REALITA CINTA BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA
https://jrkhm.org/index.php/humanity/article/view/24/42
Abstrak
Perkawinan atau pernikahan berdasarkan atas cinta yang tumbuh alamiah dari semua insan Tuhan Yang Maha Esa, dan budaya maupun relasi sosial ini terjadi sejak jaman purba. Pada kondisi di Indonesia saat ini, peristiwa perkawinan bergeser diatur oleh hukum negara dengan berbagai pertimbangan. Hak private yang dijamin konstitusi dan Pancasila sebagai falsafah bangsa, kembali menarik dikaji terkait terbitnya surat edaran MA No. 2 tahun 2023 yang secara langsung/ tidak langsung beririsan dengan pelaksanaan Undang- undang. Dimana masyarakat dari berbagai belahan dunia memodernisasi hukumnya dengan isu-isu hukum teknologi dan ekonomi pembangunan, kita seolah jalan ditempat. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, yang mendasarkan pada konsep, doktrin, maupun peraturan perundang-undangan. Masalah yang dikaji adalah Perkawinan yang merupakan perwujudan dari cinta, yang salah satu tujuanya untuk melahirkan keturunan seolah dibatasi oleh lahirnya Surat Edaran MA. Tentu penulis mempersilahkan segenap peneliti/ahli untuk beropini, karena hakekatnya ini sebatas refleksi penulis atas isu-isu hukum yang relatif stagnan (berputar-putar disitu selalu). Penulis beropini bahwa SEMA No. 2 tahun 2023 ini tidak seiring dengan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, yang notabene lahir dari sejarah heterogenitas bangsa Indonesia.
Kata kunci: Cinta, Beda Agama, Hak Asasi, Sosial
Abstract
Marriage or marriage is based on love that grows naturally (given) from all human beings created by God Almighty, and this culture and social relations have existed since ancient times. In the current conditions in Indonesia, marriage events have shifted to be regulated by state law with various considerations. Private rights guaranteed by the constitution and Pancasila as the nation's philosophy are again interesting to study in connection with the publication of Supreme Court circular letter no. 2 of 2023 which directly/indirectly conflicts with the implementation of the Law. Where people from various parts of the world modernize their laws with legal issues of technology and economic development, we seem to be walking in place. This research uses a normative juridical approach, which is based on concepts, doctrine and statutory regulations. The problem studied is marriage, which is a manifestation of love, one of the goals of which is inner and outer happiness and giving birth to offspring, but then it seems to be limited. Of course, the author invites all researchers/experts to express their opinions, because in essence this is limited to the author's reflection on legal issues that are relatively stagnant. The author is of the opinion that SEMA No. 2 of 2023 is not in line with Pancasila and Bhinneka Tunggal Ika, which incidentally were born from the history of the heterogeneity of the Indonesian nation.
Keywords: Love, Different Religions, Human Rights, Social
Pendahuluan
Hak asasi manusia tampaknya mengalami banyak sinkronisasi dengan religi dan budaya, belum lagi kepentingan politic commoditized di Indonesia. Beberapa poin UU No. 1 tahun 2023 tentang KUHP yang baru saja disahkan lalu, mendapat tinjauan dari dunia internasional adalah seks konsensual di luar nikah sebagai tindak pidana karena dianggap bertentangan dengan hak privasi, yang memungkinkan adanya campur tangan pemerintah terhadap hak privat; Disisi lain fenomena pasangan diluar nikah (resmi & tercatat) banyak terjadi di Indonesia secara teoritis melanggar hukum, dan mereka seolah menikah dengan aturan/paham lokal tertentu. Namun KUHP telah membatasi dengan pengaturan terkait kejahatan seks/ hidup bersama di luar nikah (kumpul kebo) yang dapat dituntut berdasar pengaduan suami, istri, orang tua, atau anak-anak pelaku; Pasangan sesama jenis tidak boleh menikah di Indonesia (LGBT), maka praktis klausul ini efektif bahwa semua perilaku sesama jenis menjadi illegal.1 Pandangan penulis ini adalah fenomena sosial yang menjadi fenomena hukum. Kriminalisasi aborsi dengan beberapa pengecualian yang cukup ketat merupakan preseden baik, namun disisi lain hak perempuan atas kesehatan berikut hak reproduksinya menjadi terdegradasi; Pasal terkait agama dalam KUHP telah diatur berjenjang, kemudian ada larangan meninggalkan suatu agama/ kepercayaan. Campur tangan negara kebeberapa bagian privat ini seolah hukum menjadi tidak universal, setidaknya menjadi hal yang cukup rumit dan berpotensi terlalu mengekang kebebasan masyarakat, yang masih cukup sulit di negara berkembang dengan budaya hukum yang masih lemah.
......................................
Link : https://jrkhm.org/index.php/humanity/article/view/24/42
.................................
Kesimpulan
Problematik hukum di Indonesia kerap terjadi ketika sumber hukum diakomodir menjadi hukum positif, dan ini merupakan hal yang wajar; dikarenakan sumber hukum seringkali lebih dekat dengan norma-norma sosial yang menyangkut naluri/perasaan alamiah seseorang yang notabene dapat diiterpretasikan anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dijamin konstitusi. Apakah konsen negara dalam hal ini melalui Mahkamah Agung dengan menerbitkan SEMA mengakibatkan mereka memperjuangkan cinta-nya untuk harus menikah diluar negeri ? Meski hal itu dimungkinkan berdasar asas lex loci celebrationis (keabsahan materiil) perkawinan ditetapkan berdasarkan kaidah hukum dari tempat (locus) dimana perkawinan dilangsungkan; namun hal ini akan mengurangi hak asasi manusia sebagai warga negara, dan bagaimana pandangan negara-negara tetangga atas sistem hukum di Indonesia, meskipun akhirnya dapat berlaku asas comitas gentium. Saran penulis semoga pemerintah beserta jajarannya lebih konsen untuk membuat regulasi hukum yang terkait langsung untuk mendorong pembangunan yang berkeadilan, dibanding hal-hal private warga negara. Singkatnya masalah cinta yang akan diwujudkan menjadi sebuah perkawinan ini seyogianya dapat dimaknai kembali dengan hakekat sesama manusia secara lebih arif dan bijaksana; Jika para pihak yang akan melangsungkan perkawinan tetap bersikukuh (terlanjur cinta), maka setidak-tidaknya dapat mempertimbangkan semangat model moderasi beragama.
17 UIM Media, Halaqah UIM, Prof Kamaluddin Paparkan 4 Pilar Moderasi, https://uim-makassar.ac.id/2023/11/17/halaqah-uim- prof-kamaluddin-paparkan-4-pilar- moderasi/#:~:text=Selanjutnya%2C%20kata%20Prof%20Kamaluddin%2C%20keempat,kelima%20adalah%20Akomodatif%20terhadap%20budaya., diakses 28 Desember 2023
Jurnal
Ahmad Nurcholish, Interfaith Marriage In The Constitution And The Islamic Law Dinamics In Indonesia, Al- Mawarid Journal of Islamic Law, Vol. XV, No. 1, August 2015
E. Gunawan, R. A. Tois, B. Rahmat Haki, Eksistensi Kompilasi Hukum Islam Indonesia, Jurnal Al-Syir’ah Vol. 21, No. 2, 2023
H.S.B. Oratmangun., Perkawinan Beda Agama Di Indonesia (Studi Kasus: Penetapan Pn Jaksel No 1139/PDT.P/2018/PN.JKT.SEL.), Indonesian Notary, Vol. 3, Artikel 7, 2021
Hartanto, Fifink Alvolita Praseida, Refleksi Kekerasan Seksual dan Pemaksaan Seksual terhadap
Perempuan: Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam, DIKTUM, Vol. 20 No. 2, 2022
Hartanto, Kelik Endro Suryono, Erna Tri Rusmala Ratnawati, RESTORATIVE JUSTICE DALAM PERADAPAN HUKUM MODERN (Refleksi Nilai-NilaiAgama Hindu), BelomBahadat :Jurnal Hukum Agama Hindu, Vol. 13 No. 1, 2023
Imam Qolyubi, Dian Ramadhan, Religious Moderation as A Solution of Interfaith Marriages in Multicultural Society, JASSP, Vo.1, No.2, 2021
Internet
Andi Saputra, Tak Bisa Nikahi Wanita Muslim, Pria Katolik Ini Gugat UU Perkawinan ke MK, https://news.detik.com/berita/d-5931084/tak-bisa-nikahi-wanita-muslim-pria-katolik-ini-gugat-uu- perkawinan-ke-mk., diakses 27 Desember 2023
Aris, Teori Kebutuhan Maslow: Pengertian, Konsep & Pembagiannya, https://www.gramedia.com/literasi/teori-kebutuhan-maslow/, diakses 27 Desember 2023
Siaran Pers, Siaran Pers Komnas Perempuan Perempuan Merespon SEMA No. 2 Tahun 2023, https://komnasperempuan.go.id/siaran-pers-detail/siaran-pers-komnas-perempuan-perempuan- merespon-surat-edaran-mahkamah-agung-nomor-2-tahun-2023-tentang-petunjuk-bagi-hakim- dalam-mengadili-perkara-permohonan-pencatatan-perkawinan-antar-umat-yang-berbeda-agama- dan-kepercayaan, diakses 28 Desember 2023
Sulthoni, Isi Lengkap SEMA Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Nikah Beda Agama, https://tirto.id/isi-lengkap-sema-nomor-2-tahun-2023-tentang-nikah-beda-agama-gNj9, diakses 25 Desember 2023
The Office of the High Commissioner for Human Rights (OHCHR) to mark the 70th anniversary of adoption of the Universal Declaration of Human Rights on 10 December 1948, https://www.standup4humanrights.org/layout/files/30on30/UDHR70-30on30-article16-eng.pdf, diakses 26 Desember 2023
Tubagus Farhan Maulana, Diskursus Perkawinan Beda Agama dan SEMA No 2 Tahun 2023, https://kumparan.com/tubagus-farhan-maulana/diskursus-perkawinan-beda-agama-dan-sema-no-
2-tahun-2023-20pVgUZOPb0/4, diakses 25 Desember 2023
UIM Media, Halaqah UIM, Prof Kamaluddin Paparkan 4 Pilar Moderasi, https://uim- makassar.ac.id/2023/11/17/halaqah-uim-prof-kamaluddin-paparkan-4-pilar- moderasi/#:~:text=Selanjutnya%2C%20kata%20Prof%20Kamaluddin%2C%20keempat,kelima%2
0adalah%20Akomodatif%20terhadap%20budaya., diakses 28 Desember 2023
Unair News, Tinjauan Kritis dan Evaluasi Surat Edaran SEMA No 2 Tahun 2023, https://unair.ac.id/tinjauan- kritis-dan-evaluasi-surat-edaran-sema-no-2-tahun-2023/, diakses 28 Desember 2023
Willy Kurniawan, Indonesia: KUHP Baru Petaka Bagi Hak Asasi Manusia, https://www.hrw.org/id/news/2022/12/08/indonesia-new-criminal-code-disastrous-rights, diakses 25 Desember 2023
Perundang-undangan
Undang Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Undang-Undang No. 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2006
Tentang Administrasi Kependudukan
Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 1 Tahun T974 Tentang Perkawinan
Undang-Undang No.1 tahun 2023 tentang KUHP
Surat Edaran Mahkamah Agung R.I No. 2 Tahun 2023
Comments
Post a Comment