PERBANDINGAN SANKSI PIDANA PASAL TERTENTU UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (UU ITE No.11 tahun 2008 dengan No 19 tahun 2016)

 ABSTRACT

The influence of social developments in community communication is then regulated legally and ethically to anticipate its development into a crime, and also to provide legal certainty to perpetrators who truly have evil intentions in using the internet. Threats of violence or defamation are ordinary criminal acts regulated in criminal law (KUHP), but when the same act is carried out using information technology tools/equipment (electronic media), the governing norms use special ITE criminal law. The government is trying to respond to various debates in society which apparently do not yet have a filter in selecting the use of internet technology, by reducing the threat of criminal sanctions. Two norms related to delicts related to the ITE Law are interesting to discuss, things that initially commonly occurred in society (social interactions) such as the terms huddle, confide, criticism and so on, are currently facing special criminal sanctions related to electronics. This research uses normative juridical methods, examining statutory regulations with positive legal theories relating to the problems being researched, namely related to the threat of violence and defamation, accompanied by a comparison of criminal sanctions from the 2008 ITE Law and the 2016 ITE Law which have been seen to realize efforts government to prevent over-criminalization. A comparison of criminal sanctions from the 2008 ITE Law and the 2016 ITE Law appears to embody the government's efforts to prevent over-criminalization, while still trying to educate the public. According to the author, several parties who want this defamation or threats of violence to be removed are not in line with efforts to advance legal civilization and Indonesian society.

 

Keywords : Criminal Law, Technology, Electronic Information, Threats, Violence

ABSTRAK

 

Pengaruh perkembangan sosial dalam komunikasi masyarakat yang kemudian diatur secara hukum dan etika untuk mengantisipasi perkembangannya menjadi sebuah kejahatan, dan juga untuk memberikan kepastian hukum pada para pelaku yang benar-benar bertujuan jahat dalam penggunaan internet. Ancaman kekerasan maupun pencemaran nama baik merupakan tindak pidana biasa yang diatur dalam hukum pidana (KUHP), nemun ketika perbuatan yang sama namun dilakukan menggunakan alat/perangkat teknologi informasi (media elektronik), norma yang mengatur menggunakan hukum pidana khusus ITE. Pemerintah berusaha merespon berbagai perdebatan di masyarakat yang tampaknya belum memiliki filter dalam memilah penggunaan teknologi internet ini, dengan menurunkan ancaman sanksi pidananya. Dua buah norma terkait delik (delict) delict terkait UU ITE menarik untuk dilakukan pembahasan, hal yang awalnya biasa terjadi dimasyarakat (interaksi sosial) seperti istilah ngerumpi, curhat, kritik dan sebagainya, saat ini menghadapi sanksi pidana khusus terkait elektronik. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, mengkaji peraturan perundang-undangan dengan teori- teori hukum positif yang menyangkut permasalahan yang sedang diteliti, yaitu terkait ancaman kekerasan dan pencemaran nama baik, disertai perbandingan sanksi pidana dari UU ITE 2008 dan UU ITE 2016 telah tampak mewujudkan upaya pemerintah agar tidak terjadi over kriminalisasi Perbandingan sanksi pidana dari UU ITE 2008 dan UU ITE 2016 telah tampak mewujudkan upaya pemerintah agar tidak terjadi over kriminalisasi, sekaligus tetap berupaya mengedukasi masyarakat. Beberapa pihak yang ingin agar pencemaran nama baik atau ancaman kekerasan ini dihapuskan menurut penulis adalah tidak sejalan dengan upaya untuk memajukan perdaban hukum dan masyarakat Indonesia.

 

Kata Kunci : Hukum Pidana, Teknologi, Informasi Elektronik, Ancaman, Kekerasan


Link :
https://ejournal.unma.ac.id/index.php/jpl/article/view/4613

Kesimpulan

Perbandingan sanksi pidana dari kedua UU ITE 2008 pada perubahaPenjelasan Pasal demi pasal 27 ayat (1), (3), (4) telah mencoba memperbaiki sifat materiil. Perubahan pada pasal 45 ayat (3) sebatas sanksi pidana yang diturunkan, maka UU ITE 2016 telah mengarah kepada perlindungan yang dilakukan oleh pemerintah kepada warga negara, pemerintah telah berupaya membentuk hukum dengan mengakomodir perkembangan masayarakat dalam perspektif hukum maupun pertimbangan sosial, maka perubahan ketentuan itu merupakan respon atas kebutuhan kondisi yang terjadi (fenomena sosial). Beberapa ketentuan pidana di 11 tahun 2008 tentang mengalami rasionalisasi sanksi pidana bagi pelaku saat diundangkannya UU No 19 tahun 2016 tentang ITE 2016. Penafsiran terkait ancaman kekerasan ini tidak memiliki parameter masih belum pasti karena beum dikaitkan dengan materiil (akibat pada korban), sehingga ini akan menyebabkan masih tersisanya multitafsir atau bahkan dapat menjadi over kriminalisasi.

Saran

Hukum  yang  akan  datang  diharapkan  perubahan  pasal  tersebut  tidasebatas menurunkan sanksi atau membatasi dilakukannya penahanan tersangka oleh penegak hukum, namun interpretasi penegak hukum harus lebih cermat dalam  menentukan terpenuhi  tidaknya  suatu  unsur  (materiil)  dalam  sebuah laporan/aduan kepada Kepolisian atas sebuah tindak pidana dibidang ITE. Semoga UU ITE ini tidak menghambat warga negara berpendapat dalam upaya peningkatan demokratisasi dalam mengkritis penyelenggaraan negara. Sebagai penutup maka urgensi perubahan ketentuan sanksi pidana dalam UU No. 11 tahun 2008 dengan UU No. 19 tahun 2016 sangat diperlukan.



Pengaruh perkembangan sosial dalam komunikasi masyarakat yang kemudian diatur secara hukum dan etikauntuk mengantisipasi perkembangannya menjadi sebuah kejahatan, dan juga untuk memberikan kepastian hukum pada para pelaku yang benar-benar bertujuan jahat dalam penggunaan internet.Ancaman kekerasan maupun pencemaran nama baik merupakan tindak pidana biasa yang diatur dalam hukum pidana (KUHP), nemun ketika perbuatan yang sama namun dilakukan menggunakan alat/perangkat teknologi informasi (media elektronik), norma yang mengatur menggunakan hukum pidana khusus ITE.Pemerintah berusaha merespon berbagai perdebatan di masyarakat yang tampaknya belum memiliki filter dalam memilah penggunaan teknologi internet ini, dengan menurunkan ancaman sanksi pidananya. Dua buah normaterkait delik (delict)delict terkait UU ITE menarik untuk dilakukan pembahasan,hal yang awalnya biasa terjadi dimasyarakat (interaksi sosial) seperti istilah ngerumpi,curhat, kritikdan sebagainya, saat ini menghadapi sanksi pidana khusus terkait elektronik.Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, mengkaji peraturan perundang-undangan dengan teori-teori hukum positif yang menyangkut permasalahan yang sedang diteliti, yaitu terkait ancaman kekerasan dan pencemaran nama baik, disertai perbandingan sanksi pidana dari UU ITE 2008 dan UU ITE 2016 telah tampak mewujudkan upaya pemerintah agar tidak terjadi over kriminalisasiPerbandingan sanksi pidana dari UU ITE 2008 dan UU ITE 2016 telah tampak mewujudkan upaya pemerintah agar tidak terjadi overkriminalisasi, sekaligustetapberupaya mengedukasi masyarakat. Beberapa pihakyang ingin agar pencemaran nama baik atau ancaman kekerasan ini dihapuskan menurut penulis adalahtidak sejalandengan upaya untuk memajukan perdaban hukum dan masyarakat Indonesia.Kata Kunci :Hukum Pidana, Teknologi, Informasi Elektronik, Ancaman, Kekerasan

Comments

Popular posts from this blog

Jurnal PERLINDUNGAN HUKUM WARALABA SEBAGAI ALTERNATIF PENGEMBANGAN USAHA ( Hartanto & Erna Tri R R )

( Buku Monograf) PERSPEKTIF KEADILAN DAN KESEIMBANGAN PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK