Kenormalan Baru Masih Masih Memerlukan Analisa Lanjut
Kenormalan Baru Masih Masih Memerlukan Analisa Lanjut
Paleontologi mencatat
bahwa kehidupan sederhana seperti virus dan bakteri adalah penghuni asli Bumi
sekitar 3,5 miliar tahun yang lalu. Mamalia pertama muncul 200 juta tahun yang
lalu, dan dinosaurus pertama, sekitar 50 juta tahun sebelum itu (Sherwood
Romer, 1945), COVID-19, H1N1, SARS, H7N1, H7N9, MERS, AIDS dan Ebola dalam 30
tahun terakhir adalah peristiwa menyedihkan (Peter, 2020), dalam hal berarti
sejak dahulu kala, kita sebagai manusia memang harus bertahan untuk menghadapi
berbagai virus di dunia, seperti halnya Covid-19 yang sekarang menjadi pandemi
(bukan pendemi/epidemi).
Sebaran
Virus di DIY
*Sumber: corona.jogjaprov.go.id/data-statistik
Pasien terkonfirmasi positif
Covid-19 per tanggal 1 Juni 2020 berdasar data di corona.jogjaprov.go.id/data-statistik, menunjukkan grafik yang
tetap naik namun kenaikannya cenderung melandai (pola grafik teratas), dan
liniear/seiring dengan perbandingan proporsional dengan yang sembuh, maka
diasumsikan jika terjadi pertemuan grafik semua yang positif dengan grafik yang
sembuh, berarti semua yang terpapar (positif) sudah berhasil sembuh. Ada
sedikit perbedaan definisi mengenai meninggal akibat Covid-19, yaitu Definisi
terbaru mengenai 'kematian COVID-19' itu tertulis dalam laporan perkembangan
COVID-19 Nomor 82 (Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) situation report-82),
tertanggal 11 April 2020. Suatu kasus digolongkan sebagai 'kematian COVID-19'
apabila tak ada periode sembuh total antara waktu sakit dan waktu kematian, istilah
kematian dari 'probable case” (kasus yang mungkin COVID-19)'. Bila ada
seseorang yang menyandang 'probable case' itu meninggal, maka kini kematian
orang itu dihitung sebagai 'kematian COVID-19'. Beberapa waktu lalu media
memberitakan tentang pencatat kematian akibat Covid-19 atau bukan, disini
mungkin terjadi sedikit perbedaan terminologi, yang berpotensi perbedaan data
penyebab kematian. Maka SK Gubernur DIY Nomor 121/KEP/2020, tentang
perpanjangan status tanggap darurat bencana (non alam) mulai 20 Mei 2020 sampai
30 Juni 2020 sangatlah tepat, dibanding daerah-daerah lain yang terkesan
terburu-buru akan memberlakukan new
normal. Terlebih Juru Bicara Pemda DIY untuk Penanganan Covid-19 Berty
Murtiningsih hari ini mengumumkan ada penambahan 3 kasus baru, sebagai kasus
236 asal Kota Yogya, 237 asal Sleman, dan 238 asal Bantul. Pelaksanaan new normal menurut ahli epidemiologi
Griffith University Australia Dicky Budiman "Idealnya, 1 persen dari total
populasi di wilayah tersebut dilakukan tes, katakan lah kalau penduduknya 10
juta berarti kurang lebih 100.000 orang yang dites, total," dan tes/sampel
ini terutama kepada kelompok-kelompok tertentu/berisiko.
Sependek pemahaman penulis, tidak ditemukan data jumlah tracing yang telah dilakukan terhadap sampel di DIY di website corona.jogjaprov.go.id. Data
dari BPS DIY jumlah penduduk pada tahun 2019 tercatat 3.842.932 jiwa tersebar di 4 Kabupaten dan 1 Kota, dengan jumlah
penduduk terendah di Kulonprogo (430.220) dan Yogyakarta (431.939), jika menggunakan
asumsi Dicky B, maka tracing sampel
misalnya untuk Kota Yogyakarta dengan jumlah penduduk tergolong rendah di DIY
431.939 orang maka jika x 1% = 4.320 tracing/sampel,
tampaknya angka yang cukup tinggi untuk dicapai. Pekan ini Pemkot akan melakukan
tracing di pasar-pasar, hal ini kami
harap segera dilakukan.
Kebijakan pemerintah
DIY termasuk “longgar” karena menjadi daerah yang tidak menerapkan PSBB
Dampak pandemi Covid-19
telah menyentuh berbagai aspek, dan yang paling mencolok adalah melambatnya
perputaran perekonomian, dengan banyaknya PHK di sektor swasta kecil dan
menengah, namun ini juga memberikan hikmah bahwa kekuatan perekonomian sangat
ditopang oleh sektor ini. Masyarakat dengan berbagai beban baik psikologi,
sosial, maupun ekonomi memang harus mulai beraktifitas, meski virus inipun
tetap beraktifitas. Semua kembali kepada kesadaran masyarakat untuk melindungi
diri sendiri, keluarga, dan sesama, dengan membiasakan diri menggunakan masker
dan rajin mencuci tangan, serta budaya hidup bersih agar tidak membawa virus ke
dalam rumah/ tempat kerja, karena ketertiban kita yang akan menyelamatkan kita
bersama. Virus itu mengancam semua orang, maka kita semua bersama-sama saudara
sekampung, sebangsa, dan setanah air membiasakan physical distancing (jaga jarak fisik), tapi hati kita secara social tetap harus erat. Adaptasi
merupakan suatu kelaziman yang harus dilakukan perkembangan peradaban manusia.
Para pemimpin/ pejabat negara tetap harus menjalankan tugas sebaik-baiknya
untuk memimpin rakyat menghadapi pandemi ini, seiring dengan amanat UU No. 6
Tahun 2018 Kekarantinaan Kesehatan, UU No. 36 Tahun 2009 Kesehatan, UU No. 24
tahun 2007 Penanggulangan Bencana. Mari menebar kedamaian dan menjalin
persaudaraan di masa Pandemi Covid-19.
Comments
Post a Comment