PERSPEKTIF HUKUM NEW NORMAL ( Tinjauan Kritis ) Menulis Buku Bersama Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram

https://isbn.perpusnas.go.id/Account/SearchBuku?searchCat=Judul&searchTxt=PERSPEKTIF+HUKUM+NEW+NORMAL

Judul Buku Bersama : PERSPEKTIF HUKUM NEW NORMAL (Tinjauan Kritis)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR REKTOR UNIVERSITAS WIDYA MATARAM.................................................................. v

Edy Suandi Hamid

KATA PENGANTAR DEKAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIDYA MATARAM YOGYAKARTA.. ix

Kelik Endro Suryono

EXECUTIVE SUMMARY........................................................................................................................................ xiii

PENGELUARAN DAN PEMBEBASAN NARAPIDANA DIMASA PANDEMI COVID-19 DALAM TINJAUAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA ............................................................................................ 1

Hartanto


A. PENDAHULUAN

Pembebasan narapidana untuk mengurangi pertambahan penularan Covid-19 masih menuai kontroversi di masyarakat. Kebijakan pemerintah untuk membebaskan narapidana tersebut didasarkan pada Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi bagi Narapidana dan Anak dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid 19 serta Keputusan Menkumham No. M HH-19. PK.01.04.04/2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19. Pembebasan terhadap narapidana dilakukan dengan pertimbangan rawannya penyebaran Covid-19 di dalam lapas/ rutan/Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) di Indonesia yang notabene mengalami kelebihan penghuni. Berdasarkan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, jumlah narapidana dan tahanan di Indonesia per 11 April 2020 telah mencapai 225.176 orang, sedangkan total daya tampung penjara hanya untuk 132.107 narapidana dan tahanan. Sedangkan menurut data World Prison Brief, penjara di Indonesia mengalami over capacity hingga 104%1.

Masa pandemi Covid-19, menjadikan penjara menjadi tempat yang berisiko. Persoalannya, selain penjara yang tidak layak karena minimnya fasilitas dan penyuluhan kesehatan, kelebihan kapasitas juga menyebabkan kebijakan “jaga jarak” mustahil untuk diterapkan. Dengan diterbitkannya kebijakan untuk membebaskan narapidana dan anak yang ada di dalam lapas atau rutan, diharapkan dapat mencegah dan menanggulangi penyebaran Covid-19. Sampai tanggal 8 April 2020, jumlah narapidana dewasa dan anak yang dikeluarkan melalui program asimilasi dan integrasi telah mencapai angka 36.554 orang dan diprediksi masih terus bertambah2.

Kebijakan pengeluaran dan pembebasan narapidana melalui proses asimilasi maupun integrasi menuai kecaman. Tidak hanya pembebasan narapidana umum, namun pembebasan narapidana khusus juga ikut menuai kecaman. Sebagian kalangan baik melalui media sosial atau pemberitaan online, menilai keputusan tersebut merupakan langkah yang tepat guna menghormati hak asasi manusia dalam sistem peradilan pidana. Di sisi lain, tidak sedikit yang justru menyayangkan keputusan tersebut dengan berbagai alasan, khususnya kekhawatiran akan dampak negatif terhadap aspek keamanan dan sosial pasca para napi tersebut bebas kembali ke masyarakat. Di sisi lain, banyak komponen masyarakat yang menyatakan ketidaksetujuannya dengan langkah Menkumham.

Pembebasan narapidana diinisiasi oleh Komisi Tinggi PBB untuk HAM, yang mendorong negara-negara melakukan pembebasan tahanan, dengan kondisi penjara yang mengkhawatirkan sehingga Indonesia bukan satu-satunya negara yang menerapkan kebijakan untuk membebaskan narapidana di masa pandemi Covid-19. Penyebaran Covid-19 telah mempengaruhi sistem peradilan pidana global dan menyebabkan banyaknya kebijakan pembebasan narapidana. Menyitir Reuters, Jerman telah membebaskan sekitar 1000 tahanan yang mendekati masa akhir hukuman mereka. Tujuannya adalah untuk mengatur sel-sel area karantina bagi narapidana yang tertular penyakit.

Inggris membebaskan narapidana dengan masa tahanan yang tersisa 2 (dua) bulan atau kurang. Narapidana dengan pelanggaran tergolong rendah akan dipantau secara elektronik dan dapat diminta kembali ke penjara jika menujukkan tanda-tanda mengkhawatirkan. Kebijakan yang sama juga dilakukan beberapa negara, antara lain: Brasil membebaskan 24 ribu tahanan setelah dua orang dipastikan meninggal karena terjangkit virus corona (Covid-19) pada 28 Maret lalu. Seperti halnya di Indonesia, pembebasan para napi di Brasil juga mendapatkan pertentangan, banyak pihak juga mengkhawatirkan mereka kembali berulah. Komisi Pastor Penjara di Brasil menyebut, tahanan merupakan kelompok yang rentan terinfeksi Covid-19. 

Polandia, turut membebaskan para napi hingga 10 ribu orang. Berdasarkan keputusan yang ditetapkan, para napi akan menjalani sisa masa hukuman di rumah, Afganistan membebaskan sebanyak 10 ribu napi, Kais Saied sebagai Presiden Tunisia, memberikan pengampunan secara khusus kepada 1.420 narapidana, untuk mengurangi populasi penjara negara itu di tengah penyebaran virus corona (Covid-19), Parlemen Turki menyetujui aturan hukum yang mengizinkan pembebasan sekitar 45 ribu napi demi menghindari wabah penyebaran virus corona (Covid-19), sekitar 25 ribu tahanan di Myanmar akan dibebaskan dari penjara pada masa pandemi Covid-19, pemerintah Kolombia memerintahkan pembebasan sementara lebih dari 4.000 tahanan dengan menjalani tahanan rumah 

Pemerintah Chile akan membebaskan sekitar 1.300 tahanan yang berisiko tinggi dapat terinfeksi Covid-19 (virus Corona) yang akan dibebaskan setelah Mahkamah Konstitusi menyetujui UU khusus yang diajukan oleh pemerintahan konservatif di bawah pimpinan Sebastian Pinera.5 Selanjutnya, artikel ini ditulis dengan tujuan untuk menjawab persoalan “Apakah kebijakan pembebasan narapidana di masa pandemi Covid-19 telah sesuai dengan semangat yang terkandung dalam pembaharuan hukum pidana ?”

Adapun metode dalam penulisan artikel ini akan menggunakan metode berfikir yuridis normatif, serta menggunakan pendekatan perundang-undangan. Sehingga, penelitian ini akan menggunakan data-data sekunder berupa peraturan perundang-undangan serta kejadian-kejadian empiri yang telah terjadi berkaitan dengan objek penelitian yang dimaksud.

Ingin membaca lebih jauh dan lengkap dengan catatan kaki/referensi, dapat menghubungi : Perpustakaan FH. Universitas Widya Mataram ( Rp 45.000 )

atau email.

Untuk Karya ilmiah yang lain, copas klik :

https://scholar.google.co.id/citations?user=CA_A13wAAAAJ&hl=en



Comments

Popular posts from this blog

Urgensi Pembentukan Dewan Kehormatan Bersama (Menjaga Martabat Profesi Advokat Melalui Etika yang Terpadu dalam Era Distrubsi)

A Multidimensional Study of the Law of Goods and Services Procurement Contracts in Indonesia