggunakan sistem otonomi daerah yang berasaskan desentralisasi. Penyelenggaraan
pemerintahan di tingkat Kabupaten yang di pimpin oleh Bupati, terdapat beberapa
tugas yang diembannya. Salah satu tugas Bupati adalah memelihara ketentraman
dan ketertiban di wilayah yang dipimpinnya, di mana salah satu dasar untuk
melaksanakannya adalah peraturan
perundang-undangan, dalam hal ini yaitu Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan
Kepala Daerah (Perkada). Dalam ketugasannya tersebut Bupati dibantu oleh
beberapa Organisasi Perangkat Daerah, salah satunya adalah Satuan Polisi Pamong
Praja (Sat.Pol.PP).
Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana pula diatur dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2016 tentang Satuan Polisi Pamong
Praja mengamanatkan bahwa Satuan Polisi Pamong Praja dibentuk untuk menegakkan
Peraturan Daerah, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat,
serta menyelenggarakan perlindungan masyarakat. Satuan Polisi Pamong Praja
sebagai perangkat daerah, mempunyai peran yang sangat strategis dalam menjamin
adanya kepastian hukum.
Menurut penulis, kabupaten
Sleman termasuk daerah yang cukup maju pesat dalam pembangunan, dibanding
keempat daerah lain dalam lingkup Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), hal ini
dapat diketahui dari berbagai macam data-data statistik. Jumlah penduduk yang terus
meningkat, menumbuhkembangkan ragam kegiatan ekonomi masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan hidup, kemudian secara alami semakin menambah potensi permasalahan
terkait ketentraman dan ketertiban umum, dimana salah satunya adalah
pelanggaran Peraturan Daerah. Dalam penelitian ini pelanggaran terhadap Peraturan
Daerah Nomor 8 Tahun 2007 yang telah diganti dengan Peraturan Daerah Nomor 8
Tahun 2019 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkhohol Serta
Pelarangan Minuman Oplosan.
Landasan filosofis dalam Perda
tersebut adalah bahwa peredaran dan penjualan minuman beralkohol, serta minuman
oplosan telah memberikan dampak buruk bagi kehidupan masyarakat sehingga perlu mendapatkan
perhatian serius semua pihak, baik aparat pemerintah, tokoh masyarakat maupun
masyarakat pada umumnya; bahwa dalam rangka menjaga kesehatan, keamanan dan
ketertiban sosial perlu pengendalian dan pengawasan terhadap minuman
beralkohol, serta pelarangan terhadap minuman oplosan karena bertentangan
dengan nilai-nilai sosial, keagamaan, ketertiban dan seluruh aspek peri
kehidupan masyarakat[1].
Fakta dilapangan menunjukkan masih
banyak masyarakat yang menjual dan mengedarkan minuman beralkhohol yang tidak
mempunyai ijin dari Pemerintah Kabupaten Sleman. Yaitu berupa Surat Ijin Usaha
Perdagangan Minuman Beralkhohol yang selanjutnya disingkat SIUP MB. Sehingga
membuat prihatin banyak pihak. Penjualan dan peredaran minuman beralkhohol juga
telah memberikan dampak buruk bagi kehidupan masyarakat sehingga perlu
mendapatkan perhatian serius dari semua pihak. Akhir-akhir ini masyarakat juga
merasa resah dengan maraknya tindakan pelanggaran hukum seperti pelanggaran lalu lintas,
kebut-kebutan, penganiayaan, klitih dan tawuran massa. Para pelanggar kedapatan
mengkonsumsi minuman beralkhohol terlebih dahulu, sebelum melakukan
pelanggaran. Gamabaran dilapangan,
sedikit terwakili oleh kutipan berita pada Web.
SuaraJogja.id: Sebanyak 1.860 botol minuman beralkohol dengan berbagai merk
disita Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta
dalam razia yang sudah dilakukan sebanyak dua kali.
[1]
Bagian Menimbang, Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 8 Tahun 2019, Tentang
Pengendalian Dan Pengawasan Minuman Beralkohol Serta Pelarangan Minuman Oplosan
Razia peredaran minum
beralkohol itu dilakukan sebagai tindak lanjut Perda No 8/2019 tentang
Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol serta Pelarangan Minuman
Oplosan.
Menurut keterangan
Kepala Bidang Penegakan Peraturan Perundang-undangan Satpol PP Kabupaten Sleman
Dedi Widianto, sesuai regulasi, minuman beralkohol hanya boleh dijual di tempat
usaha yang telah mengantongi surat izin usaha perdagangan minuman beralkohol
(SIUP-MB). Dedi mengatakan, dari dua kali razia, rupanya angka penjualan
minuman beralkohol oleh pihak yang tak memiliki izin masih tinggi. "Ada
lima lokasi yang menjadi sasaran razia. Tiga di kafe dan dua di warung
kelontong. Tempat tersebut rata-rata tidak memiliki izin usaha dan izin untuk
menjual minuman beralkohol," ungkap Dedi di Sleman, Kamis (14/11/2019),
dikutip dari Antara.
Dedi menambahkan,
penjual juga tidak boleh melayani pembeli minuman beralkohol yang usianya masih
di bawah 21 tahun. "Namun yang kami sayangkan, mereka itu masih menjual
kepada anak di bawah umur," jelas Dedi. Maka dari itu, sampai akhir tahun
nanti pihaknya akan terus melakukan razia di kafe besar dan kecil, juga di toko
kelontong di desa Meski begitu, menurut Dedi, peredaran minuman beralkohol
golongan B dan C juga masih cukup banyak.[1]
[1]
Razia dari Kafe ke Desa, Satpol PP Sleman Sita 1.860 Botol Minuman Alkohol,
https://jogja.suara.com/read/2019/11/14/145130/razia-dari-kafe-ke-desa-satpol-pp-sleman-sita-1860-botol-minuman-alkohol,
didownload 5 Januari 2020
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimanakah
peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam penegakan hukum terhadap
pelanggaran terhadap pelanggaran
tindak pidana ringan yang diatur dalam Peraturan Daerah tentang
Pengendalian dan Pengawasan minuman Beralkhohol serta Pelarangan Minuman
Oplosan di Kabupaten Sleman ?
2. Kendala apa
sajakah yang dihadapi oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam menangani
perkara tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah tentang Pengendalian dan
Pengawasan minuman Beralkhohol serta Pelarangan Minuman Oplosan di Kabupaten Sleman ?
Mari Belajar Bersama Menulis Jurnal .... Mahasiswa Dan Dosen
Comments
Post a Comment