UWM Jadi Pusat Diskusi Etika AI dan Hukum Internasional di Yogyakarta
UWM Jadi Pusat Diskusi Etika AI dan Hukum Internasional di Yogyakarta( Rangkaian Dies Natalis UWM ke 43 )9 Oktober 2025
https://www.blogger.com/blog/post/edit/3504476898270953061/1378743529393018831?hl=en
AYODESA.COM, Yogyakarta — Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta menunjukkan komitmennya sebagai institusi akademik yang adaptif dan visioner. Dalam rangkaian Dies Natalis ke-43, FH UWM menggelar Studium Generale bertema “Artificial Intelligence & Law: Ethical Principles, Legal Liabilities and Governance Challenges” pada Kamis (9/10/2025) di Pendopo Agung Kampus Terpadu UWM.
Acara bergengsi ini menghadirkan narasumber internasional, Assoc. Prof. Dr. Sonny Zulhuda, MCL, pakar hukum siber dari International Islamic University Malaysia (IIUM), dan dibuka secara resmi oleh Rektor UWM, Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec. Kegiatan ini merupakan bagian dari tindak lanjut kerja sama antara Fakultas Hukum UWM dan IIUM yang telah terjalin sejak tahun lalu.
Dalam sambutannya, Prof. Edy menegaskan bahwa era digital adalah keniscayaan, bukan sekadar pilihan. Menurutnya, kecerdasan buatan (AI) kini tidak hanya merambah bidang teknologi, tetapi juga mulai mempengaruhi sistem hukum. “AI harus dikembangkan dengan nilai-nilai etika. Tanpa etika, teknologi bisa kehilangan arah dan mengancam nilai-nilai kemanusiaan,” ujar beliau.
Dekan Fakultas Hukum UWM, Dr. Hartanto, S.E., S.H., M.Hum., menambahkan bahwa munculnya AI menantang paradigma klasik hukum pidana seperti actus reus (perbuatan melawan hukum) dan mens rea (niat jahat). “Tantangan hukum ke depan bukan hanya teknis, tapi juga eksistensial. Hukum kini harus mampu mengatur entitas non-manusia yang mampu berpikir dan mengambil keputusan secara otonom,” jelasnya.
Dalam pemaparan akademiknya, Dr. Sonny Zulhuda mengungkapkan bahwa Malaysia telah mulai membangun kerangka hukum untuk AI melalui pendekatan cyber law dan data protection. Ia menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara inovasi dan tanggung jawab moral.
“Setiap sistem cerdas harus dirancang dengan prinsip keadilan, transparansi, dan akuntabilitas. Jika tidak, AI dapat menjadi alat diskriminasi yang tidak kita sadari,” ujarnya.
Dr. Sonny juga mengangkat isu algorithmic bias dan transparency gap, dua tantangan utama yang muncul akibat bias dalam data dan proses pengambilan keputusan oleh mesin.
“Keadilan algoritmik bukan hanya isu teknis, tapi juga isu moral dan hukum. Sistem AI harus tetap menjunjung hak asasi manusia,” tambahnya.
Seminar ini dihadiri oleh para Wakil Rektor, para Dekan dari Fakultas Ekonomi, Sains dan Teknologi, serta FISIPOL, dan ratusan mahasiswa Fakultas Hukum UWM. Antusiasme peserta mencerminkan tingginya perhatian terhadap masa depan hukum di era digital.
“Bahwa hukum sebagai ciptaan manusia, kini diuji untuk mampu mengatur ciptaan lainnya — yaitu AI, yang kian menyerupai manusia,” tutup Prof. Edy dalam refleksinya. (Wilp)
https://www.blogger.com/blog/post/edit/3504476898270953061/1378743529393018831?hl=en
AYODESA.COM, Yogyakarta — Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta menunjukkan komitmennya sebagai institusi akademik yang adaptif dan visioner. Dalam rangkaian Dies Natalis ke-43, FH UWM menggelar Studium Generale bertema “Artificial Intelligence & Law: Ethical Principles, Legal Liabilities and Governance Challenges” pada Kamis (9/10/2025) di Pendopo Agung Kampus Terpadu UWM.
Acara bergengsi ini menghadirkan narasumber internasional, Assoc. Prof. Dr. Sonny Zulhuda, MCL, pakar hukum siber dari International Islamic University Malaysia (IIUM), dan dibuka secara resmi oleh Rektor UWM, Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec. Kegiatan ini merupakan bagian dari tindak lanjut kerja sama antara Fakultas Hukum UWM dan IIUM yang telah terjalin sejak tahun lalu.
Dalam sambutannya, Prof. Edy menegaskan bahwa era digital adalah keniscayaan, bukan sekadar pilihan. Menurutnya, kecerdasan buatan (AI) kini tidak hanya merambah bidang teknologi, tetapi juga mulai mempengaruhi sistem hukum. “AI harus dikembangkan dengan nilai-nilai etika. Tanpa etika, teknologi bisa kehilangan arah dan mengancam nilai-nilai kemanusiaan,” ujar beliau.
Dekan Fakultas Hukum UWM, Dr. Hartanto, S.E., S.H., M.Hum., menambahkan bahwa munculnya AI menantang paradigma klasik hukum pidana seperti actus reus (perbuatan melawan hukum) dan mens rea (niat jahat). “Tantangan hukum ke depan bukan hanya teknis, tapi juga eksistensial. Hukum kini harus mampu mengatur entitas non-manusia yang mampu berpikir dan mengambil keputusan secara otonom,” jelasnya.
Dalam pemaparan akademiknya, Dr. Sonny Zulhuda mengungkapkan bahwa Malaysia telah mulai membangun kerangka hukum untuk AI melalui pendekatan cyber law dan data protection. Ia menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara inovasi dan tanggung jawab moral.
“Setiap sistem cerdas harus dirancang dengan prinsip keadilan, transparansi, dan akuntabilitas. Jika tidak, AI dapat menjadi alat diskriminasi yang tidak kita sadari,” ujarnya.
Dr. Sonny juga mengangkat isu algorithmic bias dan transparency gap, dua tantangan utama yang muncul akibat bias dalam data dan proses pengambilan keputusan oleh mesin.
“Keadilan algoritmik bukan hanya isu teknis, tapi juga isu moral dan hukum. Sistem AI harus tetap menjunjung hak asasi manusia,” tambahnya.
Seminar ini dihadiri oleh para Wakil Rektor, para Dekan dari Fakultas Ekonomi, Sains dan Teknologi, serta FISIPOL, dan ratusan mahasiswa Fakultas Hukum UWM. Antusiasme peserta mencerminkan tingginya perhatian terhadap masa depan hukum di era digital.
“Bahwa hukum sebagai ciptaan manusia, kini diuji untuk mampu mengatur ciptaan lainnya — yaitu AI, yang kian menyerupai manusia,” tutup Prof. Edy dalam refleksinya. (Wilp)
Comments
Post a Comment